Mohon tunggu...
Salma  Ayunda
Salma Ayunda Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Tidak ada keterlambatan dalam berproses

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Wajarlah Cerdas, Orangtuanya Saja Seorang Guru dan Dokter

7 Mei 2021   23:41 Diperbarui: 7 Mei 2021   23:56 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Heyho Readers, bagaimana kabarnya? Sehat-sehat saja kan. Semoga kita senantiasa dalam lindungan Tuhan. Aamiiin. Oh iya, sebelum masuk pada pembahasan, penulis ingin belajar dari jawaban readers nih. Benar gak sih, kalau kecerdasan anak itu faktor keturunan? Atau kecerdasan anak di peroleh dari stimulasi yang anak dapatkan sejak usia dini? Menurut readers, mana jawaban yang benar? Yang pertama, yang kedua, atau dua-duanya benar? Tulis jawaban kalian di kolom komentar ya, jangan lupa untuk memberikan alasan atau teorinya.

Tulisan kali ini kita akan membahas sesuai dengan pertanyaan yang tadi sudah ada di pengantar. Iya, betul sekali. Kita akan membahas tentang "Intelegensi Anak Usia Dini". Sekarang, langsung saja kita akan melihat jawaban dari pertanyaan tadi. Jawabannya, keduanya benar. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya perbedaan pendapat dari para ahli. Pertama, pendapat dari William Stern yang menyatakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi kecerdasan seseorang adalah dari keturunan, artinya faktor lingkungan dan pendidikan sangat sedikit mempengaruhi kecerdasan seseorang. Sedangkan, ahli lain ada yang berpendapat bahwa pendidikan membuat kecerdasan seseorang lebih baik dari pada yang tidak berpendidikan. Hal tersebut selaras dengan pendapat Gardner yang menyatakan bahwa kecerdasan seseorang dapat di latih dan di tingkatkan. Dari semua pendapat tersebut ada benarnya. Sama halnya seperti yang kita lihat dan dengar pada kehidupan sehari-hari. Misalnya, ketika anak seorang guru mendapatkan juara pasti orang bilangnya, "Wajarlah, orang emang anaknya guru, orang tuanya cerdas pastilah anaknya juga cerdas". Namun sebaliknya, ketika orang mendengar anak seorang petani yang hanya lulusan sekolah dasar mendapatkan prestasi atau juara. Ada dua kemungkinan yang orang ucapkan, ada orang yang kagum dan terheran-heran ada juga orang yang menuduh yang tidak-tidak. Perkataan orang pada kemungkinan pertama, "Oh my god, hebat banget anak seorang petani bisa mendapatkan prestasi dan juara". Berbeda dengan perkataan orang pada kemungkinan kedua, "Halah, palingan juga mencontek temannya yang cerdas makanya bisa dapat juara". Bahkan, hal tersebut terjadi di lingkungan penulis. Ada anak seorang peternak Sapi yang sedang menempuh pendidikan sarjana. Tidak sedikit orang yang melontarkan kalimat tidak seharusnya kepada orang tuanya maupun anaknya, " Lawong pekerjaannya hanya peternak sapi sok-sok an anaknya di kuliah kan. Toh, nanti ujung-ujungnya juga menjadi mencari rumput". Mungkin persepsi-persepsi yang hanya menafsirkan kecerdasan adalah soal prestasi, juara, IQ tinggi itu harusnya kita ganti dengan penafsiran yang lebih luas. 

Orang sudah banyak tahu bahwa Tuhan menciptakan seseorang dengan pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Sekarang, kita bisa menafsirkan kecerdasan dengan ruang lingkup yang lebih luas melalui kemampuan-kemampuan yang dimiliki setiap orang sejak lahir. Begitu juga pada anak, mereka memiliki kemampuan yang berbeda-beda dengan keunikannya masing-masing. Kecerdasan bukan hanya soal kemampuan kognitif. Namun kecerdasan mencakup keragaman kemampuan yang dimiliki setiap jiwa manusia. Misalnya ada anak yang cerdas pada bidang seni musik dan suara, jadi mereka kurang mahir pada kemampuan kognitifnya. Begitupun sebaliknya, ada anak yang cerdas pada bidang akademiknya namun dia kurang mahir pada bidang keseniannya. Ada juga anak yang cerdas pada kedua bidang tersebut. Artinya, kecerdasan anak tidak hanya soal kemampuan akademik atau berpikirnya. Namun mencakup keaneka ragaman potensi yang dimiliki oleh setiap anak. Hal tersebut sesuai dengan pendapat dari Prof. Dr. Howard Gardner yang melahirkan teori tentang Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk/ Ganda) yang tertuang dalam karyanya dengan judul 'Frames Of Mind'. Karya Gardner tersebut menyanggah adanya pendapat yang menyatakan bahwa hanya anak atau orang yang memiliki IQ tinggi yang mampu mencapai keberhasilan hidup. Awalnya, kecerdasan majemuk ini hanya ada 8 jenis kecerdasan. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, kecerdasan majemuk ini berkembang menjadi 9 jenis kecerdasan. Hal ini akan kita bahas secara singkat pada tulisan kali ini. 

Berikut ini 9 jenis kecerdasan menurut Gardner :

1. Inteligensi Linguistik, Anak yang memiliki inteligensi linguistik ini umumnya mereka mampu membaca dan mengerti apa yang dibaca, cepat tanggap dalam memberikan umpan balik pada setiap pertanyaan ataupun pernyataan, mampu mendengar dengan baik dan juga memiliki perpusatakaan kata yang luas. Pengembangan anak pada kecerdasan linguistik ini dapat di stimulus dengan permainan yang berkaitan dengan kata seperti tebak kata, puisi, mendongeng, bercerita, pidato dan lain sebagainya. Anak yang memiliki kecerdasan linguistik ini mampu berprofesi di bidang jurnalistik, guru bahasa, wartawan, pustakawan, dan lain sebagainya.

2. Inteligensi Matematis-Logis, umumnya anak dengan kecerdasan ini mahir dalam bidang yang berhubungan dengan kerja otak atau bernalar dan accounting. Anak dengan kecerdasan ini biasanya suka mengamati sebuah objek, mampu mengenal dan mengerti sebab-akibat pada setiap kejadian dan pandai dalam menyelesaikan masalah yang menuntut pemikiran logis seperti berdebat. Kecerdasan ini bisa di latih dengan permainan yang dominannya dengan kerja otak seperti lego, muze, puzzle, rubik, balok, dan lain sejenisnya.

3. Inteligensi Ruang, keunikan yang dimiliki oleh anak dengan kecerdasan ruang ini adalah mahir dan tertarik di bidang karya seni seperi menggambar, melukis, membuat animasi, membuat patung, dan kaya akan khayalan, imajinasi dan inovasi. Pengasahan kecerdasan ini dapat dilakukan dengan memberikan permainan olah tangan seperti melukis, mewarna, membuat cerita gambar, puzzle atau dengan menonton film/ animasi. 

4. Inteligensi Kinestetik-Badani, anak yang memiliki kemampuan pada olah raga seperti menari, senam, pantomim dan lain sejenisnya. Kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengasah kecerdasan kinestetik-badani ini antara lain permainan field trip, role play, drama, menari ataupun senam. Sehingga anak dengan kecerdasan ini mampu memiliki potensi menjadi atlet, aktor/ aktris maupun model.

5. Inteligensi Musikal, anak yang memiliki kecerdasan dalam bidang seni musik dan suara itulah yang dimaksud dengan inteligensi musikal. Stimulasi yang bisa diberikan pada anak dengan menyanyi, bermain alat musik atau dengan menciptakan lagu.

6. Inteligensi Interpersonal, merupakan kemampuan untuk mengerti dan menjadi peka terhadap perasaan, intensi, motivasi, watak, dan temperamen orang lain. Anak yang memiliki kecerdasan ini memiliki konsep diri dalam kehidupannya, mampu mengontrol emosi, mandiri dan juga mampu menyalurkan pikiran dan perasaan dengan baik.

7. Inteligensi Intrapersonal, kemampuan yang berkaitan dengan pengetahuan akan diri sendiri serta mampu bertindak secara adaptif berdasar pengalaman yang di dapatkannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun