Mohon tunggu...
Samdy Saragih
Samdy Saragih Mohon Tunggu... Freelancer - Pembaca Sejarah

-Menjadi pintar dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, membaca. Kedua, berkumpul bersama orang-orang pintar.- Di Kompasiana ini, saya mendapatkan keduanya!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jumpailah Syahrir, Rosihan!

14 April 2011   14:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:48 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Apa yang saya duga akhirnya terjadi. Rosihan tidak sanggung sendirian dan pagi tadi pergi meninggalkan dunia ini menyusul istri tercintanya.

Mengenal Rosihan Anwar bagi saya mungkin cuma lewat tulisan dan televisi. Ia penulis yang produktif. Tidak hanya tentang dirinya dan pengalaman berjibun yang telah dilalui, ia juga banyak terlibat dalam penulisan buku-buku biografi teman seperjuangannya.

Rosihan terlalu beruntung menurut saya. Ia diberi umur panjang untuk berada dalam masa-masa penting republik ini. Begitupun pergaulannya bersama tokoh-tokoh pembuat sejarah yang kepalang banyak itu.

Tapi mungkin bisa dikata tidak enak juga umur yang panjang. Dalam periode itu, sudah berapa banyak disaksikannya mereka yang pergi ke alam baka. Seolah-olah sang waktu sengaja memberinya kesempatan dalam rentetan duka-duka itu.

Bagi generasi terbaru tentu hidup lamanya Rosihan sangat bermanfaat. Sebab generasi baru jarang tahu tokoh-tokoh pemberi warna negeri ini. Katika mereka menghadap Penciptanya, seolah bersamaan terkubur pula kisah mereka. Di sinilah Rosihan muncul dengan tulisan kenangannya di berbagai media. Terkadang ketika membacanya, saya bertanya dalam hati: kapankah si penulis ini menyusul mereka?

Rosihan dan sosialisme

Rosihan adalah seorang sosialis. Ia kader Partai Sosialis Indonesia (PSI) bentukan Sutan Syahrir. Tapi, saya ragu dia adalah sosialis tulen—seperti keraguan banyak orang terhadap kader-kader PSI. Banyak pandangan negatif terhadap orang PSI yang terkesan elitis dan bergaya hidup burjois yang sangat bertolak belakang dengan apa yang seharusnya dilakukan seorang sosialis.

Saya pernah membaca tulisan Mochtar Lubis yang menyerang orang-orang PSI itu. Menurutnya mereka tidak pantas menjadi sosialis karena kerjanya minum wiski dan suka pesta. Apakah itu ditujukan salah satunya kepada Rosihan saya tidak tahu. Tapi, siapa pun tahu orang-orang PSI kemudian hanya menjadikan sosialis tak lebih dari sekedar gaya hidup itu sendiri.

Dari segi intelektualitas tidak ada yang meragukan mereka. Meski suara Pemilu 1955 kurang dari 3 persen, Syahrir telah berhasil membuat organisasi kecil tapi berpengaruh besar. Sayang, PSI dibubarkan karena beberapa kadernya terlibat PRRI dan Syahrir ditahan karena dituduh ikut mendalangi upaya pembunuhan Bung Karno.

Baru di awal Orde Baru orang-orang PSI berhasil mendapat jabatan politik. Sumitro, Soedjatmoko, dan lainnya menjadi tulang punggungnya Soeharto. Hanya, Rosihan tidak sempat memperolehnya termasuk keinginan menjadi menteri penerangan dan ketua PWI.

Meski begitu, Rosihan tidak perlu semua jabatan-jabatan yang tidak kekal itu. Warisnya kemudian bukanlah berapa banyak jabatan yang disandangnya; setinggi apa jenjang karirnya. Tapi seperti pada awal tulisan ini, Rosihan telah menjadi penghubung generasi sekarang dengan generasinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun