Mohon tunggu...
Salsabila Pragita
Salsabila Pragita Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

————

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Hydrangea

24 Februari 2021   01:39 Diperbarui: 24 Februari 2021   01:43 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

“Saya mengerjakan tugas kelompok di rumah teman,” Elang menjawab dengan pandangan tertunduk.

“Entah yang kamu katakan itu kebenaran atau bukan,” balas Guntur seraya melipat kedua tangannya di dada.

“Saya tidak berbohong, Ayah bisa bertanya langsung pada-“

“Bukan itu poin pentingnya,” Guntur berujar, memotong ucapan Elang. “Bukan itu yang ingin saya bahas.”

Elang menggerakkan bola matanya, memandang ekspresi rumit di wajah ayahnya.

“Saya mendapat laporan bahwa nilai-nilaimu menurun, bukan hanya itu, kamu juga menempati peringkat dua pada beberapa mata pelajaran. Apa itu benar, Elang?” Guntur bertanya dengan mata menatap tajam tepat pada sepasang iris coklat gelap milik putranya.

Elang meneguk liurnya sendiri, mengepalkan kedua tangannya, raut tegang tergambar jelas di wajahnya, matanya kembali menatap lantai.

“Saya minta maaf, itu karena saya kehilangan fokus akhir-akhir ini. Saya berjanji akan memperbaikinya,” Elang menjawab tanpa berani menatap ayahnya.

“Itu dia masalahnya,” balas Guntur, suaranya masih tenang seperti sebelumnya, namun tatapan tajam tak juga lepas dari matanya. Atmosfer semakin terasa mencekam setiap detiknya.

“Kamu kehilangan fokusmu karena terlalu banyak melakukan hal tidak berguna,”ujar Guntur, lantas mendekatkan wajahnya pada telinga Elang, membuat tubuh putranya itu menegang. “Jangan merasa bebas hanya karena telah menyelesaikan lima semester, kecuali jika kamu dapat memberi saya jaminan bahwa kamu bisa melakukan apa yang saya dan kakakmu lakukan,” Guntur berbisik dengan penekanan pada setiap kata yang ia ucapkan.

Elang mengepalkan tangannya kuat-kuat, tak diperdulikannya kuku-kuku yang melukai telapak tangannya, tak diperdulikannya luka pada telapak tangan kanan yang belum sepenuhnya mengering, kini kembali mengeluarkan darah. Kedua tangan ayahnya mencengkeram bahunya kuat-kuat, kembali berbisik, “Kamu telah membuat saya kecewa dengan gagal masuk SMA favorit di negara ini, jika kali ini kamu gagal lagi,” Guntur menjeda ucapannnya, lantas menoleh menatap wajah tegang putranya dari samping, “Saya tidak tahu apa yang akan saya lakukan padamu.”

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun