-
Bagian Ketiga
Menghadapi Dirgantara Putra benar-benar membutuhkan kesabaran ekstra. Elang mengakui hal itu. Seumur hidup inilah adalah pertam kali baginya menemui orang yang sama keras kepalanya dengan dirinya, dan itu adalah hal sulit yang membuatnya ingin memaki setiap kali mengingatnya. Saat ia meminta Dirga menemuinya di perpustakaan sekolah untuk membahas tugas mereka, jangankan datang, Dirga bahkan mengabaikan seluruh pesan yang ia kirimkan. Lalu ketika Elang pergi memeriksa keberadaan Dirga di atap sekolah, seperti yang Lintang sarankan, ia hanya mendapati tempat itu kosong. Dirga memang benar-benar ingin membuatnya kesal. Sialnya itu tak hanya berlangsung sekali.
Dirga akan mengabaikan seluruh perkataan Elang setiap kali dirinya datang ke atap sekolah untuk menjelaskan perkembangan tugas mereka. Dirga akan mengabaikan apapun pesan yang dikirimkannya. Terakhir, Dirga selalu menghilang setiap kali Elang mencari keberadaannya di atap sekolah saat ia telah terlalu lama menunggunya di perpustakaan. Semua itu nyaris membuat kesabaran Elang habis. Jika saja tak mengingat tentang apa yang Lintang janjikan padanya, Elang bersumpah bahwa ia tak akan sudi melakukan hal semacam ini.
Alasan-alasan itulah yang membuat Elang pada akhirnya memutuskan untuk melakukan ini. Jika Dirga berpikir bahwa sikap menyebalkannya dapat membuat Elang menyerah, maka Dirga salah besar. Elang telah dibesarkan untuk tidak menjadi seseorang yang akan mengaku kalah dengan mudah, dan itu berlaku pada seluruh aspek kehidupannya.
Maka di sinilah Elang sekarang, di depan pintu apartemen Dirga. Tidak perlu ditanyakan tentang bagaimana ia mendapatkan alamat rumah siswa malas ini. Itu perkara mudah baginya.
Pintu terbuka beberapa saat setelah Elang menekan bel. Ketika itu, didapatinya wajah terkejut Dirga, bercampur dengan raut jengkel yang begitu kentara.
“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Dirga tanpa sedikitpun keramahtamahan dalam suaranya.
“Kamu tidak pernah datang setiap kali aku memintamu datang ke perpustakaan. Aku selalu berakhir mengerjakan semuanya sendirian, padahal ini tugas kelompok. Aku pikir kamu tidak terlalu nyaman dengan suasana perpustakaan sekolah, jadi aku datang untuk membahas tugas kita di rumahmu.” Elang menjawab dengan nada tenangnya yang khas, nada tenang yang membuat Dirga kesal setiap kali mendengarnya.
“Jika seseorang tidak pernah datang setiap kali kamu memintanya, bukankah artinya sudah jelas? Apa kamu tidak tahu apa yang disebut makna tersirat?” Dirga membalas dengan suara penuh penekanan, pada akhir kalimatnya, ia memperingatkan kembali ucapan Elang tempo hari.
“Ya, itu sangat jelas. Artinya kamu tidak sudi untuk datang.”
“Kalau kamu sudah tahu, lalu mengapa kamu tetap datang? Apa kamu memiliki masalah dengan otakmu?”