Menaker sudah keblinger. Hanya demi mempertahankan jabatannya, ia memilih untuk tunduk pada "kerakusan pengusaha hitam."
Sekali lagi, jargon bahwa formula baru kenaikan upah ini memberikan kepastian adalah pembodohan. Jargon seperti ini memang "menina bobokan" sebagian kecil kalangan yang tidak pernah merasakan pedihnya ditengah bulan kehabisan uang untuk membeli susu anaknya, berhutang untuk sekedar membayar biaya pendidikan, diusir oleh pemilik kontrakan karena akhir bulan tidak bisa membayar, secara tiba-tiba di PHK karena status pekerja kontrak/outsourcing.
Sebaliknya, kebijakan ini menyakitkan kaum buruh, yang di tengah bulan selalu kahabisan gaji akibat kebijakan upah murah selama ini. Kebijakan ini dibuat hanya untuk "menyenangkan hati" pengusaha hitam dan Apindo, yang melalui Sofyan Wanandi sejak sepuluh tahun lalu menyuarakan upah murah.
Atas dasar, buruh menolak formula baru kenaikan upah minimum yang hanya mendasarkan pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Tuntutan kita sederhana, cabut PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, dan naikkan upah minimum 2016 dalam kisaran Rp 500 ribu. Baru selanjutnya dibangun dialog Tripartit untuk merumuskan upah layak dan meningkatkan produktivitas dan efisiensi kerja.
Jika itu tidak dilakukan, buruh akan melakukan mogok nasional. Tihak hanya sehari dua hari. Kali ini, buruh akan melakukan pemogokan dalam seminggu. Melibatkan 5 juta buruh di 20 provinsi dan 200 Kabupaten/Kota, di seluruh Indonesia.
Saya kira, ancaman untuk melakukan mogok nasional bukan sekedar gertak sambal. Terbukti, secara bergelombang, puluhan ribu buruh di berbagai daerah terus melakukan aksi. Itu terjadi di Serang, Tangerang, Bogor, Purwakarta, Cirebon, Aceh, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur, dsb.
Bersama-sama dengan mahasiswa, pada tanggal 10 – 11 November 2015, puluhan ribu buruh se-Jabotabek akan kembali melakukan aksi di Istana Presiden untuk menyuarakan perlawanan atas kebijakan kapitalis dan liberal pemerintahan Jokowi-JK. Dan jika masih tidak didengar, buruh telah sangat siap untuk mogok nasional (*)
Â