Mohon tunggu...
Sahiruddin Khaliq
Sahiruddin Khaliq Mohon Tunggu... Buruh - buruh

Pelan dan pasti, waktu akan memeras manusia sampai tak berdaya, sehebat apapun rasa dirinya.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Pemajakan Bentuk Usaha Tetap

24 September 2022   08:33 Diperbarui: 24 September 2022   08:35 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Entrepreneur. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcomp

Konsep Permanent Establishment (PE) atau Bentuk Usaha Tetap (BUT) diakui keberadaannya dalam hukum pajak internasional. Konsep BUT pertama kali digunakan pada P3B Austria/ Hungaria dan Rusia pada tahun 1899 (Betriebsstatten)(Waluyo, 2022)

Dalam perkembangan teknologi dan tatanan ekonomi digital, muncul isu-isu terkait pendekatan pemajakan konvensional yang tidak dapat seluruhnya diterapkan untuk model ekonomi ini. Penghitungan pajak pada dasarnya membutuhkan dua variabel utama yaitu subjek pajak dan objek pajak. Penentuan subjek pajak umumnya berdasarkan kehadiran fisik yang tidak dibutuhkan dalam praktik ekonomi digital. Sementara itu, tantangan yang dihadapi dalam penentuan objek pajak adalah penentuan kategori penghasilan atau transaksi yang menjadi dasar pemajakan.

Subjek pajak menjadi bias dalam kasus penjualan daring lintas negara, sebab tidak adanya kehadiran toko maupun fisik perusahaan di negara tujuan. Sementara itu, ekonomi digital identik dengan intelectual property dan produk digital, yang pada dasarnya tidak memiliki wujud fisik. Penentuan penghasilan dari pemanfaatan maupun pengalihan produk tanpa wujud fisik ini menjadi tantangan tersendiri bagi otoritas pajak, termasuk penentuan hak pemajakan atas penghasilan bisnis digital.

Isu terkait lainnya yang muncul dari kehadiran ekonomi digital adalah karakterisasi dari beberapa bentuk transaksi baru. Misalnya, mengenai sistem pembayaran online, menjadi sulit untuk memperhitungkan pembayaran yang dilakukan dengan benar berdasarkan model bisnis baru seperti komputasi awan (Beebeejaun, 2020). Sementara ekonomi digital telah berkembang selama bertahun-tahun, kerangka kerja internasional yang efektif untuk pemungutan PPN masih belum ada. Kekurangan ini menimbulkan masalah bagi bisnis dan lebih khusus lagi bagi usaha kecil dan menengah untuk membebankan, memungut dan menyetorkan pajak kepada otoritas pendapatan yurisdiksi konsumsi dalam hal biaya ketidakpastian dan kepatuhan.

Selain itu, dari sudut pandang otoritas pendapatan, Pada dasarnya, untuk mengatasi masalah tersebut di atas, OECD BEPS Action 1 secara singkat memberikan rekomendasi berikut yaitu mengubah definisi bentuk usaha tetap dan memberikan pedoman tentang pemungutan PPN dalam transaksi lintas batas Untuk mencapai tingkat permainan yang adil, pemasok asing juga harus dikenakan pajak yang sama dengan pemasok lokal atau domestik masing-masing. Namun demikian, undang-undang tentang kerangka perpajakan perlu eksplisit untuk menghindari kebingungan dan untuk memastikan pemungutan PPN yang tepat

Ekonomi digital membawa peluang bagi perusahaan khususnya perusahaan multinasional untuk melakukan pengecilan laba melalui pengaturan-pengaturan khusus lintas negara/yuridiksi. Tantangan di bidang perpajakan internasional yang dibawa oleh ekonomi digital bukan merupakan tantangan baru, tetapi merupakan tantangan yang sejak dulu telah dikenal misalnya tantangan penentuan hak pemajakan (status BUT).

Tantangan pemajakan ekonomi digital dapat dibeadakan menjadi tantangan dari sisi penentuan subjek pajak dan objek pajak. Tantangan pemajakan ekonomi digital dari sisi penentuan subjek pajak utamanya berasal dari penentuan status BUT atas perusahaan multinasional yang beroperasi di dalam negeri (Indonesia). Dalam konsep BUT yang dikenal selama ini, kehadiran suatu usaha lebih dititikberatkan pada kehadiran fisik (physical presence) yang semakin bias dalam konteks ekonomi digital.

Sementara itu, dari sisi penentuan objek pajak khususnya PPh lebih pada bentuk penghasilan dan hak pemajakannya misalnya pendapatan dari jasa (hak pemajakan berada di negara/yuridiksi dimana jasa itu dilakukan), pendapatan dari penggunaan intellectual property (hak pemajakan berada di negara/yuridiksi dimana intellectual property tersebut berada), dan pendapatan dari aktivitas perdagangan (hak pemajakan berada di negara/yuridiksi dimana penjual berada).

BEPS Action 1 dan Interim Report memberikan gambaran umum tantangan pemajakan ekonomi digital yang berhasil diidentifikasi oleh OECD dan beberapa alternatif solusi yang dapat diambil sebagai solusi sementara (interim measures) hingga terdapat konsensus global. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun