Mohon tunggu...
Salmun Ndun
Salmun Ndun Mohon Tunggu... Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain

Membaca itu sehat dan menulis itu hebat. Membaca adalah menghela dunia masuki pikiran dan menulis adalah mengantar pikiran masuki dunia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Refleksi Ibadah Minggu: Berkaca dari Masa Lalu, Berharga untuk Masa Depan

6 Juli 2025   04:36 Diperbarui: 6 Juli 2025   04:36 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input gambar: pinterest.com

REFLEKSI IBADAH MINGGU: BERKACA DARI MASA LALU, BERHARGA UNTUK MASA DEPAN

*Salmun Ndun,S.Pd., Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain, Kab. Rote Ndao

Bulan Pendidikan kembali menyapa umat GMIT sebagai momen penting untuk berhenti sejenak, melihat ke belakang, dan menata langkah ke depan dalam dunia pendidikan. Ini bukan sekadar agenda tahunan, melainkan undangan rohani bagi seluruh warga gereja untuk merefleksikan peran dan tanggung jawabnya dalam membangun generasi yang cerdas, beriman, dan berkarakter.

Di tengah tantangan zaman yang terus berubah, pendidikan pada sekolah-sekolah di wilayah pelayanan GMIT tidak hanya berbicara tentang kecakapan akademik, tetapi juga tentang pewarisan nilai-nilai iman, kasih, dan keadilan. Bulan Pendidikan menjadi kesempatan emas untuk mengevaluasi sejauh mana gereja telah hadir, terlibat, dan menjadi terang dalam dunia pendidikan, serta merumuskan kembali komitmen bersama demi menciptakan ekosistem pendidikan yang bermutu dan membebaskan, sebagaimana yang dikehendaki oleh Tuhan.

Input gambar: gppmaceh.com
Input gambar: gppmaceh.com
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering dihadapkan pada pilihan untuk terus melaju tanpa menoleh ke belakang, seolah masa lalu tak lagi relevan dengan perjalanan kita hari ini. Namun sesungguhnya, masa lalu menyimpan banyak pelajaran yang bisa membentuk cara kita memahami hidup dan menjalani masa depan. Pengalaman-pengalaman pribadi, kisah keluarga, maupun perjalanan suatu komunitas atau bangsa menjadi bagian dari mozaik yang perlu direnungkan, bukan dilupakan.

Dalam terang itulah, Mazmur 78:1--16 hadir sebagai sebuah undangan untuk mengingat kembali karya Allah dalam sejarah, bukan semata sebagai nostalgia, tetapi sebagai fondasi iman yang kokoh. Pemazmur membuka renungannya dengan seruan yang menggugah hati: "Hai umatku, berilah telinga kepada pengajaranku, pasanglah telingamu kepada ucapan mulutku." (ay.1). Ini adalah ajakan yang kuat, bukan hanya untuk mendengar secara lahiriah, tetapi untuk membuka hati agar kebenaran Tuhan masuk dan membentuk cara pandang kita terhadap kehidupan, sejarah, dan masa depan. Pemazmur mengingatkan bahwa sejarah iman bukan sekadar kumpulan cerita masa lampau, tetapi kesaksian hidup yang memuat kebijaksanaan, peringatan, dan pengharapan.

Input gambar: klikbmi.com
Input gambar: klikbmi.com
Dalam dunia yang sering tergesa-gesa dan mudah melupakan, momen refleksi ini menjadi sangat berharga. Sebuah kesempatan untuk berhenti sejenak, menoleh ke belakang, dan menyimak kembali jejak karya Tuhan yang nyata dalam sejarah. Kisah-kisah tentang keajaiban di padang gurun, pelanggaran umat, dan kesetiaan Allah menjadi cermin bagi generasi kini agar tidak mengulangi kesalahan yang sama, melainkan menumbuhkan iman yang lebih teguh. Merenung atas masa lalu bukanlah tindakan pasif, melainkan langkah aktif dalam membentuk kesadaran rohani yang mendalam bahwa setiap pengalaman iman yang diwariskan adalah pelita bagi langkah kita ke depan.

Terdapat dua sisi perjalanan umat Israel dalam konteks bacaan ini: saat mereka hidup setia kepada Allah dan saat mereka jatuh dalam ketidaktaatan. Ayat 5--8 menunjukkan bahwa Tuhan telah menetapkan hukum dan peringatan agar generasi demi generasi mengenal-Nya, menaruh harap kepada-Nya, dan tidak melupakan perbuatan-perbuatan-Nya yang besar. Namun kenyataannya, umat sering kali berpaling, bersikap tegar hati, dan mengulangi kesalahan yang sama seperti nenek moyang mereka.

Dari sini, kita belajar bahwa iman tidak cukup diwariskan lewat kata-kata, tetapi harus dihidupi dan diteladankan. Masa lalu menjadi cermin untuk melihat betapa mudahnya manusia melupakan Tuhan ketika hidup nyaman, dan betapa pentingnya menjaga hati agar tetap setia. Kesetiaan dan kejatuhan umat menjadi pelajaran berharga bagi kita hari ini: agar tidak hanya mengingat Tuhan saat terdesak, tetapi menjadikan-Nya pusat dari setiap langkah kehidupan.

Sering kali umat gagal menunjukkan kesetiaan, tetapi Tuhan tetap menyatakan kasih dan kuasa-Nya dengan luar biasa. Allah terus membimbing umat Israel melewati berbagai tantangan, membelah laut, memimpin dengan tiang awan, memberi air dari gunung batu dan semuanya adalah bukti nyata penyertaan-Nya yang setia. Tindakan Allah ini bukan karena umat layak, tetapi karena kasih-Nya yang tidak berubah.

Input gambar: katalucuheboh.blogspot.com
Input gambar: katalucuheboh.blogspot.com
Di tengah ketidaktaatan dan keluh kesah umat, Tuhan tetap hadir, menopang, dan memberi jalan keluar. Ini menjadi pengingat bagi kita bahwa kesetiaan Allah tidak bergantung pada kebaikan manusia, tetapi pada karakter-Nya sendiri yang penuh kasih dan pengampunan. Dalam refleksi ini, kita diajak untuk tidak menyia-nyiakan kasih karunia-Nya, melainkan menjadikannya sebagai kekuatan untuk memperbarui hidup dan belajar berjalan lebih dekat dengan-Nya setiap hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun