PERLUKAH SEORANG PELAYAN GELISAH? MEMAKNAI PANGGILAN UNTUK BERTUMBUH DAN BERKEMBANGNYA PELAYANAN
*Salmun Ndun,S.Pd., Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain, Kab. Rote Ndao
Dalam menjalani peran sebagai pelayan, baik dalam bidang keagamaan, sosial, pendidikan, maupun profesi lainnya, seseorang sering dihadapkan pada berbagai tantangan yang memicu kegelisahan. Kegelisahan ini dapat muncul dari banyak faktor, seperti rasa tanggung jawab yang besar, ekspektasi dari orang lain, keterbatasan pribadi, atau bahkan ketidakseimbangan antara harapan dan kenyataan di lapangan.
Tidak jarang, seorang pelayan merasa terbebani oleh perasaan bahwa apa yang telah ia lakukan belum cukup atau belum memberikan dampak yang maksimal. Namun, apakah kegelisahan dalam pelayanan adalah sesuatu yang harus dihindari? Ataukah justru dapat menjadi pemicu bagi pertumbuhan dan perkembangan pelayanan itu sendiri?
Dalam refleksi ini, kita akan menggali lebih dalam tentang makna kegelisahan dalam pelayanan, apakah ia menjadi hambatan atau justru sebuah panggilan untuk bertumbuh dan memperbaiki kualitas pengabdian. Dengan memahami dinamika kegelisahan ini, seorang pelayan dapat menemukan keseimbangan antara ketenangan batin dan dorongan untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan, sehingga setiap langkah yang diambil bukan hanya menjadi rutinitas, tetapi juga bagian dari perjalanan pertumbuhan yang bermakna.
Kegelisahan dalam pelayanan adalah sebuah fenomena yang sering kali tidak dapat dihindari, terutama bagi mereka yang memiliki dedikasi tinggi terhadap tugas dan tanggung jawabnya. Kegelisahan ini dapat muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari rasa tidak puas terhadap hasil kerja, kekhawatiran akan ekspektasi yang tidak terpenuhi, hingga ketakutan akan ketidakmampuan untuk memberikan yang terbaik bagi orang-orang yang dilayani. Â Dalam banyak kasus, kegelisahan muncul karena pelayan merasa terbebani oleh harapan besar, baik dari dirinya sendiri maupun dari lingkungan sekitar. Tantangan ini semakin kompleks ketika dihadapkan pada keterbatasan sumber daya, waktu, serta dinamika sosial yang terus berubah. Namun, di balik semua tantangan tersebut, kegelisahan sebenarnya dapat menjadi peluang untuk berkembang. Ketika diolah dengan baik, perasaan gelisah dapat menjadi bahan refleksi yang mendorong seseorang untuk mengevaluasi kembali cara ia melayani, mencari inovasi, dan meningkatkan kapasitas diri.
Dengan kata lain, kegelisahan bukan hanya sekadar beban, tetapi juga bisa menjadi sinyal bahwa ada sesuatu yang perlu diperbaiki atau ditingkatkan. Oleh karena itu, penting bagi seorang pelayan untuk tidak sekadar menghindari kegelisahan, tetapi justru memanfaatkannya sebagai energi untuk terus belajar, beradaptasi, dan menciptakan perubahan yang lebih baik dalam pelayanan.
Menjadikan Kegelisahan sebagai Jalan Pertumbuhan
Kegelisahan, jika dikelola dengan bijak, dapat menjadi jalan yang mendorong pertumbuhan pribadi dan perkembangan dalam pelayanan. Alih-alih dianggap sebagai beban yang melemahkan semangat, kegelisahan dapat berfungsi sebagai alarm yang menyadarkan seorang pelayan akan adanya aspek-aspek yang perlu diperbaiki atau ditingkatkan. Ketika seseorang merasa gelisah karena merasa belum cukup baik dalam melayani, hal ini sebenarnya bisa menjadi pemicu untuk belajar lebih banyak, mengasah keterampilan, dan meningkatkan kualitas pengabdian.
Namun, tidak semua bentuk kegelisahan berdampak positif. Kegelisahan yang tidak terarah dapat menimbulkan ketakutan berlebih, kehilangan motivasi, bahkan kelelahan mental yang berujung pada stagnasi. Oleh karena itu, penting bagi seorang pelayan untuk membedakan antara kegelisahan yang membangun dan yang melemahkan. Salah satu cara untuk menjadikan kegelisahan sebagai kekuatan adalah dengan melakukan refleksi secara berkala, mencari umpan balik, serta membuka diri terhadap proses pembelajaran yang berkelanjutan.