Mohon tunggu...
Salmun Ndun
Salmun Ndun Mohon Tunggu... Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain

Membaca itu sehat dan menulis itu hebat. Membaca adalah menghela dunia masuki pikiran dan menulis adalah mengantar pikiran masuki dunia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Siapa Bertanggung Jawab? Dilema Dana, Regulasi, dan Prioritas Perbaikan Jalan Rusak

7 Juni 2025   05:24 Diperbarui: 7 Juni 2025   05:48 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input gambar: indonesiapos.co.id

SIAPA BERTANGGUNG JAWAB? DILEMA DANA, REGULASI, DAN PRIORITAS PERBAIKAN JALAN RUSAK

*Salmun Ndun,S.Pd., Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain, Kab. Rote Ndao

Jalan merupakan infrastruktur vital yang menunjang mobilitas masyarakat, roda ekonomi, serta akses layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan. Namun, di berbagai wilayah Indonesia, kondisi jalan yang rusak parah justru menjadi pemandangan sehari-hari. Dari jalan berlubang yang mengancam keselamatan hingga akses putus yang mengisolasi desa, persoalan ini menimbulkan keresahan publik. Tidak jarang masyarakat turun tangan memperbaiki jalan secara swadaya karena merasa diabaikan.

Di tengah situasi ini, muncul pertanyaan besar: siapa yang sebenarnya bertanggung jawab atas kerusakan jalan? Di balik persoalan ini tersembunyi kerumitan regulasi kewenangan, keterbatasan dana, dan tarik ulur prioritas pembangunan yang kerap kali menjadikan masalah jalan rusak terus berulang dari tahun ke tahun tanpa solusi yang tuntas. Salah satu akar persoalan dalam penanganan jalan rusak terletak pada tumpang tindih regulasi dan pembagian kewenangan antar level pemerintahan.

Input gambar: aceh.co.id
Input gambar: aceh.co.id
Menurut Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, bahwa jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan unsur penting dalam pengembangan kehidupan berbangsa dan bernegara, dalam pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa, wilayah negara, dan fungsi masyarakat serta dalam memajukan kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penanganan jalan dibagi berdasarkan statusnya: jalan nasional menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, jalan provinsi oleh pemerintah provinsi, dan jalan kabupaten/kota oleh pemerintah daerah masing-masing.

Namun, dalam praktiknya, sering kali ditemui ketidakjelasan batas status jalan yang menimbulkan kebingungan, bahkan saling lempar tanggung jawab antar instansi. Tidak jarang ditemukan jalan yang secara teknis berstatus kabupaten namun berada di wilayah strategis nasional, atau sebaliknya. Ketidaksinkronan data, minimnya koordinasi, serta lemahnya pengawasan menjadikan banyak jalan rusak tak kunjung disentuh perbaikan, karena tidak ada pihak yang benar-benar merasa wajib untuk menanganinya.

Di samping persoalan regulasi, keterbatasan anggaran juga menjadi kendala utama dalam perbaikan jalan rusak. Banyak pemerintah daerah yang menghadapi realitas fiskal sempit, di mana alokasi dana harus dibagi untuk berbagai kebutuhan mendesak lainnya, seperti pendidikan, kesehatan, dan penanganan bencana. Kondisi ini diperparah dengan ketergantungan pada dana transfer dari pemerintah pusat yang kadang terlambat cair atau tidak sesuai dengan kebutuhan riil di lapangan.

Akibatnya, jalan yang rusak sering kali tidak menjadi prioritas, terutama jika lokasinya jauh dari pusat kota atau tidak masuk dalam agenda strategis politik daerah. Di sisi lain, tidak jarang proyek pembangunan jalan baru lebih diprioritaskan karena dianggap lebih "menguntungkan" secara politis dibanding pemeliharaan jalan yang sudah ada. Akumulasi kondisi ini menciptakan dilema antara kebutuhan mendesak rakyat dan orientasi kebijakan yang sering kali tidak berpihak pada pelayanan dasar.

Input gambar: malaysiaaktif.my
Input gambar: malaysiaaktif.my
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa di sejumlah titik jalan rusak, warga mulai kehilangan kesabaran dan mengambil tindakan spontan sebagai bentuk protes. Di beberapa daerah, terlihat warga menanam pohon pisang atau pohon kelapa di tengah lubang jalan sebagai simbol sindiran terhadap lambannya penanganan dari pemerintah. Bahkan ada yang memblokir jalan dengan menaruh batu, ban bekas, dan potongan kayu agar kendaraan tidak melintas dan merasakan langsung dampak kerusakan tersebut.

Aksi-aksi ini bukan sekadar bentuk kekesalan, tetapi juga menjadi cara warga untuk menarik perhatian dan mendesak pemerintah agar segera turun tangan. Ketika suara rakyat tak didengar, mereka menyampaikan pesan melalui tindakan yang terkadang ekstrem untuk menggugah publik dan pihak berwenang. Ini menjadi peringatan bahwa ketidakseriusan dalam menangani infrastruktur dasar dapat berujung pada krisis kepercayaan terhadap pemerintah.

Input gambar: jtvmadiun.com
Input gambar: jtvmadiun.com
Mencermati fakta terhadap kondisi jalan rusak bukan sekadar persoalan estetika atau kenyamanan, tetapi menyangkut keselamatan jiwa dan keberlangsungan aktivitas masyarakat. Lubang besar, permukaan jalan yang tidak rata, hingga kerusakan total pada ruas jalan tertentu telah menyebabkan terjadinya banyak kecelakaan lalu lintas, bahkan menelan korban jiwa. Selain itu, distribusi barang dan jasa menjadi terhambat, memicu kenaikan biaya logistik dan memperlambat pertumbuhan ekonomi lokal, terutama di daerah terpencil. Siswa sulit ke sekolah, pasien terlambat dibawa ke rumah sakit, dan petani kesulitan menjual hasil panennya. Ketika perbaikan jalan terus-menerus tertunda, yang rusak bukan hanya jalan, tetapi juga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun