Mohon tunggu...
Muhamad Samiaji
Muhamad Samiaji Mohon Tunggu... Konsultan - Berkeliling mencari pengetahuan baru

Menulis sekedarnya, semoga menambah khasah keilmuan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Data, Fakir, dan Miskin

12 September 2019   22:59 Diperbarui: 15 September 2019   01:34 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pemukiman kumuh. (foto: KOMPAS/RIZA FATHONI)

Antusiasme warga untuk mendaftar membuat kelurahan diserbu dan antrian hingga keluar kantor kelurahan. Mulai dari keluarga meng"aku" miskin, pasangan muda, pensiunan, hingga lansia yang sulit berjalan.  

Cipinang Besar Utara (selanjutnya disingkat CBU), siapa yang tahu d imana itu? Ada dua ikon yang terkenal dimata orang yakni Penjara Cipinang dan TPU (tempat pemakaman umum) Prumpung. 

Ketik saja di googlemaps, maka anda akan diarahkan kesana. Semasa kecil sekitar 8 - 14 tahun saya sering bermain disana karena ada lapangan bola, sawah, kebun, tamanan buah-buahan dan teman sekolah yang bertempat tinggal disana. 

Saya kembali setelah 9 tahun. Kini, kondisi jauh berubah seiring perkembangan. Tidak ada lagi sawah, kebun dan lapangan bola yang ada pemukiman padat penduduk. Entah dimana teman sepermainan saya, mungkin tergusur pembangunan calon tol Becakayu (Bekasi, Cawang, Kampung Melayu)

Saya kini bekerja sebagai PJLP Pusdatin Dinas Sosial di Kelurahan Cipinang Besar Utara. Pada saat saya menulis, terhitung sudah 8 bulan bekerja dan sekarang sedang sibuk pendataan calon pendaftar Basis Data Terpadu (BDT). 

Sejak awal pembukaan pendaftaran hingga sekarang (4 hari) Jumlah pengisi formulir mencapai seribu dan terus bertambah pada akhir pendaftaran. Berkat sosialiasi yang canggih antara kelurahan, LSM dan LMK.

Para warga berduyun berdatang ke kelurahan meskipun ada beberapa insden kecil seperti salah informasi (Pendataan KJP, Pendataan Orang Ngontrak, Penerimaan Kartu Bantuan Sosial dkk), salah membawa syarat administrasi (foto keluarga, foto anak, surat keterangan miskin dll) hingga kesalahan mengisi formulir. 

"Saya kembali setelah 9 tahun. Kini, kondisi jauh berubah seiring perkembangan. Tidak ada lagi sawah, kebun dan lapangan bola yang ada pemukiman padat penduduk."

Namun itu bisa diatasi. Antusiasme warga untuk mendaftar membuat kelurahan diserbu dan antrian hingga keluar kantor kelurahan. Mulai dari keluarga meng"aku" miskin, pasangan muda, pensiunan, hingga lansia yang sulit berjalan. 

Membludaknya warga dapat diatasi dengan turut campur tangan warga, PPSU, kepolisian setempat, Babinsa, satpol PP, dan lainnya. Maklum, pemukiman CBU adalah pemukiman kumuh dan miskin.

CBU merupakan pemukiman kumuh, saya harus akui itu, banyak warga yang bekerja disektor informal (buruh bangunan, tukang gali kubur, penjaga makam, buruh cuci, pengepul beras sisa, pemulung, pedagang barang ziarah, serta lainnya). 

Bicara pemukiman dengan tingkat kepadatan penduduk maka dapat dipetakan menjadi tiga kategori. Pemukinan dengan tingkat kepadatan tinggi hingga tidak terkena sinar matahari, pemukinan dengan tingkat akses jalan yang tidak bisa lewat motor, dan akses jalan pada umumnya. 

Mungkin, kami dapat disandingkan dengan pemukiman kumuh di Jakarta Utara.

Kembali pada Pada proses pendaftaran calon BDT, para calon pendaftar selanjutnya dibantu dalam mengisi formulir pendaftaran. Apabila diamati maka bentuknya berupa kuestioner dengan tipe metode penilitian dengan pendakatan kuantitatif. 

Apabila sudah  terkumpul, maka data dapat terkagorikan dan dapat dibaca dengan angka. Namun jika menggunakan tehnik probing keluar dari konteks pertanyaan kuestioner (metode kualitatif) maka kedalaman data akan ditemukan hingga mencapai tingkat ekstreem. 

Pada pola kehidupan masyarakat miskin yang sayang untuk dilewatkan bagi para peneliti bidang sosial.

Gemetar rasanya melihat varian data yang ada. Banyak angle yang bisa dilihat dari kategori miskin, mulai dari keluarga miskin, keluarga rentan miskin, keluarga sangat miskin, keluarga miskin dengan anggota keluarga difabel, lansia miskin dll. 

Ingin rasanya kembali berkecimpung atau setidaknya mengajak para civitas akademika untuk mengulas ini. Sehingga bisa menjadi data sekunder pada penelitian dengan tema program pengentasan kemiskinan di perkotaan ataupun menjadi bahan literasi kebijakan publik di wilayah DKI Jakarta.

Kini saya hanya memohon kepada Kelurahan CBU untuk menjadikan wilayahnya sebagai objek penelitian kemiskinan ketimbang objek wisata pemukiman kumuh.  juga meminta mungkin, Camat Jatinegara agar mempermudah izin-izin penelitian bidang sosial. 

Mengingat bukan hanya CBU saja yang unik, tetapi juga ada Kelurahan Balimester sebagai pusat perbelanjaan besar yang penuh sejarah, Kelurahan Kampung Melayu yang langganan banjir, Kelurahan Rawa Bunga dengan pemukiman terkumuh di Jakarta (urutan ke 3 menurut bps; pemukiman kumuh di Jakarta), 

Kelurahan Cipinang Cempadak dan keluarhan Cipinang Muara dengan ketimpangan sosialnya, kelurahan Cipinang Besar Selatan yang hampir menyerupai CBU, juga kelurahan Bidara Cina dengan persoalan yang sama.

Mungkin pemikiran-pemikiran liar program pengentasan kemiskinan di wilayah perkotaan dapat lahir di sini. Sehingga menemukan pola, pola kehidupan keseharian masyarakat miskin, pola stategi adaptasi, budaya kemiskinan juga lainnya. 

Apalah arti berpendapat tanpa data, itu hanya omong kosong. Buat apa memaksakan kebijakan politik yang up to down jika memang pada praktiknya menimbulkan maladaptasi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun