Mohon tunggu...
Said Kelana Asnawi
Said Kelana Asnawi Mohon Tunggu... Dosen - Dosen pada Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie

Dosen-Penyair, menulis dalam bidang manajemen keuangan/investasi-puisi; Penikmat Kopi dan Pisang Goreng; Fans MU

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Budaya Pemenang

24 Agustus 2019   09:56 Diperbarui: 24 Agustus 2019   10:06 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kata profesionalisme yang sering disimbolkan sebagai 'berdasi-wangi' seharusnya diubah sebagai orang yang menghargai (ahli) pekerjaannya. Sikap menghargai ini akan menumbuhkan karya baik di masyarakat dan pada gilirannya nanti kita akan menikmati hasil terbaik. 

Menjadi yang terbaik adalah serahkan pada ahlinya!. Anda lihat saja, abang 'baso' mengiris bawang: tanpa melihat, cepat, tidak terluka dan basonya enak!.  Anda menikmati baso dari seorang tukang baso bukan dari seorang dokter!

Keempat memilih yang terbaik. Banyak hal yang harus dipilih, maka biasakan memilih yang terbaik atas dasar sikap profesionalisme. Yang dipilihpun seharusnya sebagai yang terbaik, mampu mengemban tanggung jawab itu. Karena itu harus selalu diberi 'celah' agar potensi terbaik itu dapat muncul. 

Untuk memunculkan yang terbaik (selain cara pertama diatas), dengan cara semua nepotisme dihilangkan, dalam artian diukur dari 'start' yang sama. Yang berlari lebih cepat, biasanya yang terbaik. Calon inilah yang dibantu akselerasinya

Kelima, ukuran kinerja sebaiknya kuantitatif, karena kinerja kuantitatif tidak 'ambigu' tidak menimbulkan 'debatable' dan lebih 'presisi'. Kata berprestasi ganti dengan juara 1, juara 2, juara harapan 1, dsb. Juara harapan 1 bukanlah juara, namun juga jelas menunjukkan prestasi yang diraih. 

Dari titik itu kita bisa lebih jelas melangkah. Dalam banyak hal, target-target  bisa dikuantifikasikan. Misal berapa rancangan UU yang dapat diselesaikan oleh anggota DPR?

dokpri
dokpri
Keenam, pemenang itu diperoleh tidak pernah instan. Mesti disiplin, berlatih dan 'makan hati'. Disiplin itu juga tanda rendah hati, dimana kita menundukkan diri pada aturan yang dibuat. Disiplin itu ciri orang beradap. Budaya disiplin kita masih sangat rendah. Lihat saja di jalan raya, atau tanya saja pada diri kita.

Ketujuh, mengutip Mourinho: nomor dua itu pecundang terbaik. Jadi selalu bercita terbaik, mengusahakannya. Hasil tidak perlu risau. Jika diusahakan dengan baik, maka hasil akan baik, walau mungkin belum yang terbaik.

Kedelapan: mari mulai dari diri sendiri.  Jika dilakukan, akan memberi hasil baik, setidaknya tidak memberi 'eksternalitas negatif' bagi lingkungan. Tidak mudah, namun bukan tidak mungkin.  Lakukan saja hal-hal baik!.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun