Cerita ini sama sekali tidak berhubungan dengan mamalia berkantung asal Australia. Ini adalah dongeng menunggu senja yang sering diceritakan berulang-ulang semasa nenek saya (almarhum) masih segar bugar dan selalu setia menceritakan banyak hal kepada cucu-cucunya--termasuk saya tentu saja. KangGuru adalah figur protagonis yang mewakili generasi laki-laki tertua di keluarga dan meretas mimpi menjadi guru.
Tumbuh belia di masa pendudukan Jepang bukanlah hal yang mudah. Sekolah adalah barang mewah, terlebih bagi keluarga petani kebanyakan yang miskin. Selain alat tulis seadanya, seragam pun tidaklah mewah. Pada zaman jepang, kadang seragam terutama celana bukanlah berbahan katun. Tetapi diolah sedemikian rupa dari karung-karung goni yang gatal dan tidak jarang berkutu. Belajar sambil menggaruk adalah fenomena biasa.
Dalam situasi inilah KangGuru lahir. Sedemikian kuat niat bersekolah, apa pun dilakoni. Jika pagi berangkat sekolah, siang dan sore dihabiskan di sawah untuk macul (mencangkul) sambil sesekali mencuri waktu belajar. Malam hari sebelum tidur KangGuru kembali memanfaatkan waktu untuk belajar. Demikian seterusnya ... cerita ini terus berulang dan tanpa saya sadari sebagian besar cerita itu mengendap dalam alam bawah sadar saya.
Kisah KangGuru mengingatkan saya pada buku yang sangat menarik yang ditulis oleh Malcolm Gladwell berjudul Outliers. Penulis kelahiran Amerika-Jamaica ini menuliskan teorinya yang menarik tentang kesuksesan seseorang. "sering kali kita mencari pohon yang tinggi tanpa pernah melihat hutan di sekelilingnya," tukas Gladwell. Apa yang ia cari bukanlah pada figur yang hebat seperti Bill Gates yang berharga 60 miliar dolar, tetapi pada lingkungan, keluarga dan budaya yang mempengaruhi lahirnya seorang Gates.
Kita mengenal banyak orang pintar dan ambisius tapi tidak banyak di antara mereka yang berhasil menapaki tangga sukses. Mengapa? Jawaban yang disodorkan Gladwell adalah outliers. Dalam serangkaian contoh yang berhasil dia teliti, faktor sukses itu ternyata banyak berpijak pada aneka faktor di luar individu. Sembari membayangkan kehebatan sosok KangGuru yang tak kenal lelah mengejar mimpi, saya sekarang mendapatkan gambaran yang lebih lengkap. Ketika membayangkan banyak orangtua "menyimpan" anaknya di rumah, tentu butuh keberanian melepas tunas muda belia untuk belajar. Karena itu peran orangtua pastilah sangat besar untuk mendorong anaknya berhasil.
Dengan kesadaran ini, karena saya bekerja dengan buku dan berusaha menghadirkan buku bermutu, saya punya mimpi agar anak-anak tumbuh dengan mimpi-mimpi yang didapatnya dari buku. Dari bacaan-bacaan positif yang menemani mereka dewasa. Kisah KangGuru bisa ditulis ulang dengan menggunakan sosok atau figur lainnya yang layak menjadi idola anak-anak. Pak Habibie yang jenius dan pionir insiyur di industri pesawat terbang nusantara. Kisah Gus Dur pembela banyak golongan, Ibu Teresa dari Kolkata yang melayani sepenuh hati dan kisah-kisah lainnya yang menginspirasi anak-anak.
Saya sering kali memerhatikan bahwa kisah yang terlalu bertumpu pada dongeng putri yang diselamatkan pangeran sebenarnya sudah klise. Saatnya anak-anak diberikan bacaan yang berbeda, ketika justru sang putri menyelamatkan hidup pangeran pada kisah Mulan misalnya. Cerita-cerita ini perlu diperbanyak agar anak-anak, terutama anak perempuan, tidak tumbuh besar dengan cita-cita menjadi gadis cantik yang menunggu diselamatkan pangeran.
... sore itu sambil mendengarkan kisah-kisah nenek saya yang menarik, impian belia saya terlempar pada suatu masa ketika saya berubah menjadi sosok KangGuru yang dengan sedemikian tekun tanpa kenal lelah meraih mimpi-mimpi saya sendiri ....