Mohon tunggu...
Salsabila Pragita
Salsabila Pragita Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

————

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Hydrangea

24 Februari 2021   01:39 Diperbarui: 24 Februari 2021   01:43 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

-

“Saya akan mengembalikan lembar perencanaan masa depanmu dan memberi kamu kesempatan untuk memperbaikinya,” ujar Lintang tiba-tiba, sesaat setelah lift yang membawa Elang turun tertutup.  

Dirga menoleh, menatap Lintang yang berdiri di sampingnya dengan pandangan bingung. “Saya merasa bahwa tidak ada isi yang harus saya perbaiki.”

Lintang memalingkan pandangannya, membalas tatapan Dirga. Matanya menunjukkan sorot serius, begitu berbeda dengan sorot yang tadi ia tunjukkan saat makan malam berlangsung. Bibirnya membentuk sebuah senyuman asimetris saat berkata, “Itu karena kamu hanya mengisi kolom nama.”

“Itu sangat sesuai dengan apa yang saya pikirkan tentang masa depan saya. Tidak rencana apapun, biarkan saja mengalir seperti air,” balas Dirga tenang.

“Apa kamu pikir ini lelucon? Sampai kapan kamu akan hidup seperti ini?” Lintang bertanya dengan suara yang sedkit lebih tinggi dari sebelumnya. Hal ini lantas membuat Dirga berdecak pelan, ia mengubah posisinya, kini berdiri menghadap gurunya itu.

“Biarkan saya bertanya satu hal pada Bapak,” ujar Dirga dengan mata yang menatap Lintang sama seriusnya. “Mengapa Bapak berbuat sejauh ini? Saya bukan keluarga atau kerabat dekat Bapak, bukankah kepedulian yang Bapak tunjukkan ini terkesan terlalu berlebihan?” tanya Dirga, pertanyaan yang sebenarnya sudah sejak lama ingin ia ketahui jawabannya.

Lintang terdiam sejenak, sedikit tak menduga jika Dirga akan mengajukan pertanyaan itu. Satu helaan napas terdengar, kini iris legamnya itu menatap sosok di hadapannya dengan sorot sendu. “Karena kamu mengingatkan saya pada diri saya di masa lalu. Kamu bermain-main seumur hidupmu, menganggap masa depan hanyalah bagian dari delusi. Hal yang saya khawatirkan adalah ketika suatu saat di masa depan, kamu akan menyesal karena mengecewakan orang-orang yang berharga bagimu, mereka yang memperdulikanmu, dan menaruh harapan yang besar terhadapmu. Saat waktu seperti datang, tidak akan ada yang bisa kamu lakukan karena waktu tidak akan bisa berjalan mundur.”

“Lagipula tidak ada seorang yang berharga bagi saya. Orang tidak waras mana yang menaruh harapan pada orang seperti saya?” Dirga membalas perkataan Lintang dengan suara rendah, matanya menatap tajam lurus ke depan, sementara bibirnya menyugingkan senyuman sinis, seolah meremehkan dirinya sendiri.

“Lalu bagaimana dengan dirimu sendiri? Bukankah kamu bertahan sampai sekarang karena menganggap dirimu sendiri berharga?” tanya Lintang, sebuah pertanyaan yang serupa tamparan tak kasat mata baginya.

“Ini jelas kepeduliaan, beliau mengkhawatirkanmu, itu membuatku sedikit tersentuh. Seseorang mengulurkan tangan padamu tanpa kamu minta, itu suatu hal yang harus kamu syukuri. Jika kamu tidak bisa melakukannya untuk dirimu sendiri, lakukanlah setidaknya untuk menunjukkan rasa terima kasih pada orang yang menaruh peduli padamu.”

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun