Mohon tunggu...
salahudin tunjung seta
salahudin tunjung seta Mohon Tunggu... Administrasi - Individu Pembelajar

Mohon tinggalkan jejak berupa rating dan komentar. Mari saling menguntungkan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Juni dan Sejarah yang Harus Kita Kritisi

7 Juni 2020   17:44 Diperbarui: 8 Juni 2020   10:12 1306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Soekarno dan Soeharto, Sumber Gambar: istimewa

Oleh karena itu, Orde Baru melakukan berbagai upaya untuk mengeliminir pengaruh dan ajaran-ajaran Bung Karno dan mengaburkan peranan serta kontribusi Bung Karno dalam sejarah.

1 Juni 1945 Bukanlah Pengkultusan Individu

Saya pribadi tidak sepakat mengenai kultus individu. Hal tersebut adalah sesuatu yang buruk dalam iklim demokrasi. Namun menurut hemat saya kultus pribadi tidak dapat dikaitkan dengan suatu peran sejarah seorang tokoh bangsa. Yang menjadi salah adalah mengeliminir peran atau kontribusi seorang tokoh dalam sejarah bangsa. 

Apabila usaha untuk membuka tabir guna menemukan kebenaran sejarah dianggap merupakan suatu kesalahan, maka kita menjadi bangsa yang tidak mengerti syukur dan ditakutkan akan menjadi bangsa yang gamang serta kehilangan arah kedepan.

Karena sejarah tidak sekedar soal masa lalu, tetapi memberikan pelajaran untuk menjadi pijakan melangkah ke masa depan.

1 Juni 1945 merupakan fakta sejarah yang harus diungkapkan. Karena penafsiran sejarah orde baru guna melegitimasi kekuasaan dapat menyebabkan pada tercabutnya makna Pancasila itu sendiri. 

Sebagaimana dijelaskan oleh J.J. Rizal yang berangkat dari keterangan tertulis Bung Hatta yang ditujukan kepada Guntur Soekarnoputra pada 1980, bahwa dasar utama Pancasila sebagaimana tertulis pada Pembukaan UUD 1945 bersumber dari pidato Soekarno 1 Juni 1945.

Sehingga apabila membaca secara tekstual saja pada Pembukaan UUD 1945 tanpa menyelami Pidato 1 Juni 1945, maka akan mereduksi Pancasila itu sendiri.

Orde Baru lahir dan bertahan dengan dasar de-Soekarnoisasi yang dilakukannya. Usaha-usaha yang dilakukan tidak hanya menafsirkan sejarah, melarang peringatan hari lahir Pancasila pada 1 Juni, tetapi juga mereduksi ajaran-ajaran Soekarno. 

Lahirnya TAP MPRS Nomor XXVI/MPRS/1966 tentang Pembentukan Panitia Peneliti Ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno telah berhasil mereduksi ajaran-ajaran Bung Karno.

Tersistematisnya usaha-usaha yang dilakukan oleh Orde Baru menyebabkan, walaupun rezim militerisme ini sudah tumbang, ajaran-ajaran Bung Karno pun telah sulit untuk ditemukan akarnya, yang tersisa hanya slogan-slogan. Hal ini mengakibatkan adanya "kematian" pemikiran-pemikiran Bung Karno di era saat ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun