Mohon tunggu...
Salman Akif Faylasuf
Salman Akif Faylasuf Mohon Tunggu... Mahasiswa - Alumni PP Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo Situbondo. Dan sekarang Nyantri di PP Nurul Jadid, sekaligus kader PMII Universitas Nurul Jadid Paiton Probolinggo. Penikmat Kajian keislaman dan filsafat.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Becoming

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pentingnya Belajar Akhlaq Menurut Al-Ghazali

16 September 2021   21:29 Diperbarui: 16 September 2021   21:33 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Oleh: Salman Akif Faylasuf

Membicarakan pemikiran islam- filsafat Islam, tentu tidak akan lengkap jika tidak mencantumkan nama Al-Ghazali. Orang ini memang unik, memiliki kemampuan yang mumpuni di berbagai bidang pengetahuan. Karenanya, tidaklah mengherankan bila banyak sebutan yang dialamatkan terhadapnya. Mulai dari teolog, fuqoha, filosof, sufi, bahkan sampai sebutan Hujjatul Islam. banyaknya sebutan yang dialamatkan terhadapnya mencerminkan bahwa,  wawasan keilmuannya begitu luas dan dalam. Kita bisa melihat khazanah keilmuan Al-Ghazali dari karya-karyanya yang sangat banyak yang masih tersimpan rapi hingga sekarang. 

Salah  satunya kitab Ihya Ulumid Din. Sebuah kitab yang ditulis untuk memulihkan keseimbangan dan keselarasan, antara dimensi eksoterik dan esoterik Islam. Kitab ini ditulis  Al-Ghazali selama beberapa tahun dalam keadaan berpindah-pindah, antara Damaskus, Baitul Maqdis, Makkah dan Thus. Kitab ini merupakan perpaduan dari beberapa disiplin ilmu, diantaranya fiqh, tasawuf, dan filsafat. Kitab lain yang juga terkenal adalah Maqasid al-Falasifah. Kitab ini berisi ringkasan ilmu-ilmu filsafat, dijelaskan juga ilmu-ilmu mantiq atau logika, fisika, dan ilmu kalam.

Imam Al-Ghazali atau lengkapnya Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Al-Ghazali At-Thusi (W 505/1111). Ia adalah seorang ulama yang hidup pada saat pemikiran keagamaan di dunia Islam mengalami perkembangan dan keberagaman. Lahirnya pemikiran  dan gagasan dari Al-Ghazali memberi warna dan corak intelektualitas di dunia Islam. 

Di satu pihak ia dikenal sebagai hujjatul Islam, disanjung karena telah berhasil mempertahankan ajaran Islam dari berbagai pengaruh, dengan argumentasi yang jitu dalam menghadapi berbagai golongan filosof yang mendewakan rasio (akal). Di samping dipuja, ia di cap sebagai biang kerok kemunduran Islam, karena dianggap orang yang anti filsafat. 

Terlepas dari penilaian yang berbeda-beda, kenyataannya pemikiran Al-Ghazali banyak diikuti masyarakat Islam. Karya-karya kitab dan tulisannya tak berhenti dibicarakan, terutama Ihya Ulumid Din yang berisi filsafat etika (akhlaq) dan tasawuf, yang banyak dipelajari oleh umat Islam maupun para orientalis. Pemikirannya tidak hanya mencakup ilmu agama atau masalah keislaman saja, tetapi juga meliputi ilmu-ilmu pengetahuan umum. 

Pentingnya Moral (akhlaq) menurut Al-Ghazali

Dalam kitabnya, Mizan Al-Amal, akhlak merupakan bahan pemikiran bahan utama. Kebanyakan karya-karya akhirnya bersifat etis moralitas yang menjamin kebahagiaan sempurna. Teori etika yang dikembangkannya bersifat religus dan sufi. Hal itu terlihat jelas, penamaan Al-Ghazali terhadap ilmu pada karya-karya akhirnya, setelah dia menjadi sufi, tidak lagi mempergunakan Ilm akhlaq, tetapi dengan ilmu jalan akhirat (ilm thariqul akhirat) atau jalan yang dilalui para nabi dan leluhur shaleh (al-shalih). Ia juga menamakannya dengan  ilmu agama praktis (ilm al-muamalah). 

Ada tiga teori penting mengenai tujuan mempelajari akhlak, yaitu : (a) mempelajari akhlak sekedar sebagai studi murni teoritis, yang berusaha memahami ciri kesusilaan (moralitas), tetapi tanpa maksud mempengaruhi perilaku orang yang mempelajarinya. (b) mempelajari akhlak sehingga akan meningkatkan sikap dan perilaku sehari-hari. (c) karena akhlak adalah salah satu faktor subyek teoritis yang berkenaan dengan usaha menemukan kebenaran tentang hal-hal moral, maka dalam penyelidikan akhlak harus terdapat kritik yang terus-menerus mengenai standar moralitas yang ada, sehingga akhlak menjadi suatu subyek praktis, seakan-akan tanpa maunya sendiri.

Al-Ghazali setuju dengan teori kedua. Dia menyakatakan bahwa studi tentang ilmu Al-Muamalah dimaksudkan guna latihan kebiasaan. Tujuan latihan adalah untuk meningkatkan jiwa  agar kebahagiaan dapat dicapai di akhirat. Tanpa kajian ilmu ini, kebaikan tak dapat dicari dan keburukan tak dapat di hindari dengan sempurna. Prinsip-prinsip moral dipelajari dengan maksud menerapkan semuanya dalam kehidupan sehari-hari. 

Al-Ghazali menegaskan bahwa pengetahuan yang tidak diamalkan, tidak lebih  baik dari pada kebodohan. Berdasarkan pendapatnya ini, dapat dikatakan bahwa akhlak yang dikembangkan Al-Ghazali bercorak teologis, sebab ia menilai amal mengacu pada akibatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun