Mohon tunggu...
Saiful Rahman
Saiful Rahman Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Tinggal di Kabupaten Bondowosi, Jember dan Banyuwangi Jawa Timut

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gara-Gara Niat Baiknya Membelikan Aku Sebungkus Kondom

17 Juni 2012   02:41 Diperbarui: 4 April 2017   18:16 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nama lengkapku Gio Agung Riawan. Sehari-hari aku dipanggil Gio. Aku dikenal sangat pandai membaca segala karakter psikologi teman sekampusku. Aku juga terkenal pandai mendalami bidang pemikiran filsafat, terutama dari tokoh filsof aliran perancis- seperti Levi Strauss, Jackues Lacan dan Michel Foucoult.  Gara-gara mengenal gadis yang bernama Evi itu, keadaanku kini menjadi manusia super bodoh, bahkan, paling bodoh sedunia.

Sudah setahunan, aku tahu bagaimana sepak terjang Evi dikampus dan dikos-kosannya. Ia gadis cantik dengan latar ekonomi keluarga yang lumayan, tetapi masih saja ia berwatak materialistik. Statusnya sudah punya pacar. Pacarnya nggak cakep banget. Bila dibanding aku, kata teman-temanku, masih jauh lebih cakep aku. Kata teman-temanku pula, bila Evi dan pacarnya pas berjalan berdua, sungguh kelihatan tidak serasi. Mungkin,  karena ia anak orang kaya saja, hingga Evi mau memilihnya jadi pacar. Cewek, kan rata-rata berprinsip: “Wajah nomer dua, masa depan gemerlap yang utama.”  
Aku tidak terlalu tertarik dengan sosok Evi, walaupun, Evi sendiri sering mencuri pandang padaku. Aku juga tidak terlalu minder dengan pacarnya, walaupun, pacarnya anak orang kaya. Bila kekampus pacarnya pakai mobil Honda Jazz terbaru, sedang aku hanya pakai motor Vespa butut. Tetapi aku merasa lebih unggul darinya. Soal aku belum punya pacar secantik Evi,  itu karena tipologi cewek yang aku cari memang bukan seperti Evi. Aku merasa unggul, sebab aku sudah mampu hidup mandiri. Sementara mereka masih sangat menggantung pada orang tuanya. Aku sudah punya pekerjaan mapan disebuah perusahaan swasta lokal, disaat aku masih berstatus mahasiswa aktif. Dan, penghasilanku dua kali lipat melebihi uang bulanan Evi yang dikirimkan orang tuanya. Sekali lagi, gara-gara Evi jualah, kemudian, predikat cowok tolol itu seakan terus menerus melengket padaku. Saat kisah ini mengalir pada kalian, aku sudah benar-benar menjadi Gio tolol bin goblok bin bahlul bin stupid abis, dan seterusnya. ”Eh, Gio mau kemana?” ”Ke toko Matahari. Kenapa, Vi?” ”Bareng yuk? Kebetulan aku juga mau kesana.” ”Boleh. Tapi, aku gak mau numpang di mobil pacarmu ini. Dan aku juga gak mau Evi numpang dimotor Vespa kesayanganku. Jadi, kita ketemuannya disana saja, ya? Lagian, aku gak enak sama pacarmu, Vi. Kalau ketahuan boncengan, entar dia cembokur.” ”Ya, pakai Vespamu donk! Ngapain bareng kalau masih pakai kendaraan sendiri-sendiri? Dia nggak cemburuan kok. Dia kan sudah kenal lama dengan kamu. Gimana?” “Iya wis. Tapi aku hanya sebentar, gak sampai 15 menit, pulang” "..
.." Evi manggu-manggut tanda setuju. Motor Vespa kuparkir diseberang jalan pertokoan. Saat hendak menyeberangi jalan, entah reflek entah disengaja, tangan Evi melingkari lenganku. Jantungku berdegup kencang. Langkah kakiku mulai gemetaran. Aku pura-pura cuek, seakan itu tak berpengaruh apapun padaku. Aku melangkah setenang mungkin sampai kakiku telah menjejak ditangga pintu utama toko Matahari. Sekilas telunjuk tangan Evi menggamit telunjuk tangan kiriku, setelah itu ia lepas lagi. Hatiku bergumam, ”bener kata teman-temanku selama ini, bahwa Evi ini gadis tukang selingkuh. Jangan-jangan, nih anak sudah gak perawan kali, ya?” Bodoh sekali aku; sudah tahu Evi sudah punya pacar, masih saja membiarkan tangannya melingkar kelenganku. Dan bodohnya lagi, aku sangat menikmati banget akan sensasi sentuhan tangannya. ”Aku mau kelantai dua, Vi.  Karena barang yang mau kubeli tempatnya diatas, maka  silahkan Evi memilih arahnya sendiri.  Nanti, 10 menit lagi kita ketemu disini.” ”Nggak mau! Aku ikut kelantai atas juga. Barang yang aku cari juga disana, kok!” tukas Evi dengan rekayasa nada manjanya. ”Evi mau nyari barang apaan, sih?” Aku sempat curiga dengan gelagatnya. Tidak seperti biasanya. Tumben ia ngajak belanja bareng. Apalagi saat menyeberang jalan tadi, ia pake gandeng-gandeng tanganku segala. Saat kecurigaanku mulai menyeruak jauh, tiba-tiba tangan Evi sudah menggamit lenganku naik ketangga eskalator sambil berucap manja, “ada dech!” Sekitar 15 menit, akhirnya barang yang kuinginkan sudah ada digenggamanku. Setelah tunai menyelesaikan urusan dengan  kasir, aku menghampiri Evi yang sudah menunggu didepan pintu keluar. “Sudah yuk kita pulang. Aku sudah beli buku seperti ini, Vi! Oh ya, Evi sudah dapatkan barangnya, belum? Evi beli barang apaan, sih!” ”..
...” Terdiam agak lama, Evi tak menjawab pertanyaanku. Setelah tengok sana sini, akhirnya ia menjawab sambil membisikkan sebuah kata ketelingaku. ”........Kondom.”
”Oww.. buat tahun baruan dengan pacarmu, ya?” “Bukaaan!” “Loh, emang untuk siapa?” “Ini....untukmu!” ucap Evi berbisik lagi ketelingaku, sementara tangan kanannya sudah nyelonong kedalam tasku memasukkan barang haram tersebut. “Kok untuk aku, Vi?” “Sudahlah. Gak perlu banyak tanya. Emang bila dibelikan barang, mesti digunakan, gitu? Nggak, kan?” ”Iya, sih!” ” Kamu simpen saja kondom itu. Toh, itu kan hanya balon?” ”Iya, sih!” ”Tapi...terus apa gunanya buat aku, Vi? Isteri gak punya, pacar juga gak. Oww..ya ya aku paham sekarang. Ini simbolisasi, secara tersirat Evi sudah menilaiku sebagai cowok yang suka pergi ketempat pelacuran, gitu kan?” ”Waduh, Gio Agung Riawan kok jadi tolol gini, ya? ” ”Nah, terus untuk apa, Vi?” ”Barang didalam tas itu secara simbolik maknanya adalah....., bahwa.... aku membelikan khusus untukmu bukan untuk kamu tiup, atau bukan untuk digunakan sebagaimana mestinya. Tetapi, untuk kamu simpan saja, Titik! Entah nanti kamu simpan atau kamu buang itu urusanmu. Paham? Dan yang lebih penting lagi, aku sudah berniat baik kepadamu” ”Niat baik..? Niat baik, apa Vi? ” tanyaku melongo. "..
.." Ku lihat Evi hanya berlama-lama mengumbar senyum indahnya. ” Hayo, Vi. Jangan senyam-senyum saja. Niat baik apaan, nih?” ”Ya, niat baik lah! Niat baik..... sudah membelikanmu sebungkus kondom hanya untuk disimpan! Bukan untuk digunakan sebagaimana mestinya..Hehe..
” (Cerita Seru selanjutnya Masih Dikarang)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun