Mohon tunggu...
Said Welikin
Said Welikin Mohon Tunggu... lainnya -

Saya seorang wartawan di Makassar. Prinsip hidup, berusaha memberikan yang terbaik. Email: saidwelikin@ymail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketika BAP Dibalut Asumsi

2 Juli 2012   05:50 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:21 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1341207628603188089

[caption id="attachment_192130" align="alignright" width="150" caption="Kasus Ranjang Elektrik RSUD Pajonga Daeng Ngalle Kabupaten Takalar kini sudah masuk sidang Tipikor."][/caption] Naluri sebagai wartawan menggerayangi akal dan batinku tentang apa motivasi atau hal apa yang menjadi latar belakang penyidik berasumsi. Kemudian apakah ia bekerja sendiri atau berjamaah, kemudian apa  hukumnya bagi seorang penyidik kalau menyusun BAP (Berita Acara Pemeriksaan) dengan asumsi, kemudian apakah ada juga Kode Etik Penyidik, seperti wartawan yang dalam menjalankan profesinya harus tunduk pada satu kitab suci yang bernama Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Sidang Kasus Ranjang Takalar Ketika BAP Dibalut Asumsi Oleh: Muhammad Said Welikin Saat ku ucap kata taubat Sebelum Kau memanggilku Kembali padaMu Menutup waktuku Jika ku serukan namaMu Sebelum nyawa dalam tubuhku Kau ambil Kembali padaMu ** Karena ku tahu Hanyalah pada diriMu Tempatku mengadu Tempatku mengeluh Reff: Dan demi nafas Yang telah kau hembuskan Dalam kehidupanku Ku berjanji Ku akan menjadi yang terbaik Jalankan segala perintahMu Menjauh di segala laranganMu Adalah sebaris doa ku untukMu Dengan Nafas-Mu, oleh pencinta Ungu menyebut lagu Kematian, terlintas dalam benak ketika tubuhku gemetar, kepala terasa berat, dua kaki seakan tak mampu menopang tubuh saat mendengar perintah Ketua Majelis Hakim Muh Damis, SH sidang No 25/PID.SUS/2012/ PN.MKS. An , dr Idayati Sanusi, kepada Kasipidsus Kejaksaan Negeri Takalar Ibu Tuwo, Yang jadi salah satu jaksa penuntut agar jangan menyebut angka Rp 27 juta. Selisih dari pinjaman Rp 252 juta dikurangi Rp 225 juta, ongkos angkut 50 Ranjang elekrik,  saat menanyakan kepada saksi Hj Martini SSos, karena Rp 252 juta itu angka itu asumsi penyidik. Kejadian itu terjadi saat Majelis Hakim Muh Damis SH ( Ketua Majelis). Isjuaedi SH MH Paelori SH PP Nuriya Awad SH, agenda pemeriksaan saksi di ruang Utama gedung Pengadilan Tipikor Jl. Kartini Makassar, pada Senin sore 19 Juni 2012. Karena badan terasa lemas saya pun duduk. Sejenak kemudian saya berusaha meyakinkan diri dengan mencubit paha, apakah yang saya baru dengar tadi, dalam mimpi. Ternyata bukan mimpi. Untuk meyakinkan kebenaran pendengaranku saya pun bertanya kepada seorang bapak yang duduk disampingku, ternyata iapun mendengar kalimat, "jangan sebut angka itu karena asumsi penyidik". Sesudah sidang terdakwa dr Idayati, di tempat yang sama dilanjutkan dengan sidang nomor 26/ PID.SUS/2012/PN.MKS, terdakwanya drg H Syarifuddin Abdullah MM dengan kasus yang sama yaitu kasus ranjang elektrik RSUD Pajonga Dg Ngalle. Adapun  Majelis Hakim : Muh Damis, SH Ketua Majelis Isjuaedi, SH, .Paelori, SH, Panitranya adalah Hj. St. Naisjiah,SH. Pada saat pemeriksaan saksi dr Adrian, yang mulia Ketua Majelis Hakim menegur saksi agar bicara yang jujur agar hakim tidak salah memutuskan karena sesudah  menjatuhkan vonis suatu perkara biasanya ada tiga pertanyaan yang muncul dalam hati setiap Hakim yaitu, Pertama, Apakah sudah benar putusan, Kedua Apakah sudah adil putusan, Ketiga, bermanfaatkah putusan itu. Seiring dengan ketukan Palu yang mulia Hakim Ketua, tanda sidang ditutup. Sebelum tempat duduk saya tinggalkan, saya menoleh ke atas pintu ruang utama, ternyata jam didinding  menunjukan 20,30. Selasa 20 Juni saya kembali menuju ke gedung pengadilan Tipikor menghadiri sidang kasus ranjang. Lima tersangka yang displit menjadi empat. Adapun nomor sidang  24/PID.SUS/2012/PN.MK. An, Hj Suparmi.S.SOS, Andi Tenri Senge Binti A. Abd Rahman. Majelis Hakim: Isjuaedi SH MH (Ketua Majelis Muh. Damis SH,  Paelori SH.  PP : Justiah Said SH. Sidang 27/PID.SUS/2012/PN.MKS. An : Hj Rosliah Binti Djuma. Majelis Hakim : Isjuaedi SH MH (Ketua Majelis), Muh. Damis SH,  Paelori SH. PP  : Reskywati,D.SH. Hari itu agenda pemeriksaan saksi dr. Idayati. Ketika salah satu pengacara terdakwa Hj. Suparmi hendak menanyakan tentang uang Rp 252 juta, yang Mulia Hakim ketua, langsung menegur dengan mengatakan  angka itu tidak ada dalam sidang ini. Naluri sebagai wartawan menggerayangi akal dan batinku tentang apa motivasi atau hal apa yang menjadi latar belakang penyidik berasumsi. Kemudian apakah ia bekerja sendiri atau berjamaah, kemudian apa  hukumnya bagi seorang penyidik kalau menyusun BAP (Berita Acara Pemeriksaan) dengan asumsi, kemudian apakah ada juga Kode Etik Penyidik, seperti wartawan yang dalam menjalankan profesinya harus tunduk pada satu kitab suci yang bernama Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Pada kitab suci para wartawan yang bernama KEJ berisi 11 pasal yang wajib ditaati, pada pasal 3 berbunyi Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak baesalah. Pasal 4, berbunyi Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Usai sidang saya pun berbincang dengan seorang pengacara senior H. Mukhlis Dahlan, SH sambil menikmati kopi di belakang kantor Pengadilan, tentang pernyataan Hakim Ketua mengenai angka asumsi. H. Mukhlis mengatakan, "kalau benar hal itu dikatakan Hakim maka, patut kita duga semua rangkain BAP penuh dengan rekayasa, mulai dari penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Patut diduga keras telah terjadi persengkokolan penyidik dengan penuntut umum", ujar H. Mukhlis. Sementara itu di depan ruang sidang saat ibu Tuwo ditanya tentang angka asumsi itu mengatakan, "hal itu  bukan asumsi karena ada saksi yang mengatakan begitu". Apapun yang dikatakan Penuntut umum atau praktisi hukum, bagi masyarakat yang terpenting adalah kejujuran dalam semua pihak dalam menjalankan profesi masing-masing. Karena apa jadinya wajah hukum negeri ini, pada hari ini dan esok hari kalau BAP yang menjadi rohnya dakawaan di balut dengan asumsi. Atas dasar itu saya pun melangkah menemui guru besar fakultas hukum UMI (Universitas Muslim Indonesia) Makassar  Prof. DR. Hambali Thalib di rumahnya, di  BTN Agraria Makassar menanyakan tentang fakta persidangan. Ahli Hukum Pidana yang dikenal dekat dengan kulih disket ini mengatakan, "sudah benar Hakim mengatakan seperti itu, karena dalam Pidana disebut dengan Unus Testis Nullus Testis, keterangan saksi harus saling menguatkan dan didukung fakta. Kalau tidak ada fakta maka penyidik bisa dikatakan berasumsi atau beropini. Dan itu sangat berbahaya dalam penegakan hukum. Makassar 23 Juni 2012 @copyright Tabloid Lintas, Makassar Edisi ke-27, Mei-Juni 2012

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun