Mohon tunggu...
Sam Elqudsy
Sam Elqudsy Mohon Tunggu... pegawai negeri -

bukan penulis fiksi, karena tak bisa menjiwai tanpa pernah mengalami..

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ini tentang Lampu Teplok, Bukan Dahlan Iskan

15 November 2012   22:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:16 1038
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya tinggal di sebuah Kampung Kecil, di Kota Kudus. Masih jelas dalam ingatan, dulu ketika saya kecil listrik belum masuk ke kampung kami. Baru pada awal 1990-an, listrik dipasang. Kampung yang gelap gulita perlahan memiliki cahaya di malam hari. Satu persatu cahaya kerlip terlihat di rumah warga. Hingga akhirnya keriuhan anak kecil bermain bersama ketika purnama hilang, mereka memilih berdiam atau belajar di rumah di depan layar televisi. Hiburan yang segera menggejala setelah keberadaan listrik. Kampung saya yang gelap gulita, akhirnya benderang karena listrik. Listrik di kampung saya disediakan oleh PLN. Listrik kadangkala mati tak jelas penyebabnya. Kadangkala dari pagi sampai sore atau sepanjang malam. Jika listrik mati pagi sampai sore, itu berarti kami mendapat 'jatah' dipadamkan. Kami sampai hafal penyebab listrik mati berdasarkan jangka waktu padamnya listrik. Kalau matinya sebentar saja, berarti sedang ada gangguan. Kalau matinya lama, sampai beberapa jam bahkan pernah sampai tiga hari tiga malam, berarti ada kerusakan. Entah kenapa, listrik di kampung kami lebih sensitif daripada di kampung sebelah. Terlebih setiap musim hujan, frkuensi listrik mati akan lebih sering terjadi.Saat langit gelap, mendung menggulung dilengkapi gemuruh petir bersahutan, kami segera bersiap menikmati eksotisnya kegelapan malam karena listrik akan segera padam. Atau sebaliknya, jika hujan gerimis lalu listrik tiba-tiba mati, maka sebentar kemudian akan terdengar gemuruh petir atau datang hujan disertai angin. Situasi yang telah biasa kami hadapi ketika musim penghujan: listrik mati. Saya ingat betul, belasan tahun lalu, saat musim penghujan datang dan listrik mati. Sebagian penduduk kampung berjejal, mengantri di sebuah toko yang letaknya ada di depan masjid, untuk membeli lilin atau minyak tanah untuk menyalakan lampu teplok. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, lampu teplok adalah lampu minyak tanah bersemprong (http://bahasa.cs.ui.ac.id/kbbi/kbbi.php?keyword=lampu&varbidang=all&vardialek=all&varragam=all&varkelas=all&submit=tabel). Bagian utamanya terdiri dari tampungan minyak tanah, sumbu dan semprong yang terbuat dari kaca. Sumbunya adalah bagian yang memancarkan api, dimana sumbu berhubungan langsung dengan minyak tanah dan menyerapnya pelan untuk terus menyala. Supaya nyala lampu stabil, maka digunakan pelindung atau tudung lampu berlubang di bagian atas yang disebut semprong. Lampu akan terus menyala sampai minyak tanah yang ada di tampungan terserap habis. Dan, kemarin malam, saya berkesempatan menikmati lagi eksotisme kegelapan. Kebetulan hujan gerimis, sempat ada angin sebentar lalu tibalah saatnya listrik padam. Iseng, saya ambil beberapa gambar indahnya temaram lampu teplok saat listrik mati. Meski kini banyak peralatan rumah tangga canggih dan gadget modern, semuanya mengandalkan listrik. Tanpa listrik aneka peralatan itu bukan apa-apa. Dan, lampu teplok seolah memanfaatkan momentum sebaik mungkin: memancarkan berjuta pesonanya untuk sejenak kembali berkuasa.. Berikut beberapa gambar Maestro Cahaya bernama Lampu Teplok yang sempat saya abadikan semalam.. [caption id="attachment_216556" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber cahaya diatas meja"][/caption] [caption id="attachment_216557" align="aligncenter" width="300" caption="Lampu Teplok menyinari dari sudut ruang"]

13530180291155531871
13530180291155531871
[/caption] [caption id="attachment_216558" align="aligncenter" width="300" caption="Bisa online dengan gadget, dibantu makhluk lawas bernama teplok"]
13530181272052378886
13530181272052378886
[/caption] [caption id="attachment_216559" align="aligncenter" width="300" caption="Membuka Kompasiana sejenak dengan bantuan temaram teplok"]
1353018592220913247
1353018592220913247
[/caption] [caption id="attachment_216560" align="aligncenter" width="300" caption="Nampang bareng Teplok"]
13530183971271894953
13530183971271894953
[/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun