Mohon tunggu...
salman imaduddin
salman imaduddin Mohon Tunggu... Sales - Komunitas Ranggon Sastra

Control by eros

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Makrifat dan Filsafat Singkat Mengenal Manusia

17 Juni 2021   23:48 Diperbarui: 18 Juni 2021   01:24 864
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Merujuk pada penjelasan tersebut terbaca selaras dengan penjelasan sebuah proses penciptaan manusia dalam Al-Qur’an.   Allah menciptakan manusia dalam dua proses; Azali dan Alami. “Dan sesungguhnya kami telah menciptakan Adam dari tanah liat kering yang diberi beruntuk”(15:26) adalah penjelasan proses secara Azali yakni peran Allah sebaga pemilik kalimat dan tindakan “Kun Fayakun” tanpa campur tangan manusia lain. Namun bukan proses demikian yang dapat dikatakan selaras dengan pendapat Hegel. Melainkan proses Alami “Dan sesnungguhnya kami menciptakan manusia dari suatu saripati yang berasal dari tanah. Kemudian saripati itu kami jadikan air mani yang disimpan dirahim yang kokoh. Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah. Lalu darah itu Kami jadikan segumpal daging dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang. Lalu tulang belulang itu kami bungkus daging. Kemudian kami jadikan ia makhluk yang berbentuk lain....” (23: 12-16) dalam penjelasan ayat tersebut menunjukan sebuah proses penciptaan manusia yang tidak terlepas dari “pekerjaan” yang dibuat manusia sendiri. Terlahirnya sesosok bayi mungil anak manusia adalah hasil dari pekerjaan manusia seperti yang dikemukakan Hegel. Bukan tentang ada, tetapi tentang menjadi.


Dalam pemikiran Hegel yang dituliskan Matius Ali; juga menjelaskan bahwa manusia bukanlah substansi melainkan subjek, artinya ia adalah nyata selama ia adalah proses penempatan diri dari menjadi lain dengan dirinya sendiri. Artinya manusia harus selalu dinamis dan memang selalu dinamis dalam segala hal. Hegel juga menyampaikan manusia dalam hal ini sebagai subjek adalah negativitas. Pada beberapa ayat dalam Al-Qur’an juga menjelaskan beberapa tabiat manusia yang mengarah pada negativitas yaitu “keluh kesah”(70:19-21), “lemah”(4:28), “susah payah”(90:4). Meskipun dalam teks ayat dan teks Hegel tentang negetivitas yang dimaksudkan berbeda secara penyimpulan pencerapan penulis terdapat kesesuaian mengenai manusia yang tidak bisa terlepas dari segala bentuk kekurangan yang oleh Hegel kekurangan tersebut menjadi alat untuk mencapai sebuah perkembangan. Perkembangan tersebut dapat terjadi karena adanya alat indera pada manusia [dalam Al-Qur’an dijelaskan “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui apapun dan dia memberikan pendengaran, pengelihatan, dan hati, agar kamu bersyukur” (17:36)] bersyukur dalam ayat tersebut dapat diartikan memanfaatkan indera pemberian Allah tersebut. Kita tarik kembali pada Hegel, ringkasnya manusia adalah makhluk yang tidak bisa tidak berproses. Karena jika tidak berproses maka kenegativitasan manusia akan terus-menerus negatif dan hilang. Karena statis sama saja tidak menjadi yang lain dari dirinya sendiri, tidak berkembang, tidak ada, tidak nyata.


Hegel menjelaskan Negetivitas yang ia maksud adalah eksplisitasi dan negasi. Manusia dapat menemukan hakikat diri dalam sebuah negasi. Artinya manusia dapat menemukan jawaban atau pernyataan atau anggapan atau kenyataan ketika manusia itu berani mencoba menyangkal. Tidak selalu berterima dengan banyak hal. Dan kemudian menemukan jawabannya yang lebih dapat diaplikasikan. Eksplisitasi di sini saya terjemahkan menjadi penuangan atau pengungkapan. Penuangan pikirian manusia yang bergerak dengan sendirinya menjadi proses yang mengalir begitu saja, mau tidak mau. Dengan demikian eksplisitasi dan negasi dapat terjadi berbarengan ataupun bergantian. Bermunculan pertanyaan dan penyangkalan dalam benak maupun terucap dari manusia mengenai dirinya sendiri.  Dalam sebuah proses laku hidup yang tak bisa melepas fungsi inderawi yang sudah terpasang menimbulkan proses dialektika dikesehariannya.Kecurigaan-kecurigaan pun timbul seiring kepekaan akan rasa yang emotif, baik marah, tertawa, ataupun menangis. Manusia menjadi pemerhati atas dirinya sendiri, menjadi diri sebagai sebuah pertanyaan tentang keberadaannya sendiri.


Matius Ali juga menuliskan penjelasan Hegel dalam bukunya. Dialektika konsep Hegel adalah negativitas yang membawa kemajuan ke arah kebebasan yang lebih tinggi. Sebagai contoh, paham subjek versus substansi; proses versus kemapanan; negativitas versus positivitas. Jadi pola dasar dialektika adalah dialogis.


Berkaitan dengan manusia yang memiliki tabiat buruk, menjadi dasar yang harus dipahami dalam kenyataan. Jika sudah, maka proses pergerakan baik pikiran, maupun laku manusia akan selalu mengalami perbaikan. Dalam Al-Qur’an ayat pertama yang diturunkan pada Muhammad SAW “bacalah” Maka Muhammad menjawab “apa yang harus saya baca?”. Pola dialogis tersebut terjadi dalam pewahyuan Qur’an pada Rosulullah Muhammad. Lalu jawabannya lagi “dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan”. Proses dialektika terjadi sehingga Muhammad menemukan dirinya sendiri yang juga melalui kepekaan pergerakan pikirannya. Dalam ayat tersebut menjadi jawaban sekaligus penjelasan dengan kelanjutan-kelanjutan sampai keseluruhan wahyu yang turun pada Muhammad SAW. Meski menjadi jawaban dan penjelsan, dalam prosesnya Qur’an harus melalui negasi, baik dalam pikiran atau pengungkapan. Sehingga berujung pada puncaknya yaitu meyakini secara aplikatif berkehidupan. Selaras dengan pengungkapan Hegel setelah proses negasi (penyangkalan) kemudian saling membenarkan dan memajukan baik secara sadar atau secara niscaya.


Manusia memiliki potensi dalam dirinya berupa pikiran yang dapat mempertanyakan segala hal dan juga hati yang dapat meyakini suatu hal. Potensi tersebut bukanlah potensi yang spesial perorangan melainkan potensi yang merata bagi setiap manusia. “dan Allah mengeluarkanmu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui apapun, dan Dia memberikan kamu pendengaran, pengelihatan dan hati agar kamu bersyukur” (16:78)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun