Mohon tunggu...
Saktya Alief Al Azhar
Saktya Alief Al Azhar Mohon Tunggu... Human Resources - Human Resources

Manusia yang hobinya nulis sana-sini. Kontak Person bisa lewat Email : saktyaalazhar1400005062@gmail.com. Dengan menulis disini semoga dapat bermanfaat untuk manusia yang membacanya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kamu Belajar untuk Bekerja? Semoga Tidak (1)

2 September 2017   13:36 Diperbarui: 2 September 2017   13:58 798
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendampingan dan konseling pada anak-anak putus sekolah (Dokumentasi Pribadi)

Pembuka yang Manis

Ternyata waktu 45 hari di sebuah desa pojokan kota Malang telah menyisakan banyak cerita dan kenangan serta pengalaman yang telah saya dapatkan. Selain membuat warga di sana memiliki motivasi dan minat untuk berwirausaha, di sana juga saya berinteraksi dan melaksanakan konseling kepada 3 anak yang tidak ingin bersekolah atau putus sekolah padahal umurnya masih 15 tahun loh...Bagaimana caranya? Apa yang harus saya lakukan ketika bersinggungan dengan hal seperti itu? Bingung...Pastinya bingung ingin melaksanakan konseling yang seperti apa dan tuntutan agar mereka bisa bersekolah kembali sangat kental. Harapan orang tua mereka untuk anak tersebut agar bisa bersekolah kembali sangat kuat.

Okelah, mungkin saya hanya seorang mahasiswa semester 7 yang belum banyak mengenyam pengalaman dalam mengkonseling orang-orang sepeti itu. Maka dari itu saya coba sebisa saya untuk mengetahui apa keinginan mereka sebenarnya dan mengapa mereka tidak lagi ingin kembali ke sekolah.

Di hari Selasa, 29 Agustus 2017 pukul 10.00 WIB, saya bersama dua teman saya menemui 3 anak yang bermasalah dengan pendidikannya tersebut. Sebut saja dengan inisial A, F dan B. Di sebuah rumah di desa tersebut, saya kumpulkan ketiga anak yang bermasalah tersebut beserta ibu mereka masing-masing.

Anak Berinisial A

Saya beserta teman-teman saya sangat mengenal ibu dari anak A ini, ibunya baik suka memberikan makanan kepada kami, tempat untuk kegiatan belajar mengajar anak-anak disana juga. Akan tetapi tanpa aku sadari, anak A ini berbeda dengan saudara-saudaranya yang masih memiliki motivasi belajar yang tinggi. Hanya anak A ini yang tidak bersekolah di keluarganya.

Anak A mengungkapkan dengan tegas bahwa dia sudah "TIDAK INGIN" melanjutkan sekolahnya kembali. Why? Ini berkaitan dengan masa lalunya yang memiliki pengalaman buruk dengan gurunya di sekolah. Gurunya selalu mencaci si A dengan kata-kata kotor karena terlalu sering bolos dan tidak taat dengan peraturan yang dibuat oleh sekolah.

Menurut James Patrick Chaplin (dalam Dictionary of Psychology, 1985) bahwasannya belajar dibatasi dengan dua macam rumusan. Rumusan pertama, belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman. Rumusan kedua, belajar ialah proses memperoleh respons-respons sebagai akibat adanya latihan khusus. Hal itu mempengaruhi bagaimana mereka dalam menerima dan menginterpretasikan apa yang mereka pelajari.

Oke, jika kita sama-sama mengaitkan dengan teori yang saya kutip dari J.P. Chaplin di atas, maka proses pembelajaran yang di lakukan oleh guru si A tersebut mempengaruhi penerimaan dan interpretasi dari si A terhadap pembelajaran selama ini. Akhirnya pun anak A tersebut lebih memilih untuk tidak bersekolah kembali daripada dicaci oleh gurunya tersebut. Dengan begitu pemikiran atau persepsi anak A terhadap pendidikan di sekolah akan selalu negatif sesuai dengan pengalaman yang dia dapat ketika bersekolah dan bertemu dengan guru seperti pengalamannya tersebut.

Alhasil, saya dan teman-teman saya bergiliran menceritakan pengalaman pribadi yang berhubungan dengan permasalahan yang dialami anak A tersebut. Agar nantinya anak A juga berfikir kembali bahwasannya pendidikan itu lebih penting untuk saat ini, sebagai wadah untuk belajar dan mencari teman sebanyak-banyaknya bukan sebagai tempat mencari karir nantinya.

Beberapa nasehat dan cerita akan pengalaman akhirnya membuat anak A ini berpikir kembali soal pendidikan dia saat ini. Muncul keinginan dia untuk masuk pondok pesantren untuk menambah keilmuan keagamaan dia, ada juga keinginan bersekolah tetapi tidak di sekolah yang sama dengan sekolah terakhirnya -- pindah sekolah -- karena dia tidak ingin bertemu dengan gurunya yang mencaci maki dirinya saat disekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun