Mohon tunggu...
Saihur Roif
Saihur Roif Mohon Tunggu... Penulis - Pendidik

Penulis Mojokerto

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Sadar Berucap, Santun Berbahasa, Hindari Labelling

29 Oktober 2022   09:07 Diperbarui: 29 Oktober 2022   10:13 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam pemahaman masyarakat kita sudah lazim dikenal bahwa ucapan adalah doa. Maka ucapan yang baik berharap akan berbuah kebaikan. Sebagai guru seyogyanya semua ucapan dan perbuatan kita adalah yang baik karena menjadi panutan dan tuntunan bagi anak-anak didik. Kebiasaan baik dalam ucapan, sikap, dan perbuatan akan berdampak positif kepada anak didik kita.

Labelling dan Dampak Negatif

Istilah labelling muncul dalam ranah pendidikan khususnya ilmu psikologi sosial dan dalam kaitannya dengan tumbuh kembangnya seseorang yang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku kehidupannya. Istilah labelling disematkan kepada seseorang karena muncul justifikasi dari perilaku yang ditampilkan oleh seseorang atau sekelompok sosial yang pada akhirnya bisa berdampak negatif.

Contoh ekstrem dari labelling ketika disematkan kepada seseorang semisal: pemalas, nakal, pembohong, dan sebagainya. Hal itu akan berpengaruh pada perilakunya yang seperti dituduhkan tersebut. Dalam pikirannya ketika kata pemalas dilabelkan pada dirinya maka orang lain menjadi tidak mempermasalahkan sikapnya yang malas dan dia akan memaklumi bahwa dia memang malas dan orang lain tidak mempermasalahkan kemalasannya. Begitu halnya ketika  disebut anak pemarah maka label itu melegalkan atau mempersilakan anak tersebut untuk bersikap marah atau mudah marah karena hal itu sudah dimaklumi dan diizinkan oleh orang lain di sekitarnya Padahal sebenarnya hal yang dituduhkan tersebut atau yang disematkan tersebut tidak sepenuhnya benar atau itu hanyalah sedikit perilaku yang pernah dilakukan tetapi efek penyematan tersebut akan berdampak negatif pada tumbuh kembangnya di masa mendatang.

Sadar Dampak Ucapan 

Menjadi kesadaran bersama sebagai orang tua ataupun guru untuk lebih memahami bahwa apa yang diucapkan kepada anak- anak didik  haruslah mempunyai dampak positif dan negatif  pada tumbuh kembang mereka. Jangan sampai kata atau kalimat negatif yang keluar dari lisan orang tua ataupun pendidik akan menjadi pemantik negatif sikap dan perilaku anak-anak didik. Seyogyanya kita terbiasa untuk memanggil, menyebut, ataupun berbicara dengan anak-anak didik kita dengan kalimat-kalimat yang baik dengan kata-kata yang memberikan makna baik pula terhadap mereka.

Menyadari bahwa kata-kata verbal dari guru mempunyai dampak psikologis terhadap siswa maka tidak ada jalan lain sebagai guru harus mengubah hal-hal yang berpotensi negatif menjadi hal-hal yang positif. Karena itu sebagai sesama guru harus selalu saling mengingatkan pentingnya mengucapkan hal positif kepada anak-anak didik. Jangan sampai mudah mengucapkan hal negatif melebihi anak-anak didik dengan kata negatif semacam kata malas, pendiam, nakal, suka marah, dan kata-kata negatif yang lain. Sebagai orang tua dan pendidik harus mengucapkan kalimat-kalimat yang positif anak yang baik yang pintar yang rajin ada yang sholeh dan sebagainya.

Kekuatan Sabar dan Kekayaan Apresiasi

Maka sebagai orang tua dan pendidik harus sabar membimbing anak-anak didik dengan tahapan perkembangan mereka. Setiap ada perkembangan walaupun sedikit perlu diapresiasi, baik dalam belajar bahasa ataupun terhitung ataupun pelajaran yang lain. Semua pembelajaran yang dialami adalah proses menuju perkembangan dan pertumbuhan anak-anak yang akan saling berpengaruh antara psikologis dan perilaku mental serta ketercapaian hasil belajar. Dengan begitu, kita menyadari perbedaan setiap anak-anak didik di sekolah sebagai  kekhasan masing-masing. Untuk menuju layanan terbaik terhadap anak-anak didik menjadikan kita harus menyadari bahwa di sekitar kita ada anak-anak yang harus diperhatikan dengan baik dan penting menjadikan kita lebih memahami tentang sekolah inklusif ataupun inklusivitas karakter anak.

Sebagai orang tua ataupun pendidik dituntut bisa menjadi sumber positif untuk mengarahkan pribadi-pribadi yang baik dari anak-anak didik kita. Jangan sampai kita sebagai orang tua dan pendidik turut menjadikan lingkungan yang melabeli atau mencela anak-anak didik kita dengan sematan-sematan yang negatif yang akan membuat perilaku sikap dan perbuatan anak didik menjadi negatif. Sebaliknya, kita sebagai orang tua dan pendidik senantiasa berupaya memberikan kata, ucapan, dan sematan yang baik dan positif sehingga anak-anak didik kita akan menjadi anak-anak yang mampu melihat dirinya akan memiliki sikap diri, perilaku, optimisme, serta kreativitas yang baik.

Saihur Roif, S.Pd.

SDN Kaligoro Kutorejo Mojokerto

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun