Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Freelancer - Serabutan

Ikuti kata hati..itu aja...!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Spekulasi Politik AHY Ambyar?

9 Oktober 2020   20:33 Diperbarui: 9 Oktober 2020   20:41 1710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

JELANG Pemilihan Anggota Legeslatif (Pileg) 2019 lalu, salah seorang sahabat dekat penulis yang mencalonkan diri jadi anggota DPRD Kabupaten Sumedang pernah mengatakan, politik itu ibarat main judi. Yaitu, harus berani berspekulasi untuk meraih apa yang dituju.

Namanya spekulasi, hanya akan ada dua kemungkinan. Yakni, mendulang banyak keuntungan atau malah sebaliknya. Ambyar. 

Sayangnya, spekulasi atau "perjudian" yang dilakukan sahabat penulis ini hasilnya tak sesuai harapan. Dana hingga mencapai ratusan juta untuk "membeli" suara nyatanya ambyar karena salah perthitungan. Dia pun tak lolos ke parlemen Kabupaten Sumedang. 

Apa yang dialami oleh sahabat penulis ini mungkin hanya contoh kecil. Di luaran sana, kemungkinan besar banyak yang mengalami nasib serupa. 

Nah, bicara soal spekulasi politik. Baru-baru ini sepertinya dipraktikan oleh Partai Demokrat. Spekulasi dimaksud terkait dengan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker). 

Sebagaimana diketahui, ada dua fraksi di DPR RI yang dengan tegas menolak disahkannya RUU Ciptaker, yaitu Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). 

Namun, dalam prosesnya Partai Demokrat seolah menjadi leader dan berada pada barisan paling depan dalam hal penolakan undang-undang "sapu jagad" dimaksud. Dugaan ini tentu bukan tanpa alasan. 

Pertama, terjadi insiden sabotase Mikropon yang melibatkan anggota Fraksi "Mercy", Irwan Fecho dengan Ketua DPR RI, Puan Maharani saat Sidang Paripurna pembahasan RUU Ciptaker, Senin (5/10/20). Hal ini, lantaran Irwan dianggap terus interupsi terhadap putusan sidang. 

Kedua, masih kaitannya dengan Fraksi Demokrat pada acara sidang yang sama. Kali ini aktornya adalah Benny K Harman. Pria kelahiran 19 September 1962 ini memilih keluar sidang atau walk out karena merasa interupsinya tak digubris oleh pimpinan sidang. 

Dua insiden tersebut di atas mungkin bisa membuktikan bahwa Partai Demokrat berada paling depan dalam hal menolak pengesahan RUU Ciptaker sekaligus membela hak-hak buruh. Terlebih, tak lama kemudian Ketua Umum (Ketum) partai berlambang Mercy, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) langsung menyatakan penyesalannya terhadap semua buruh. 

Dengan penuh jiwa besar, AHY memohon maaf bahwa partainya tidak mampu menjegal langkah DPR RI karena dukungan suaranya kurang. Namun begitu, mantan tentara berpangkat Mayor ini berjanji akan terus berjuang membela hak-hak buruh. Bahkan dia mengajak berkoalisi membawa RUU Cipatker ini ke Mahkamah Konstitusi untuk diadakan uji materi atau Judicial Review. 

Boleh jadi apa yang dilakukan AHY memperjuangkan nasib buruh tersebut sangat mulia. Namun, bagi sebagian pihak tindakannya mudah dibaca, sebab tak lepas dari strategi partainya demi meraih simpati publik, khususnya kaum buruh yang jumlahnya lumayan banyak.

Dari sudut pandang politik, strategi AHY sah-sah saja. Bagaimanapun dia mempunyai tanggung jawab besar dalam mendongkrak nama baik partai yang dalam beberapa tahun terakhir jeblok karena prilaku kadernya yang cukup banyak terlibat kasus korupsi. 

Sepintas, strategi AHY ini akan berjalan mulus. Namun, siapa sangka penolakan para buruh terhadap RUU Ciptaker berupa aksi demo besar-besaran di berbagai daerah ini hampir rata-rata berlangsung ricuh dan menjurus anarkis. Akibatnya tak sedikit peserta aksi demo terluka dan banyak fasilitas umum mengalami kerusakan parah. 

Parahnya, tak sedikit tudingan bahwa aksi demo penolakan Omnibus Law RUU Cipatker tersebut mengarah pada Partai Demokrat. Partai yang berdiri 27 Agustus 2003 ini dianggap sebagai dalang dan juga membiayai peserta aksi. 

Tudingan tersebut boleh jadi didasari oleh begitu ngototnya Partai Demokrat menolak RUU Ciptaker. Bahkan, pada saat sidang terjadi dua kali insiden yang membuktikan bahwa partai ini paling serius menolak undang-undang "sapu jagad" dimaksud. 

Masalahnya, apakah tudingan itu benar? Tentu diperlukan penyelidikan lebih lanjut oleh pihak kepolisian. Namun, Dikutip dari Pikiran Rakyat.com, Kepala Komunikasi Publik Partai Demokrat, Ossy Darmawan membantahnya. 

"Saya tegaskan bhw ini 1000 persen hoax dan fitnah," terangnya yang diutarakan melalui akun media sosial Twitter Twitter @OssyDermawan, Rabu 7 Oktober 2020.

"Ini fitnah bengis thd Partai Demokrat," imbuhnya. 

Terlepas benar tidaknya tudingan tersebut, adanya stigma buruk atau tudingan terhadap Partai Demokrat jelas akan sangat tidak menguntungkan. Alih-alih ingin mendapat simpati publik, yang ada malah dicurigai sebagai dalang aksi demo.

Jika hal tersebut terus terjadi, maka strategi atau spekulasi AHY sebagai nahkoda Partai Demokrat boleh jadi gagal total alias ambyar. Dan, ini semakin membuktikan bahwa pengalaman tidak bisa berbohong. Bagaimanapun, AHY tergolong baru dalam percaturan politik nasional. 

Dia harus lebih banyak belajar berhitung strategi politik dan mengasah pengalaman dengan menerapkan strategi politik ala dia sendiri. Karena, cara-cara politik "warisan" ayahnya yang selalu menempatkan diri sebagai pihak yang dikorbankan atau playing victim sudah mudah ditebak. 

Lagi pula, jika AHY masih berkutat dengan strategi politik tersebut di atas, sulit rasanya bagi Demokrat bisa meraih masa keemasannya kembali. Hari ini situasi politik telah berbeda, perlu strategi politik yang berbeda pula.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun