Mohon tunggu...
Sam Edy Yuswanto
Sam Edy Yuswanto Mohon Tunggu... Jurnalis - Hobi membaca dan menulis

Mukim di Kebumen. Karya tulisnya tersebar di berbagai media cetak dan online, lokal hingga nasional seperti Kompas Anak, Republika, Jawa Pos, Koran Jakarta, Radar Surabaya, Radar Bromo, Radar Banyumas, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, Merapi, Minggu Pagi, Lampung Post, Analisa, Bangka Pos, Kartini, Nova, dll.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Kisah Keteladanan Kiai Hasyim

18 Oktober 2018   07:26 Diperbarui: 18 Oktober 2018   15:40 676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selalu menarik tiap kita berbicara tentang kisah perjuangan para kiai dalam menegakkan syariat Islam di bumi pertiwi ini. Tak hanya sekadar berdakwah, mereka juga turut andil mengusir para penjajah yang ingin menguasai negeri ini.

 KH. Hasyim Asy’ari misalnya. Ia adalah salah satu sosok kiai yang begitu berwibawa dan berperangai mulia. Ia adalah sosok yang sangat layak dijadikan keteladanan oleh siapa saja, terlebih para generasi muda bangsa ini.

Kiai Hasyim merupakan tokoh pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sebuah ormas Islam terbesar di Indonesia. Kisah hidupnya selama berjuang di jalan Allah dan upayanya dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia sangat menarik disimak dan penuh dengan keteladanan. 

Aguk Irawan MN, alumnus Pondok Pesantren Darul Ulum, Langitan, Widang, Tuban, berusaha mengisahkan perjalanan hidup Kiai Hasyim melalui novel biografi yang begitu memikat dan diberi judul “Penakluk Badai”.  

Dalam buku ini dikisahkan, bahwa Kiai Hasyim lebih besar dari NU yang didirikannya sendiri. Hidupnya didermakan demi Islam dan perjuangan, demi ilmu dan keluhuran, demi terang cahaya cinta dan kemerdekaan. 

Masa mudanya dihabiskan untuk menimba berbagai ilmu pengetahuan. Ia pergi menimba ilmu dari pesantren ke pesantren. Bahkan ia juga pergi mengembara ke Mekah dan Madinah, menimba ilmu di sana seraya mengharap barokahnya para ulama.

Di Gua Hira, Kiai Hasyim juga berkhalwat. Seakan-akan ingin merasakan kehadiran Rasul dalam dirinya, hingga memburailah cinta pada sang nabi dan keluarganya yang suci. Selama bermukim di Timur Tengah, ia juga terlibat berbagai organisasi keislaman, mencerap berbagai isu tentang Islam dan pembaharuan. 

Maka, tak heran bila akar agama semakin kuat dalam diri Kiai Hasyim. Sehingga ketika pulang, ia pun mendirikan Pesantren Tebuireng dan mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan kepada para santrinya (halaman 9).

Sejak kecil, Kiai Hasyim sudah terlihat tanda-tanda keistimewaannya. Bahkan sejak ia masih berada dalam kandungan Halimah, ibunya. Ia adalah bayi yang berbeda dengan bayi pada umumnya yang berada di dalam kandungan ibunya selama 9 bulan. Saat usia kandungan Halimah mencapai 9 bulan, tanda-tanda kelahiran Hasyim belum kunjung tampak.

Ketika usia kandungan Halimah telah mencapai 14 bulan, barulah ia merasakan tanda-tanda akan segera melahirkan. Ia pun segera memanggil-manggil Asy’ari, suaminya. Ketika Asy’ari datang, Halimah memintanya agar memanggilkan Nyai Layinah, ibu kandung Halimah. Ketika Nyai Layinah datang, beliau meminta menantunya agar segera memanggil dukun bayi di desa sebelah, untuk membantu persalinan Halimah.

Singkat cerita, Halimah melahirkan bayi laki-laki, tepatnya tanggal 14 Februari tahun 1871 Masehi. Bayi tersebut kemudian diberi nama Muhammad Hasyim bin Asy’ari. Saat bayi tersebut lahir, Nyai Layinah melihat ada tanda keistimewaan pada cucu lelakinya. Ia juga memiliki firasat yang baik, bahwa cucunya kelak akan menjadi seorang pemimpin atau ulama yang masyhur di zamannya (halaman 52).        

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun