Alangkah lebih baik jika ITP lebih mengedukasi kearah 'tidak pacaran dan menikah pada usia yang tepat', dibandingkan kampanye 'nikah muda dibanding pacaran' yang mereka sebarkan.
Selain kontroversi diatas, banyak pula yang berspekulasi bahwa gerakan ITP tidak sekedar gerakan menolak berpacaran, tetapi juga merupakan bisnis. Kenapa? Karena untuk mendapatkan 'ilmu' mengenai buruknya berpacaran kita harus menjadi anggota dari gerakan ini.Â
Biaya pendaftaran anggota pun tidak bisa dibilang murah, seorang yang mau mengikuti gerakan ini perlu merogoh kocek hampir Rp 200 ribu dengan fasilitas yang didapat ialah souvenir ITP, akses menjadi reseller souvenir dan buku-buku ITP, serta berhak masuk ke jejaring media sosial resmi ITP seperti grup Facebook, Line, dan lain sebagainya.Â
Tetapi perihal bisnis tersebut ditentang oleh La Ode sendiri, ia berkata bahwa ITP tidak mencari untung dan alasan adanya biaya pendaftaran dikarenakan akan mendapatkan pembinaan khusus. Namun, apabila mengalikan jumlah anggota ITP yang disebut mencapai 20 ribu orang, dapat diketahui bahwa pendapatan gerakan ini mencapai lebih dari Rp 2 miliar.
Namun, apabila mengesampingkan kontroversi-kontroversinya, jika melihat gerakan ini secara garis luar dan dengan pandangan secara agama, ITP memang melakukan tindakan yang 'benar' karena bertujuan untuk menjau
hkan para remaja dari pacaran yang merupakan 'dosa' dan 'mendekati zina'. Tapi hal tersebut berubah ceritanya apabila diteliti lebih dalam, gerakan ini memiliki 'kesalahan-kesalahan' yang menyebabkan gerakan anti-pacaran ini menjadi kontroversi di kalangan masyarakat.
Berpacaran atau tidak merupakan pilihan dan urusan pribadi seseorang. Setiap orang mempunyai hak untuk melakukan apa yang ingin lakukan. Apabila hal tersebut tidak merugikan masyarakat luas, kenapa harus mendapatkan 'larangan' dari masyarakat?Â
Tak perlu meneriaki orang berpacaran sebagai pendosa karena hal tersebut merupakan urusan pribadinya, tak perlu juga memaksa orang lain untuk tidak pacaran apalagi didorong untuk nikah muda karena pernikahan bukanlah hal yang sepele dan perlu banyak perhitungan.Â
Jika memang tujuannya ingin menjauhkan remaja dari perbuatan dosa, hal itu sebenernya dapat tercapai hanya dengan mengedukasi dan membimbing generasi muda dengan benar, tidak perlu dengan narasi yang menyudutkan apalagi mendiskriminasi remaja yang memilih untuk berpacaran.
Referensi: