Mohon tunggu...
Salsabila Pragita
Salsabila Pragita Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

————

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Hydrangea

24 Februari 2021   01:39 Diperbarui: 24 Februari 2021   01:43 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

-

Bahkan setalah Lintang menyelesaikan pengobatan pada luka di tangan Elang, muridnya itu masih enggan untuk membuka mulutnya. Lintang ingin untuk terus bertanya, ingin memastikan dugaannya tentang apa yang terjadi. Namun ia memilih urung. Jika dugaannya benar, maka bagaimana pun ia bertanya, Elang tak akan pernah menjawabnya.

“Entah sejak kapan kamu mulai seperti ini. Saya juga tak tahu tentang efek apa yang kamu dapatkan setelah melakukan hal seperti ini. Tapi Elang, ini jelas salah, saya yakin kamu pun tahu hal itu dengan sangat jelas,” ujar Lintang, matanya menatap Elang dengan sorot sendu.

Elang menoleh, membalas tatapa Lintang tepat pada iris legam gurunya itu. “Tidak bisakah… Bapak berpura-pura saja bahwa Bapak tak tahu apapun?” tanya Elang dengan suara bergetar, sorotnya dingin, namun matanya berkaca-kaca.

“Soal apa?”

“Betapa menyedihkannya saya. Reaksi yang Bapak tunjukkan sekarang, cukup untuk menjelaskan bahwa apa yang Bapak ketahui, bukan sekadar apa yang Bapak lihat hari ini.”

Lintang menghela napas pelan. “Apa bagimu kamu menyedihkan? Bagi saya kamu hanya berusaha terlalu keras. Kamu menekan dirimu sendiri dan mengabaikan fakta bahwa itu telah melebihi batas kemampuanmu. Sayangnya kamu hidup di antara orang-orang yang sama-sama mengabaikan batas itu. Maka kamu yang harus mengatakannya sendiri. Katakan sakit jika itu memang menyakitkan, katakan bahwa itu melelahkan jika kamu tak lagi sanggup melakukannya, jujurlah dan terima bahwa kamu manusia seperti yang lainnya. Ada batas-batas dalam dunia ini, yang tak akan bisa kamu tembus sekeras apapun kamu mencobanya.

“Itu sulit, saya tahu itu. Banyak orang lebih suka ‘berbicara’ dan ‘mendengar’. Tapi saya tidak ingin menjadi orang seperti itu. Jadi saya harap sekalipun tak bisa memberikan perubahan signifikan, saya harap kamu mengizinkan saya untuk mengulurkan tangan.”

Perasaan rumit dalam hatinya berkembang menjadi begitu kompleks ketika mendengar paparan panjang lebar itu. Elang merasa seolah seseorang tengah meremas hatinya, terasa begitu sesak dan sakit. Air mata yang sejak tadi ditahannya, kini kembali jatuh.

-

Bagian Ketujuh

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun