Mohon tunggu...
Mas Kumambang
Mas Kumambang Mohon Tunggu... Dosen - Pemerhati hukum dan politik Indonesia.

Adillah sejak dalam pikiran.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Antasari Menohok, Pemerintah Terpojok

28 Juni 2019   10:20 Diperbarui: 28 Juni 2019   10:30 568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Lama tak terdengar pernyataanya, tiba-tiba Antasari Azhar bersuara lantang. Ia membeberkan data yang membuka mata kita bahwa ternyata banyak masalah tersembunyi, atau sengaja disembunyikan, di balik penyelesaian perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang rumit dan berlarut-larut.

BLBI ini perkara lama, lebih 20 tahun. Hanya ahli hukum dan pemerhati saja yang memahami. Masyarakat awam umumnya hanya mendengar sayup-sayup. Pemahaman mereka pun sepotong-sepotong, tidak komplet. Mereka hanya mendengar banyak bank swasta yang menerima kucuran BLBI. Jumlahnya ratusan triliun rupiah dan pemiliknya ngemplang utang. Tapi ternyata, seperti dituturkan Antasari, bank pemerintah melahap lebih banyak BLBI.

Di tengah sikap diam pemerintah, pernyataan mantan Ketua KPK itu bisa membuka tabir, meski perlu pencerahan lebih jauh. Selama ini, banyak pertanyaan tak terjawab. Misalnya, apakah ada equal treatment terhadap pengurus bank-bank pemerintah dan swasta yang sama-sama menerima BLBI? 

Apakah pertanggungjawaban mereka juga sama? Kalau pemegang saham bank-bank swasta yang kooperatif harus kehilangan aset-aset berharga, apa yang dijaminkan pemerintah kepada BPPN untuk melunasi utang bank-bank plat merah?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut penting karena kita hidup di negara hukum. Semua orang dan institusi harus tunduk pada norma hukum yang berlaku.

Antasari Azhar membuka persoalan yang selama ini tersembunyi. Ia mempertanyakan pengembalian dana BLBI sebesar Rp446 triliun yang tidak pernah diselesaikan oleh bank bank pemerintah. 

Dari seluruhnya 600 triliun rupiah lebih dana BLBI, bank-bank pemerintah menghabiskan 75% dana tersebut. Perbankan swasta menerima sebanyak Rp154 triliun atau sekitar 25% saja. "BLBI yang dipermasalahkan justru yang di kalangan bank swasta, termasuk Sjamsul Nursalim dan lain-lain. Saya sendiri saat itu baru mau memulai mengusut yang Rp446 trilun itu. Yang di bank plat merah itu yang lebih banyak," katanya di Jakarta, Rabu (26/6).

Antasari mengaku bahwa ketika ia memimpin KPK sebenarnya ingin mengusut penyelesaian BLBI perbankan pemerintah itu. "Saya minta kejaksaan memberi report pada KPK. Berapa jumlah kasus terselesaikan, berapa uang negara ditarik berdasarkan pengembalian dari uang pengganti maupun hasil lelang barang rampasan. Saya minta jaksa kumpulkan itu. Alhamdulillah, sampai saya lepas dari KPK, sampai hari ini belum ada laporan itu".

Misteri

Apakah klaim Antasari Azhar itu sahih, sulit memastikannya. Sebab penyaluran BLBI ke perbankan pemerintah menyimpan banyak misteri. Berapa jumahnya, bagaimana penyalurannya, siapa yang harus bertanggung jawab dan sebagainya. Semuanya masih terutup kabut.

Mengutip tulisan lama berjudul "Misteri BLBI di Bank Pelat Merah" (Media Indonesia, Kamis, 22 Februari 2001, hal. 7), jumlah dana BLBI yang mengucur ka ke bank-bank pemerintah sangat besar. Menurut Ahmad Deni Daruri, Presiden Direktur Center for Banking Crisis (CBC), untuk empat bank pemerintah yang kemudian digabung menjadi Bank Mandiri saja mencapai Rp163,159 triliun. Belum lagi bank pemerintah lainnya, seperti BNI, BRI dan BTN serta bank-bank pembangunan daerah. "Jadi empat bank pemerintah, yaitu BBD, BDN, Exim, dan Bapindo mendapat kucuran BLBI sebesar Rp163,195 triliun," ujarnya kepada Media Indonesia.

Deni melihat pemerintah sangat memanjakan bank-bank pemerintah. Tidak satu pun dari bank pemerintah yang dilikuidasi (BDL) atau dibekukan (BBKU/BBO). Sebaliknya, bank pemerintah yang mau ambruk justru dimerger dan kemudian direkapitalisasi modalnya. "Seolah-olah bank pemerintah itu bersih, tidak pernah salah di bidang perbankan," tambahnya.

Menurut Deni, penerima BLBI terbesar adalah Bank Exim sebesar Rp101,847 triliun, lalu Bapindo Rp40,396 triliun, BDN Rp8,673 triliun, dan BBD Rp11,279 triliun. "Kalau mau jujur, belum tentu bank pemerintah itu bisa lebih baik dibanding bank swasta. Repotnya lagi, sampai saat ini tidak ada satu pun dari direksi dan komisaris bank pemerintah yang dicekal atau dimintakan tanggung jawab seperti yang terjadi pada bank swasta," sesal Deni.

Deni juga menyoroti terlalu mudahnya proses penyaluran dana BLBI ke bank-bank persero itu. Menurut ceritanya, cukup kerja sama dan saling percaya untuk menyimpan rahasia antara pejabat BI dan pemilik bank, termasuk bagi-bagi "kue". Ada pula cara lain, katanya. Misalnya pejabat BI memberikan fasilitas terlebih dahulu, baru beberapa hari kemudian dibuatkan akta perjanjian fasilitasnya. Lebih ironis lagi, kata Deni, BI tahu persis jumlah jaminan bank pemerintah lebih kecil dari dana BLBI yang diberikan, tapi pejabat BI masih memberikan bantuan dana BLBI dalam jumlah tinggi. "Ini kan aneh," ucap Deni masygul.

"Hantu"

Misteri BLBI di perbakan pemerintah masih menghantui kita. Pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan penjelasan terbuka dan gamblang. Apalagi, sampai saat ini alokasi dana dalam APBN untuk membayar bunga dan obligasi rekapitalisasi perbakan sangat besar. Tapi, persoalan ini memang penuh misteri. Kenapa?

Bayangkan. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Satrio Budiardjo Judono (waktu itu), mengaku tidak mengetahui adanya penyaluran BLBI ke bank pemerintah sebesar Rp 175 triliun. "Kalau ada dana BLBI yang disalurkan ke bank pemerintah sebesar itu, BPK tidak tahu. Silakan tanya kepada yang memberikan data. Kami di sini hanya bertugas memeriksa, bukan mengambil kebijakan," kata  Judono (Billy) seperti dikutip Media Indonesia.

Billy menegaskan, pengucuran dana BLBI adalah menjadi tanggung jawab pemerintah. "Karena semua yang terjadi pada waktu itu adalah kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Di luar kebijakan pemerintah adalah tanggung jawab BI, "katanya.

Kita tidak tahu apakah setelah itu BPK sudah melakukan pemeriksaan terhadap BLBI bank-bank pemerintah. Sebaliknya, BPK memeriksa berkali-kali obligor BLBI swasta. Misalnya, terkait BLBI-BDNI, auditor negara itu telah melakukan pemeriksaan pada tahun 2002 dan 2006. Bahkan pada 2017 atas permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilakukan lagi audit investigatif BPK.

Alangkah bedanya perlakuan pemerintah. Seharusnya, pemerintah mengambil peran, misalnya, meminta BPK melakukan audit investigatif terhadap penyaluran BLBI bank-bank pelat merah, kemudian menjelaskannya kepada publik. Kalau tidak, perkara BLBI akan terus menjadi "hantu" yang menyimpan misteri.

Pemerintah tidak boleh diam karena segala keputusan masa lalu bersifat sah dan mengikat. Pemerintah tidak boleh diam, termasuk atas janji-janji dan komitmennya kepada pemegang saham bank yang kooperatif menandatangani MSAA. 

Seorang penandatangan MSAA, Sjamsul Nursalim, kini dikejar KPK dan dijadikan tersangka, padahal pemerintah sudah memberikan Release and Discharge (R&D) yang membebaskannya dari segala tuntutan pidana.

Mestinya, pemerintah tidak diam saja, namun memberitahu KPK bahwa Sjamsul sudah melunasi kewajibannya. Ingat, diam tidak selalu berarti emas. Sikap diam hanya menciptakan spekulasi dan "hantu-hantu" baru yang bisa menimbulkan prasangka dan fitnah. (Mas Kumambang)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun