Mohon tunggu...
Salsabila Pragita
Salsabila Pragita Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

————

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Hydrangea

24 Februari 2021   01:39 Diperbarui: 24 Februari 2021   01:43 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Epilog

Tahun 2019, di pertengahan bulan April…

Hujan kembali turun, kali ini lebih deras dibanding sebelumnya. Setengah jam yang lalu, matahari nyaris saja menampakkan cahaya silaunya, siang yang terang akan datang, jika saja awan mendung tak kembali menghalanginya. Akhir-akhir ini, cuaca memang begitu sulit ditebak.

Pada waktu seperti ini, café dengan dekorasi unik sepertinya menjadi pilihan yang tepat untuk menjadi tempat berteduh. Bersama secangkir coklat panas, dilengkapi dengan iringan musik klasik yang menenangkan. Benar-benar sempurna.

Di salah satu meja dalam ruangan café bernuansa retro, dua lelaki sebaya itu duduk berhadapan. Sepuluh menit telah berlalu sejak dua cangkir coklat panas tersaji di atas meja. Asap yang semula mengepul kini tak lagi nampa, hilang bersama angin.

Elang, satu di antara dua orang itu memilih untuk memusatkan pandangannya keluar jendela, menatap satu-persatu kendaraan yang melintas di atas jalan aspal yang basah itu. Pusat kota selalu menjadi tempat yang sibuk, bahkan di kala hujan seperti ini. Orang-orang harus mulai memikirkan keselamatan berkendara saat jalanan licin. Lalu setelahnya, pikiran-pikiran acak lain mulai menghampiri benaknya, nyaris saja membuatnya lupa bahwa kini seseorang duduk di hadapannya.

“Ini café yang nyaman dan menimbulkan kesan romantis. Seharusnya aku duduk di sini bersama seorang perempuan.” Dirga, seseorang yang nyaris diabaikan itu mulai bersuara, memecah keheningan.

Elang menoleh pada lawan bicaranya, meninggalkan kegiatan semulanya, namun tak langsung menyahut. Tangannya meraih cangkir di hadapannya, menyesapnya perlahan. “Karena itu kamu harus cari pacar dan mulai berkencan,” sahut Elang setelah meletakkan kembali cangkirnya.

“Pacar?” Dirga mengangkat sebelah alisnya, lantas tersenyum samar. “Pacar lebih dibutuhkan untuk seseorang yang gila kerja,” ujarnya, diiringi dengan tawa ringan. Elang tak membalas perkataannya.

“Jadi, apa kesibukan siswa teladan kita ini?” tanya Dirga. Ia menegakkan tubuhnya, wajahnya condong ke depan, menatap Elang penuh minat. Senyum jahil terbentuk di bibir tipisnya, membuat seorang di hadapannya itu berdecak pelan.

“Ya… ini dan itu,” jawab Elang sekenanya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun