Mohon tunggu...
Sahal Fawaiz
Sahal Fawaiz Mohon Tunggu... Petani - Belajar nulis,

Physiscs Education

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Budaya "Belajar Sepanjang Hayat" dengan Hybrid Monitoring untuk Meningkatkan Kecakapan Siswa Abad 21

20 Maret 2019   15:30 Diperbarui: 21 Maret 2019   11:11 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Political and Economic Risk Consultancy (PERC) melaksanakan survey tentang sistem pendidikan di Kawasan Asia. Lembaga ini menyatakan bahwa sistem pendidikan di Indonesia berada pada posisi terendah di kawasan Asia, dari 12 negara yang disurvei oleh lembaga tersebut, Korea Selatan menempati posisi pertama sebagai negara dengan sistem pendidikan terbaik, yang kedua yaitu Singapura, disusul Jepang, Taiwan, India, Cina, kemudian Malaysia. Vietnam berada tepat di atas Indonesia yang menempati urutan ke 12.

United Nations Development Program (UNDP) juga melakukan survei pada tahun 2010 dan 2011. Lembaga ini mendapatkan data bahwa indeks pembangunan manusia di Indonesia masih rendah. Di tahun 2010 Indonesia berada pada urutan ke 111 dari jumlah total 175 negara. Jika ditinjau pada Kawasan ASEAN sendiri, UNDP menyatakan posisi Indonesia dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN masih tertinggal cukup jauh. Singapura menempati urutan 25, Malaysia di urutan 58, Brunei di urutan 33, sementara Indonesia berada pada urutan 111. Hal ini sangat memprihatinkan, dimana laporan dari Lembaga yang sama pada tahun 2017 dan 2018, menyatakan bahwa tahun 2017 Indonesia turun pada urutan ke 116 dari 189 negara. Dimana posisi IPM negara kita turun 5 peringkat pada dekade 7 tahun terakhir.

Rendahnya sistem pendidikan di Indonesia disebabkan berbagai macam faktor, yang pertama adalah transformasi kurikulum dari KTSP 2006 ke Kurikulum 13. Hal ini menjadi tantangan sendiri bagi dunia pendidikan, sebagian sekolah yang sudah menerapkan K 13 juga belum menerapkannya 100%. Usaha untuk menerapkan kurikulum 13 secara nasional masih memiliki banyak kendala. Sebagian sekolah di Indonesia masih belum mampu menerapkan kurikulum tersebut. Sehingga sekolah-sekolah belum menggunakan kurikulum yang seragam, bergantung sejauh mana sekolah tersebut dapat menerapkan K 13. Hal ini berdampak terhadap belum tercapainya tujuan pendidikan di Indonesia dalam skala nasional.

Faktor yang kedua mengenai profesionalisme guru. Berbicara tentang profesionalisme guru tentunya membahas tentang kompetensi yang harus dikuasai oleh guru sebagai tenaga pendidik. Guru dituntut memiliki kompetensi emosional, kompetensi sosial , dan kompetensi pedagogik, , dan guru juga harus memiliki kompetensi professional. Sesuai yang tercantum pada UU No 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, dimana : "guru merupakan bagian dari sebuah profesi dan dituntut untuk dapat professional". Kompetensi  pada diri seseorang berupa kemampuan atau kecakapan untuk melakukan sesuatu,yang berkaitan dengan pola-pola perilaku yang dapat diamati (Mantja, 2007).

Terdapat empat kompetensi yang harus dimiliki oleh guru yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Yang menjadi sorotan dalam keempat kompetensi ini adalah kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional karena berkaitan dalam proses pembelajaran siswa. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan guru untuk mengatur proses pembelajaran seperti pemahaman dan pengembangan peserta didik, perancangan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Sedangkan kompetensi profesional ialah kemampuan serorang guru dalam menguasai materi pembelajaran secara luas dan mendalam sehingga sangat memungkinkan untuk membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi lulusan yang diinginkan.

Dilihat dari segi kompetensi pedagogik, guru masih perlu banyak pelatihan karena di lapangan tidak semua guru terampil dalam membuat rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan kurang terampil dalam melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan metode atau model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi yang akan disampaikan. Hal ini mengakibatkan pembelajaran yang dilaksanakan di kelas masih "berbau" kurikulum KTSP 2006, guru masih berperan sebagai satu-satunya sumber belajar atau pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered). Sehingga berakibat kurangnya kesempatan siswa untu mengasah keterampilan abad 21.

Kecakapan Abad 21 membawa konsekuensi dimana guru harus semakin berkualitas dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Rencana pembelajaran disusun bertujuan agar siswa memiliki kecakapan 4C antara lain : (1) Communication (2) Collaboration (3) Critical Thinking dan Problem Solving (4) Creative dan Innovative. Sehingga guru optimal menyiapkan generasi yang berkembang kognitif dan keterampilannya beriringan dengan pesatnya kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di era sekarang.

Dilihat dari segi kompetensi profesional, Wakawimbang (2011) mengatakan bahwa guru yang profesional ialah mereka yang memiliki kemampuan profesional dengan berbagai kapasistasnya sebagai pendidik. Pengalaman mengajar, kapasitas intelektual, moral keimanan, keimanan, ketakwaan, disiplin, tanggung jawab, kemampuan manajerial, wawasan kependidikan yang luas, kreatif, terampil, mampu mengembangkan rencana studi dan mengembangkan kurikulum.

Namun, patut diakui bahwa guru belum mampu menerapkan belajar sepanjang hayat "long life education". Guru masih beranggapan bahwa materi ajar yang dikuasai sudah cukup untuk membelajarkan siswa. Sehingga siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional dan gurunya belum menerapkan budaya "belajar sepanjang hayat", maka siswa tersebut akan memahami materi ajar yang sama atau sangat memungkinkan kurang dari yang diajarkan oleh guru. Dengan pengetahuan yang selalu diperbaharui ini, mereka tidak akan merasa disaingi oleh generasi muda, mereka tidak akan menjadi pikun secara dini, dan dapat mengikuti perkembangan zaman dan teknologi khususnya dalam dunia pendidikan. 

Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi sangat berpengaruh terhadap aspek kehidupan termasuk kegiatan belajar mengajar. Sehingga guru juga dituntut memiliki keterampilan TIK dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran dengan baik. Penggunaan Teknologi, Informasi dan Komunikasi dalam pembelajaran berpotensi membantu siswa dalam memahami materi yang diajarkan. Motivasi dan minat siswa akan bertambah saat siswa menggunakan video, ppt, dan media menarik lainnya saat proses pembelajaran. Guru juga harus memiliki literasi TIK yang lebih tinggi dibandingkan siswanya untuk menunjang ketercapaian tujuan tersebut. Guru lebih diutamakan menggunakan model pembelajaran dimana siswa akan aktif mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri, tidak hanya menndengarkan penjelasan guru. Seperti model inkuiri, problem based learning, dan project based learning. Akan tetapi masih banyak ditemui guru belum terampil menerapkan model pembelajaran tersebut.

Peran pendidik sangatlah penting, karena sebaik apa pun kurikulum dan sistem pendidikan yang diterapkan pada suatu negara, tanpa adanya mutu pendidik yang memenuhi syarat maka semuanya akan percuma. Akan tetapi sebaliknya, dengan pendidik yang bermutu maka kurikulum dan sistem yang kurang baik akan tertutupi. Keberadaan pendidik bahkan tak tergantikan oleh siapapun atau apapun sekalipun dengan teknologi canggih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun