Mohon tunggu...
Sahat Sinurat
Sahat Sinurat Mohon Tunggu... -

belajar dan terus belajar. sedang berusaha untuk bisa melakukan sesuatu yang bermakna sekecil apapun itu bagi tanah airku tempat aku berpijak dari awal hingga akhir hayat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pemilih Proaktif Tentukan Masa Depan Indonesia

21 Maret 2014   20:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:39 3
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sebuah stasiun televisi nasional sempat menyiarkan debat para calon legislatif (caleg), yang dihadiri oleh caleg dari partai-partai yang sudah malang melintang di Indonesia. Mereka diminta memberikan pandangan tentang permasalahan yang sedang terjadi. Salah satu yang menarik perhatian adalah korban salah tangkap polisi.

Moderator mewawancarai seorang penonton yang pernah menjadi korban salah tangkap polisi. Karena keputusan pengadilan, korban yang sudah memiliki anak dan istri ini harus mendekam di hotel prodeo selama 8 tahun.

Pria tersebut menceritakan perjuangan istrinya yang harus menjadi tukang ojek untuk mencari nafkah karena ditinggal kepala keluarga. Sayangnya, setelah diketahui tidak bersalah dan dibebaskan oleh pihak berwajib, pria ini tidak pernah mendapatkan kompensasi dari pemerintah untuk kesalahan yang dilakukan pemerintah. Pria ini hanya bisa meratap, begitu juga korban salah tangkap lain yang ternyata banyak terjadi di tengah masyarakat.

Sementara itu, para caleg yang diminta memberi tanggapan hanya bisa menyalahkan para polisi dan hakim yang memutuskan kasus. Seorang pengamat yang hadir memberikan pandangan. Ketimbang sekedar mencari kambing hitam, seharusnya para legislator memikirkan kebijakan yang menjawab permasalahan ini. Seharusnya legislator bisa membuat kebijakan dimana pemerintah wajib memberikan kompensasi kepada warga yang menjadi korban salah tangkap, ataupun kebijakan-kebijakan pro rakyat lainnya.

Kisah di atas hanyalah sebagian kecil permasalahan Indonesia yang membutuhkan kebijakan yang tepat. Baik atau buruk kualitas kebijakan sangat erat kaitannya dengan baik atau buruk kualitas dari pemerintah kita; para legislatif maupun eksekutif. Kelihatannya, nasib rakyat  berada di tangan para pemangku jabatan ini.

Legislator bukanlah komentator pertandingan yang menyalahkan pemain dan pelatih ketika pertandingan berlangsung buruk. Kepala pemerintahan di daerah dan pusat juga bukanlah penonton pertandingan yang hanya menyaksikan berbagai permasalahan silih berganti mengganggu Indonesia. Bagaimanapun, para legislator dan kepala pemerintahan merupakan para pemain utama yang harus membuat pembangunan di Indonesia berjalan baik, adil, dan merata.

Kita semua pasti sadar, semua hal yang bersinggungan dengan masyarakat pasti berawal dari kebijakan. Kita dapat melihat berbagai kebijakan lahir dari para legislator yang kita coblos, mulai dari undang-undang di tingkat pusat, sampai perda-perda di tingkatan daerah. Proses menjalankan kebijakan itu dilakukan oleh kepala pemerintahan yang kita coblos. Bagaimanakah kualitas kebijakan yang dibuat dan dijalankan oleh para pemimpin yang kita pilih ini?

Sayangnya, menurut Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), sepanjang tahun 2013, DPR RI hanya menghasilkan 16 undang-undang dari 75 UU yang ditargetkan pada tahun itu. Persentase yang mungkin tidak terlalu berbeda dengan kondisi DPRD setiap daerah. Kelihatannya para legislator belum serius memperjuangkan kebijakan-kebijakan yang berkualitas dan sesuai dengan konstitusi.

Menurut riset tipologi terhadap anggota legislatif yang dilakukan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), ditemukan bahwa periode 2009-2014 paling banyak terindikasi melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang, yakni sebesar 42,71%. Kita membaca di berbagai media tentang kepala daerah, menteri, maupun anggota dewan yang menjadi tersangka korupsi. Fakta ini membuka pemikiran pesimis di benak kita: rakyat tampaknya tidak akan pernah merasakan keadilan dan kesejahteraan.

Untungnya, 9 April nanti kita akan menggelar pemilihan legislatif yang berlanjut dengan pemilihan presiden dan wakil presiden. Nasib kita tidak bergantung kepada orang lain, tapi kepada coblosan kita. Kepada siapakah kita akan menyerahkan wewenang untuk memutuskan kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan kita? Bagaimanakah cara kita bisa memilih dengan cerdas dan tepat?

Bagaimanapun, nasib rakyat bergantung kepada rakyat itu sendiri, yakni kepada siapa rakyat memberikan tanggung jawab untuk memikirkan dan menjalankan kebijakan yang sebesar-besarnya untuk kebaikan rakyat. Kita dapat berperan mendorong terjadinya perubahan di tengah rakyat. Beberapa perubahan dapat kita lakukan mulai hari ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun