Mohon tunggu...
Samira Al Zaitun
Samira Al Zaitun Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa semester akhir

Menyukai berita mengenai teknologi, lingkungan dan pasar modal

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Simak Rahasia Negeri Tirai Bambu Menjadi PLTS Raksasa Dunia dan Bagaimana Indonesia Mampu Mencontohnya?

25 Februari 2022   23:09 Diperbarui: 4 Maret 2022   14:55 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
China memasang 3,51 GW PV baru pada bulan September, melambat sejak puncak tahun ini sebesar 4,93 GW pada bulan Juli. (Sumber : sungrow)

Negeri Tirai bambu produksi 70-80%  Solar Panel tertinggi dunia pada tahun 2019. Produksi sebesar ini diimpor ke negara lain termasuk Indonesia. China juga menetapkan bauran energi dengan 1:1 energi fosil dengan energi terbarukan berkapasitas 253,69 GW di tahun 2020 dan akan menigkat 1.200 GW di tahun 2030, lalu apa rahasia China memiliki pertumbuhan cepat khususnya PLTS?. Bagaimana caranya supaya dapat diimplementastikan di Indonesia?.

Penggunaan sumber energi terbarukan khususnya PLTS (Pembangkit Litrik Tenaga Surya) dan PLTB (Pembangkit Listrik Tenaga Bayu) di China secara ambisus bertumbuh pesat ini karena dukungan pemerintah, tidak hanyak menekan pertumbuhan ekonomi saja melainkan percepatan transisi ke energi ramah lingkungan di tahun 2019. "China memiliki kecenderungan untuk menyebarkan pengaruhnya di arena internasional selama beberapa dekade sekarang. Kami menyadari bahwa dominasi Tionghoa di kawasan Asia Selatan tidak tertantang tetapi untuk memenuhi aspirasinya, pengaruhnya harus disebarluaskan baik di Afrika maupun Eropa dan harus melampaui soft power lebih dari pada ekonomi". Ujar Xi Jimping, Presiden China dalam pidatonya. Kebijakan ini didukung dengan segmen rantai nilai divisualisasikan kurva tersenyum.

Kebijakan ini di dorong dengan mengaplikasikan kurva tersenyum singkatnya diawai dengan kegiatan tak berwujud praproduksi ini mengambil peran para akademik professional di bidangnya, dengan memiliki hak paten atas penemuan produk solar panel buatan dalam negeri ini artinya mampu menjalankan tahap perancangan dan manufaktur di dalam negri, bagaimana jadinya jika mesin manufaktur tidak ada, kita dapat memanggil investor dan mendatangkan mesin manufaktur untuk melakukan proses fabrikasi. Hasil proses manufaktur atau kegiatan berwujud produksi tahap akhir melakukan assembling atau perakitan komponen pendukung PLTS yang nantinya akan di pasarkan, tahap ini memiliki nilai tambah yang paling rendah karena komponen produksi sudah disediakan dalam negeri dan juga tidak membutuhkan hak paten lagi.

Proses berikutnya kegiatan berwujud pasca produksi disinilah peran pemasaran barang dan jasa mengambil peran dengan adanya perusahaan atau start up terjun di bidang ekonomi  hijau melakukan campaign terkait manfaat pemasangan PLTS Atap skala rumahan atau untuk industry komersil dan terakhir after service, interaksi kepada konsumen terkait konsultasi pemakaian, kinerja dan perawatan solar panel sebagai jaminan pelayanan bertanggung jawab.

Pasalnya di Indonesia saat ini tidak mengalami kurva senyum sempurna melainkan setengah tersenyum dimulai dari kegiatan berwujud produksi sampai ke kegiatan berwujud pasca produksi ini artinya solar panel yang dijual di dalam negeri merupakan hasil impor dari China dan dirakit di dalam negeri. Solusinya perlu diimplementasikan melalui kebijakan pemerintah maupun permodalan dari pihak domestik maupun internasional dalam hal penelitian, ini merupakan investaasi  bernilai miliaran rupiah, pihak investor selama 15 tahun terakhir  ini tertarik mengenai proyek isu lingkungan dan netralisasi karbon, sudah menjadi peluang apabila kesempatan ini didorong oleh investor dan juga pemerintah dalam hal penelitian ataupun proses manufaktur solar panel dan komponen lainnya.

Belum lagi Roadmap Indonesia to Net Zero Emissions 2050 target ini akan menjadi angan-angan apabila harga PLTS belum kompetitif di pasar, demi tercapainya target terbut akselerasi dari pihak pemerintah perlu menggencarkan. Pertumbuhan EPC Solar Panel (Engineering Procurement Construction) sebagai suatu badan usaha perancangan, penyediaan barang dan jasa, dan konstruksi mulai bertambah. "Dengan angka sekarang, kami punya 22 atau 26 pabrikan yang siap dengan kapasitas total (produksi listrik) 500 MW. Tujuan pengembangan PLTS Atap hingga 2025 adalah untuk membuka pasar dalam negeri. Kalau pasar dalam negeri makin besar, investasi akan bertambah baik, mulai dari industri laminating solar panel atau juga ke sisi hulu yang pembuatan cell-nya sekarang masih impor," ujar Dadan seperti diberitakan Kontan.co.id, Selasa (31/8/2021)

Apabila dari pihak Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi (EBTKE) dan Kementerian Perindustrian menyepakati akan kerja sama menunjang kesiapan proses hulu ke hilir proses produksi manufaktur PLTS di Indonesia, ini akan berdampak positif seiring pertumbuhan ekonomi dan peluang penyerapan ketenaga kerjaan sebesar 121.500 orang, Green Energy ini mendukung penghematan batu bara 3 juta ton dan terwujudnya aksesibilitas dengan konsep desentralisasi untuk kemandirian energi di wilayah. Pemanfaatan PLTS dapat menurukan BPP (Biaya Pokok Penyediaan) listrik hingga Rp. 12,61 per KWh dengan kapasitas PLTS sebesar 3,6 GW.

Kehadiran Pembangkit Listrik Tenaga Surya di tanah air mengalami peningkatan signifikan dalam ranah pemasarannya  ataupun EPC sedang bertumbuh. Perkembangan ini harus diperbaiki dari hilir agar PLTS dalam masalah harga dapat bersaing secara kompetitif dan melalui penelitian dan pembangunan ini akan hadir akademisi dan teknisi handal dalam bidang panel surya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun