Mohon tunggu...
Muhamad Samiaji
Muhamad Samiaji Mohon Tunggu... Konsultan - Berkeliling mencari pengetahuan baru

Menulis sekedarnya, semoga menambah khasah keilmuan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Lonceng Panik dan Pempimpin Setia

31 Maret 2020   10:30 Diperbarui: 31 Maret 2020   10:40 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Lonceng Panik

by : ahun

Corona, kalian bisa baca literature baik video maupun tulisan. Banyak. Ada garis besar tentang alasan  14 hari untuk #dirumahaja yakni tentang ketersediaan fasilitas dan juga daya tahan tubuh. Tapi rasanya perlu perlu lebih dari 14 hari karena sebaran virus. Saya tidak bisa mengulas lebih jauh karena bukan pakar dibidang kesehatan. Hanya coretan kecil ini saja yg mungkin menyita waktu anda 5-10 menit. 

Waktu "sembuh" ternyata menimbulkan efek ketakutan. Ekonomi adalah ketakukan negara secara besar. Pendapatan menurun adalah pil pahit pemilik modal, sementara pemotongan gaji hingga pemutusan hubungan kerja akan ditelan oleh tenaga kasar. Hal tersebut tentunya berlaku hanya pada sektor ekonomi swasta. Efek paling parah justru diterima oleh para pelaku sektor informal tingkat "kerak" karena kebutuhan makannya mulai terganggu. Namun bagaimana dengan sektor pemerintahan? Selain Bandung tidak terdengar isue pemotongan gaji asn. Itupun banyak penolakan bukan karena tidak rela namun alasannya lebih kepada kecurigaan tingkat atas. Mungkin. Jangan ajak bertindak para wakil rakyat mungkin mereka lebih memilih diam, atau ... ah, sudahlah.    

Virus corona juga menimbulkan rasa bosan, kesepian, kejenuhan mulai menyerang individu. Sementara jika dilanggar, jiwa adalah taruhan terbesar. Saya yakin pembaca semua setuju untuk mementingkan kesehatan dulu daripada yang lain dan memilih diam dirumah. Tetapi secara tidak sadar ataupun sadar pikiran "ngeyel" mulai masif ada dikepala. Dari mulai obrolan sederhana tentang gagasan kopdar hingga mudik. Ada sebagian yg mulai berperilaku sementara lainnya menahan untuk itu.

Berbicara perihal kebijakan yang ditempuh pemerintah terhadap si mahluk nano (virus). Gagasan mitigasi kebencanaan pun mulai berjalan tidak terkomando. Setiap daerah mengeluarkan kebijakan sendiri, tidak hanya daerah tingkat RT/RW membatasi akses keluar masuk orang. Menurut saya itu wajar dan rasional dijalankan. Mungkin ketidak tegasan pemerintah pusat jadi alasan utama.  

Saya coba membayangkan apabila "lonceng kepanikan" dibunyikan pemerintah pusat. Panic buying, penjarahan, tindak kriminal akan timbul diberbagai daerah. Kekacauanpun terjadi. Konsentrasi perangpun buyar bukan melawan virus tetapi malah melawan si penimbun, pemilik dll. Individu akan berusaha untuk menerapkan konsep "survival of the fittest".

Pemerintah pusing pasti, karena mereka mungkin sudah tahu bahwa kebutuan dasar individu berbeda secara usia dan jenis kelamin. Parahnya tidak adanya data menimbulkan migrankebijakan yang semakin lama malah menjadi vertigo. Karena sulit memutuskan jadi obatnya SABAR!    

Kabar Baik dari situasi saat ini sudah terbuka yakni pembatasan gerak tingkat RT/RW. Meskipun ada yang lupa yakni kebutuhan dasar individu yang tidak terkolektifkan. Menyadur gagasan perihal pemberdayaan via kas masjid. Saya rasa itu bisa jadi ide yang baik, namun tidak mengekesampingkan warga yang mememeluk agama lain. 

Dengan mengandalkan ketua RT dan RW untuk bergerak memenuhi kebutuhan dasar kolektif yang datanya juga tidak tercatat melainkan sudah dikepala. Jadi mungkin efek kejut dari bunyi "lonceng panik" yang mungkin terjadi atau tidak tersuarakan oleh PEMIMPIN BOHONGAN agar tidak membulkan perilaku aral, anarkis dkk. Saya rasa KETUA RT DAN PENGELOLA DANA MASJID LEBIH TERHORMAT DARI PADA PEMIMPIN NEGARA API! KARENA SAYA YAKIN MEREKA MAU BERKORBAN JIWA DAN HARTA! 

Jika inti dari penularan virus ini adalah minimalisir mobilitas manusia maka konsep diatas bisa dijadikan jalan keluar. Selain itu yang paling penting untuk individu adalah membatasi pikir menuju perilaku gerak. Maka, stimuluskan imaji-imaji anda untuk terhindar dari itu. Sibukkan diri sendiri dirumah melalui WFH, game, bercengkrama dengan anggota keluarga dan lainnya. Sehingga menekan "leasure time" kemudian merombak pola-pola kegiatan rumah menjadi sebuah gerakan yang terbiasa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun