Mohon tunggu...
Salman Akif Faylasuf
Salman Akif Faylasuf Mohon Tunggu... Mahasiswa - Alumni PP Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo Situbondo. Dan sekarang Nyantri di PP Nurul Jadid, sekaligus kader PMII Universitas Nurul Jadid Paiton Probolinggo. Penikmat Kajian keislaman dan filsafat.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Becoming

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Potret Raksasa Genius Persia

17 September 2021   21:37 Diperbarui: 17 September 2021   21:39 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Oleh: Salman Akif Faylasuf

Jika kita kembali telisik biografi-biografi pakar bahasa Arab, akan ditemui banyak sekali dari mereka adalah orang-orang Persia (Furs). Sebutlah, Sibawaih, Abu Ali al-Farisi, Abdul Qahir Al-Jurjani, Muhammad ibnu Abi Bakr Al-Razi, Imam Az-Zamakhsari, dan lain sebagainya.

Hampir kebanyakan penjaga ilmu-ilmu Islam adalah orang-orang Persia. Di Nahwu ada Sibawaih. Di Balaghah, ada Abdul Qahir Al-Jurjani. Di Tafsir, ada Imam Az-Zamakhsari, Fakhruddin Al-Razi, Qadhi Al-Baidhawi. Di Tasawwuf, ada Imam Junaid al-Baghdhadi, Al-Ghazali. Di Mantiq, Ibnu Abdillah Al-Katibiy, Saad Al-Din Masud bin Umar bin Abdullah al-Taftazani. Di Akidah, ada Adhuddin Al-Iji. Belum lagi di ilmu falsafah dan kedokteran, ada Ibnu Sina (Avicenna), Abu Bakar al-Razi. Ali Zainal Abidin, ahli bait yang paling alim dan zahid itu, ibunya orang Persia, istri Sayyidina Husain bin Ali bin Abi Thalib.

Tak hanya Imam Junaid al-Baghdhadi, di tasawwuf ada juga Imam Al-Ghazali. Kita tahu, Hujjatul Islam yaitu Al-Ghazali juga lahir di Persia. Siapa yang tak kenal dengan salah satu filsuf, teolog, dan sufi ini. Sungguh naif rasanya kalau para pelajar dan pemikir Islam tak mengenalnya. Tulisan-tulisannya menyebar kemana-mana, ada Ihya Ulumuddin, Al-Munqid Min Ad-Dhalal dan lain sebagainnya. Satu buku Al-Ghazali yang membuat para filsuf juga tak habis mengkritiknya, adalah Tahafut Al-Falasifah (kerancuan para filosof).

Dalam buku itu, Al-Ghazali memberikan reaksi keras terhadap Neo-platonisme Islam. Menurutnya banyak sekali terdapat kesalahan filsuf, terutama karena mereka tidak teliti seperti halnya dalam lapangan logika dan matematika. Karna itu, Al-Ghazali mengecam secara langsung dua tokoh Neo-Platonisme Muslim (Al-Farabi dan Ibn Sina), secara tidak langsung kepada Aristoteles, guru mereka. 

Kekeliruan Filsuf tersebut ada sebanyak 20 persoalan. Tiga persoalan dinyatakan kafir, karena pikiran-pikiran mereka sangat berlawanan dengan pendirian semua kaum muslimin. Pertama, alam kekal (qadim) atau abadi "tidak berawal." Kedua, Tuhan tidak mengetahui princian atau hal-hal partikular (juzziyat) yang terjadi di alam. Ketiga, pengingkaran terhadap kebangkitan jasmani (hasyr al-ajsad) di akhirat.

Membicarakan pemikiran Islam, lebih khususnya filsafat Islam, tentu tidak akan lengkap jika tidak mencantumkan nama Al-Ghazali. Orang ini memang unik, mumpuni berbagai hal dalam bidang pengetahuan. Karena itu, tak mengherankan bila banyak sebutan dialamatkan padanya, mulai dari teolog, fuqoha, filosof, bahkan sampai sebutan sufi. Banyaknya sebutan mencerminkan wawasan keilmuannya begitu luas dan dalam. Kita bisa melihat khazanah keilmuan Al-Ghazali dari karya-karyanya yang sangat banyak  dan masih tersimpan rapi hingga sekarang.

Imam Al-Ghazali atau lengkapnya Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Al-Ghazali At-Thusi (W 505/1111). Ia adalah seorang ulama yang hidup pada saat pemikiran keagamaan di dunia Islam yang sedang mengalami perkembangan dan keberagaman. Lahirnya berbagai pemikiran dan gagasan dari Al-Ghazali memberi warna dan corak intelektualitas di dunia Islam.

Di satu pihak, ia dikenal sebagai hujjatul-Islam dan disanjung-sanjung karena dinilai telah berhasil mempertahankan ajaran Islam dari berbagai pengaruh. Di pihak lain, ia menghadapi ajaran kebatinan yang merajarela saat itu "mengabaikan ibadah sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi."

Di samping dipuja, ia juga dinilai oleh para ahli takwil sebagai biangkerok kemunduran Islam karena dinilai sebagai anti filsafat. Lepas dari penilaian yang berbeda-beda, kenyataannya menunjukkan bahwa pemikiran Al-Ghazali telah banyak diikuti masyarakat Islam. Karya-karyanya tidak berhenti dibicarakan hingga sekarang, terutama Ihya Ulumuddin yang berisi filsafat etika dan tasawuf, banyak dipelajari oleh umat Islam maupun para orientalis. 

Pemikirannya tidak hanya mencakup ilmu agama atau masalah keislaman saja, melainkan juga ilmu pengetahuan umum. Itu sebabnya, pengaruh pemikiranya tidak hanya dibedah kaum timur-an saja, tetapi juga di dunia Barat-an cukup alot mendiskusikan pemikiran Al-Ghazali.

Akhirnya, setelah melakukan perjalanan ilmiahnya, melakukan kritik terhadap berbagai aliran pemikiran Islam kala itu, dan mencari kelebihan dan kelemahan masing-masing aliran itu, Al-Ghazali akhirnya menemukan tambatan hatinya dalam disiplin keilmuan tasawuf. Al-Ghazali menilai, hanya kelompok sufilah yang benar-benar berjalan di jalan Allah. Dia adalah pemilik keadaan, bukan orang-orang yang hanya ahli berkata-kata. Metode yang ditempuh adalah metode praksis dan teoritis (amal dan ilmu).

Pernyataan itu tertulis dalam bukunya Al-Munqid Min Ad-Dhalal: "aku mengetahui dengan penuh keyakinan bahwa orang-orang sufilah yang benar-benar berjalan di jalan Allah. Perilaku mereka adalah sebaik-baik perilaku. Jalan hidup mereka adalah sebaik-baik jalan hidup. Akhlak mereka adalah sebersih-bersihnya akhlak. Bahkan sekiranya digabungkan antara akal para filsuf, dan ilmu para ulama yang memahami rahasia-rahasia syariat, untuk mengubah dan menggantikan perilaku dan akhlak para sufi dengan yang lebih baik, mereka tidak akan mampu melakukanya."

Akhirnya kita tahu, Al-Ghazali merupakan sosok yang sangat unik dan menarik. Ini dapat dilihat dari lika-liku perjalanan hidupnya dalam mencari hakikat kebenaran. Mulai dari tasawuf, berpindah kepada kalam, filsafat, kembali ke tasawuf, hingga di akhir kehidupannya kembali ke mazhab salaf.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun