Mohon tunggu...
Salma Sakhira Zahra
Salma Sakhira Zahra Mohon Tunggu... Freelancer - Lahir di Jakarta, 28 Februari 2002. Alumni TK Putra III (2007/2008), SDSN Bendungan Hilir 05 Pagi (2013/2014), dan SMPN 40 Jakarta (2016/2017). Kini bersekolah di SMAN 35 Jakarta.

Nama : Salma Sakhira Zahra TTL : Jakarta, 28 Februari 2002 Agama : Islam Jenis Kelamin : Perempuan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Setialah pada Air

9 September 2019   20:24 Diperbarui: 11 September 2019   21:26 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sub Tema : Para Penjaga Air

Judul
Setialah Pada Air

Hai Para Pembaca, Pencinta Baca, Pencinta Petunjuk, dan Pencinta Penulis (salam ini boleh atau tidak dihiraukan. Hahaha Penulis tidak mengharap Kawan). Kali ini kita berjumpa walau hanya tatap artikel yang berisi untaian kata penuh makna di sebuah blog yang memang diperuntukkan untuk orang yang mencari petunjuk layaknya kompas. Ya, The Power of Kompasiana Blogger, We are Here Now with Me and Kompas Reader.

Jadi begini Kawan, apakah ada yang mencintai air bagaikan cinta pada dirinya sendiri? Apa kau tak mempedulikan bagai anjing menggonggong kafilah berlalu? Atau normal saja seperti aktivitas Kawan yang pulang sekolah, pulang kuliah, pulang kerja, atau pulang dari berpergian?

Bagaimana dengan Penulisnya? Aku itu jujur pencinta air, terutama air minum.

(Semua orang cinta air minum yang Membuat Artikel!).

Tapi Kawan, air yang dimaksud berbeda. Air yang dimaksud adalah air mentah yang sudah dibersihkan menjadi air yang sudah bisa dipakai seperti sekarang untuk mencuci, mandi, memasak, dan lain sebagainya.

Jadi berbeda dengan air minum Pembaca Setia.

Terus, apa yang akan kita bahas? Yaitu kesetiaan kita pada air seperti kesetiaan kita menunggu jawaban. Bukan berarti karena setia kita tidak apa-apakan air atau membuang air bagai mengeluarkan perasaan karena terlalu cinta.

Sekarang Kawan, banyak air yang sudah tercemar. Lihat saja sungai atau kali yang sudah bukan wujud air. Zaman dahulu saja sungai bersih sampai para noni Belanda menaiki perahu dan mengelilingi salah satu wilayah di negara kita. Masa kita warga negaranya sendiri belum atau bahkan sudah tak merasakan hal itu lagi.

Air sudah hitam, semakin naik airnya, banyak sampah, ya walau sudah bersih tapi tetap saja itu terlihat tidak enak dipandang. Ya... walau saat Asian dan Para Asian Games 2018 lalu sudah dibersihkan dan diberi pewangi pula, tetap saja Kawan masih miris.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun