Mohon tunggu...
Sailaga Rahadian
Sailaga Rahadian Mohon Tunggu... Guru - Asli akun saya sejak 2011. Pernah 2x ikut berkontribusi dalam penerbitan buku bersama para kompasioner.

Masih belajar nulis, ora mikir poin dan pangkat. Silahkan jika berkenan mampir; http://gurusatap.wordpress.com atau www.gurusatap.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

[FISUM] AKTUAL

18 Juli 2012   16:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:49 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Pukul dulu urusan belakangan," begitu kalimat yang pernah saya dengar. Dan dalam banyak hal sebenarnya pepatah ini dapat diterapkan. Tak percaya? Ya sudah, lha mau apa? Saya sungguh tak punya hak memaksa. he.he..

Karena sering terbaca dan terdengar, maka ungkapan itu pun tertanam dalam benak saya. Maka dalam banyak hal, saya seringkali asal maju duluan. Urusan lain belakangan. Bukankah rasa malu bisa dibuang sembarangan? Seperti misalnya saat saya masih hidup di kost-kost an. Ingin seperti teman yang lain, yang jika malam minggu ngapel ke kost mahasiswi, maka saya mengumpulkan segenap kemampuan untuk memberanikan diri. Bahkan saya belum tahu kost siapa yang akan saya sambangi. Tapi tentu, harus mahasiswi cantik yang akan saya apeli. Kalau misalnya harus ngapelin langit (mahasiswi paling jelek di kampusku) idih...sorry meriii... xixixi.. :P

Singkat kata saya memberanikan diri. Pukul dulu urusan belakangan. Saya datangi kost seorang mahasiswi yang wow, paling cantik di seantero negeri kampus ini. Mahasiswa cantik biasanya memang baik hati. Saya datang, disambut dengan senyuman. Maka lalu saya duduk dengan nyaman. Tapi eh, jadi bingung apa yang harus saya bicarakan. Lama tak ada ucapan, si doi menanyakan, "Mas, maaf, ada keperluan apa sebenarnya malam ini datang?"

Saya kaget, dan spontan menjawab, "Oh, maaf, rupanya kedatangan saya ke sini mengganggu ya?"

Emang cewek cantik nan baik hati, dia menjawab, "Bukan Mas, siapa tahu saja ada hal yang lupa. Mau pinjem buku atau apa kek. Kalau tidak ada ...."  Clep. tak dilanjutkan kata-katanya.

"Oh, bukan. Eh, maaf..saya tak hendak pinjem buku kok. Emm.. kalau menurutmu, saya ini ganteng nggak siech?" Saya asal saja bertanya, ketimbang tak ada yang dibicarakan.

"Ha.ha.ha.. ganteng sekali Mas, swer ewerewer.. mas itu ganteng sekali. Dan yakin dech, andaikan agak tinggian sedikit, saya pasti jatuh cinta sama Mas."

"Kurang hajar sekali cewek ini," pikir saya. Berani-beraninya dia ngejek saya cebol. Dipikirnya saya tak bisa bales apa?. Berpikir demikian, saya langsung pamit dan berkata, "Wow.. lha wong sependek ini saja saya tak akan naksir kamu, apa lagi kalau tinggian dikit. Uh, sorry ya, kenal saja saya males. Dah ya, saya ada tugas lain di rumah."

Saya pun langsung pulang. hiks.. :(

**

Lalu saya KKN. Tak ada waktu itu, KKN mendapat tempat di perkotaan. Semua pasti mendapat tempat di daerah margin. Maka demikian juga saya; mendapat tempat yang sangat jauh, hapir tak terlihat. "Apakah ini masih bagian dari Negara Indonesis?" begitu teman-teman sering meributkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun