Mohon tunggu...
Mas Kumambang
Mas Kumambang Mohon Tunggu... Dosen - Pemerhati hukum dan politik Indonesia.

Adillah sejak dalam pikiran.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Catatan Hukum: Kita Butuh Penerang

7 Agustus 2019   08:50 Diperbarui: 7 Agustus 2019   12:04 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Namun kekalahan telak KPK adalah ketika para hakim Mahkamah Agung membebaskan mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT). 

Ini bukan hanya tamparan, melainkan pukulan telak. Untuk pertama kalinya,  terdakwa yang sudah dijatuhi hukuman bisa bebas. Putusan kasasi tersebut langsung berkekuatan hukum tetap (inkracht) karena sesuai aturan jaksa tak bisa mengajukan Peninjauan Perkara (PK).

KPK memang mematuhi putusan lembaga peradilan tertinggi dengan membebaskan SAT dari tahanan. Sampai di sini "lampu keadilan" menyala terang karena MA berkuasa memberikan keputusan hukum yang adil bagi pencari keadilan. 

Namun lampu itu seolah padam lagi, ketika KPK kemudian justru mengejar orang yang disangka "bersama-sama" melakukan tindak pidana dengan SAT. Dalam hal ini pemilik BDNI sebagai obligor BLBI ditersangkakan oleh KPK, bahkan dinyatakan buron.

KPK membuat tafsir sendiri. Padahal para hakim agung telah menyatakan tidak ada unsur pidana yang dilakukan SAT ketika memberikan Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada pemegang saham BDNI pada 2004. Poin penting dalam putusan kasasi atas kasus SAT adalah; tidak ada tindak pidana, masalah tersebut bersifat perdata dan pemberian SKL bersifat administratif.

Maka, keputusan KPK mengejar dan menetapkan penerima SKL sebagai tersangka dan buron, seolah mematikan lampu harapan pencari keadilan. 

Apalagi kemudian ada pihak-pihak yang membonceng dan berupaya mencari-cari kesalahan para hakim agung yang memutus bebas SAT. 

"Adalah sikap yang tidak bisa dibenarkan jika ada pihak yang menyerang institusi peradilan kita yang terhormat, khususnya Mahkamah Agung, yang merupakan lembaga peradilan tertinggi di negeri ini, hanya karena mereka tidak suka atas suatu keputusan MA," ini reaksi advokat senior Mohammad Assegaf, beberapa waktu lalu.

Pak Jokowi, Nyalakan lampu

Seperti terhadap direksi PLN yang memadamkan listrik, Presiden Jokowi bisa menegur KPK. Jokowi bukan hanya kepala pemerintahan, melainkan juga Kepala Negara.

 Ia bukan hanya bertanggung jawab terhadap pemerintahannya, tapi juga segala denyut nadi persoalan di negeri ini. Jika Kepala Negara turun tangan, bukan berarti ia mencampuri independensi KPK. Namun hal itu menjadi bagian tanggungjawabnya agar tidak ada yang salah urus dan bergerak di luar sistem di negeri ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun