Mohon tunggu...
Salma Aini
Salma Aini Mohon Tunggu... Lainnya - Salma Luklu'ul Aini

Saya adalah makhluk sosial memiliki otak paling nesar dari makhluk-makhluk lain berjalan dengan dua kaki dan memiliki dua tangan. Saya akan belajar dan terus belajar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Siapa Bertanggung Jawab atas Kesenjangan Profesi di Indonesia?

16 Februari 2018   11:38 Diperbarui: 16 Februari 2018   19:05 762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: radarbanten.co.id

Guru merupakan sosok yang teladan bagi peserta didik. Dahulu, apapun perkataan guru selalu diikuti muridnya. Saat ini, zaman berganti dengan zaman milenial. Zaman yang begitu asiknya dengan apapun hal yang serba instan. Semua orang di zaman ini tidak merasakan kesulitan mencari hal yang dibutuhkan.

Makanan misalnya, hari ini kita bisa duduk dirumah menunggu makanan dikirim oleh GOJEK atau jasa ojek online lainnya. Toko-toko online juga menghadirkan ilustrasi keinstanan sebuah zaman. Kita tinggal duduk, mengkoneksikan android dengan internet, lalu klik pesan, dan tinggal menunggu pesanan itu sampai ke tangan kita. Pun dengan dunia pendidikan, kita bisa mencari semua hal yang kita butuhkan mengenai pendidikan di internet tanpa pergi ke perpustakaan atau bertemu dengan guru langsung. Sangat instan bukan?

Menarik alur waktu, coba kita telaah hal-hal yang terjadi pada masa lalu. Usaha mendapatkan sesuatu sangatlah sulit. Bahkan kita seperti sedang merangkak pada bukit berbatu karena susahnya. Terlepas dari itu, doktrin-doktrin guru pada masa lalu dan sekarang selayaknya berubah. Mengapa? Karena zaman mulai berubah dan keadaan masyarakatpun berubah. 

Pada zaman Indonesia baru merdeka dan mungkin saat ini, banyak guru yang menghambakan profesi-profesi mentereng. Terlebih lagi dokter. Pada zaman dulu, layak jika guru mendoktrin muridnya untuk menjadi dokter karena pada masa itu dokter merupakan profesi yang dibutuhkan dan sangat jarang ditemukan. 

Hasil dari pendidikan dan pembelajaran itu tidak terlihat langsung, melainkan butuh beberapa tahun untuk dapat mengetahui hasilnya. Dan sekarang, kita dapat melihat banyak hasil dari doktrin guru tersebut. Banyak dokter dan tenaga medis yang ahli disekitar kita. Bahkan, pada bulan Mei 2016 terhitung jumlah dokter di Indonesia adalah 110.270 orang. Tak dipungkiri bahwa jumlah itu semakin berkembang karena bertambahnya tahun. Jumlah tersebut melampaui target, namun penyebarannya tidak merata.

Lain halnya dengan profesi petani dan nelayan yang notabene profesi asli masyarakat Indonesia. Dahulu, banyak masyarakat Indonesia menjadi petani. Hingga Indonesia merupakan negara yang maju dalam sektor tersebut. Pada masa Presiden Soeharto Indonesia merubah statusnya dari negara pengimpor beras menjadi negara pengekspor beras karena swasembada beras yang berhasil. Tapi prestasi tersebut kian tahun menurun. Dan bahkan saat ini, Indonesia menjadi negara pengimpor beras. 

Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah membuka keran impor beras pada tahun 2018 sebanyak 500.000 ton beras akan diimpor dari Vietnam dan Thailand. Padahal kita sangat mengetahui bahwa Indonesia memiliki tanah dan sumber daya alam yang sangat melimpah. Bahkan statusnya menjadi negara agraris, tapi mengapa masih saja Indonesia mengimpor beras dari negara tetangga yang notabene wilayahnya tak seluas Indonesia?

Hal tersebut tak lepas dari peran guru dan orang tua. Selayaknya saat ini para guru dan juga orang tua mulai membuka pikiran. Bahwa tahun-tahun berikutnya Indonesia mengalami krisis pangan karena pola pikir yang menganggap lemah salah satu profesi, terutama petani. Padahal, bila kita telaah lebih lanjut petani merupakan profesi yang sangat dibutuhkan di negeri ini untuk mengembangkan sumber daya alamnya. 

Jika profesi tersebut berkurang, maka lahan pertanian tidak terurus. Selain itu, perbandingan antara tanah di Indonesia dan penduduknya sangatlah tidak seimbang. Maka, selayaknya kita memberikan inovasi-inovasi dalam sektor pertanian agar tidak ada lagi pengimporan-pengimporan beras dan makanan pokok lainnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun