Mohon tunggu...
Salsabila Pragita
Salsabila Pragita Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

————

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Hydrangea

24 Februari 2021   01:39 Diperbarui: 24 Februari 2021   01:43 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

“Untuk memberimu pilihan.” Elang mengangkat bahunya tak acuh.

Dirga mengerutkan dahinya, tak mengerti akan kalimat yang baru saja Elang ucapkan. “Pilihan?”

“Persilahkan aku masuk lalu kita selesaikan tugas ini, karena kita, maksudnya, aku masih memiliki banyak hal untuk dikerjakan. Atau terus bersikap menyebalkan dan aku akan membalasnya seribu kali lipat,” Elang mengambil jeda pada kalimatnya, tersenyum miring sebelum melanjutkan, “Putuskanlah dengan bijak karena aku tidak pernah main-main dengan perkataanku.”

-

Elang Maharendra adalah tipikal menyebalkan yang lebih baik untuk dihindari. Setidaknya itulah yang Dirga ketahui mengenai kepribadian Elang lewat 6 tahun yang mereka habiskan sebagai rekan sekelas. Ia tak pernah tertarik untuk mengetahui lebih rinci, lagipula untuk apa? Namun sekarang, ia menyadari bahwa kenyataan yang ada benar-benar meleset dari penilaiannya saat itu. Elang Maharendra bukan hanya menyebalkan, tapi sangat menyebalkan hingga membuat Dirga ingin menendang wajahnya itu. Dan kini, orang menyebalkan itu tengah duduk di ruang tamunya dengan pandangan mengedar ke setiap sudut ruangan.

“Jadi sekarang aku berada di rumah artis terkenal Marisha Lee?” tanya Elang entah pada siapa. Bersamaan dengan itu, Dirga datang dengan dua gelas jus jeruk di tangannya.

“Siapa bilang ini rumah Marisha Lee?” Dirga balik bertanya setelah meletakkan dua gelas jus itu di atas meja. Elang menoleh, menatapnya bingung.

“Putranya tinggal di sini,” ujar Elang seraya menunjuk Dirga dengan jarinya.

“Apa anak dan ibu harus selalu tinggal bersama? Lagipula Marisha Lee punya banyak ‘tempat’ untuk kembali,” balas Dirga dingin.

Elang menghela napas pelan, sepertinya ia mengerti situasinya. “Ucapanmu agak terlalu kasar untuk seseorang yang telah bertaruh nyawa melahirkanmu,” ujarnya berkomentar.

“Apa kita hanya diizinkan mengatakan hal-hal yang baik tentang ‘seseorang yang telah bertaruh nyawa’ itu?” Dirga bertanya retoris.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun