Mohon tunggu...
Atika Hayati
Atika Hayati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pejuang pena

Tak ada yang mustahil jika Allah telah berkehendak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Maraknya Dispensasi Pernikahan Dini, Salah Siapa?

22 Januari 2023   21:02 Diperbarui: 22 Januari 2023   21:09 748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam kitab Nizham ijtima'i, Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dijelaskan bahwa pernikahan merupakan pengaturan hubungan antara unsur kelelakian (adz-dzakuurah/maskulinitas) dengan unsur keperempuanan (al-unuutsah/feminitas). Sehingga dengan kata lain, pernikahan merupakan pengaturan interaksi antara dua jenis kelamin dengan aturan khas.

Berbeda halnya dengan sistem sekuler, Islam justru menganjurkan kepada para pemudanya yang telah mampu untuk menikah. Rasulullah saw. bersabda, "Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian yang telah mampu menanggung beban, hendaklah segera menikah. Sebab, pernikahan itu lebih menundukkan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Siapa saja yang belum mampu menikah, hendaklah ia berpuasa karena puasa adalah perisai baginya." (Muttafaq 'alaih).

Di tengah derasnya arus gaya hidup yang permisif dan liberal, banyak diantara generasi kita yang ikut terseret dalam pusaran arus tersebut. Baik itu melalui media, hedonisme yang hadir dalam ruang interaksi mereka. Berbagai stimulus tak lepas meneror mereka baik berupa film, syair lagu, hingga iklan yang bahkan dapat mengontrol pikiran generasi yang sedang bergejolak di usia muda, sehingga pada akhirnya teraktualisasi secara liar dan tanpa batas.

Anehnya, sebuah pernikahan yang sejatinya adalah solusi atas munculnya keinginan dalam memenuhi tuntutan naluri nau' (ketertarikan kepada lawan jenis), justru dianggap menjadi masalah. Pernikahan memang bukan suatu fase yang mudah, akan tetapi dengan memaksimalkan peran setiap elemen, akan terwujudnya mental yang siap untuk memantaskan diri dalam memasuki jenjang merajut rumah tangga. Apakah ini dapat terwujud?


Butuh Sistem yang Menjaga

Tentu dibutuhkan kerjasama dari berbagai elemen, baik dari institusi terkecil yakni keluarga. Dalam Islam, keluarga sangat berperan besar dalam menyiapkan pendidikan anak yang sesuai fase pertumbuhan usia mereka. Keluarga akan memaksimalkan pengasuhannya sesuai gender yakni anak laki -- laki disiapkan sebagai pemimpin (qawwam) dan anak perempuan sebagai seorang ibu. Hal ini akan membentuk pemahaman terkait kosekuensi hukum pada setiap fase kehidupan manusia, dimulai dari usia dini, mumayiz, prabalig, balig, hingga menikah.

Selain itu pendidikan ini juga didukung oleh kurikulum pendidikan yang Negara terapkan secara formal. Dimana kurikulum tersebut dapat membentuk kepribadian yang menselaraskan pola pikir dan pola sikap. Selain itu juga bermuatan skill penguatan karakter pemimpin bagi laki -- laki dan karakter keibuan bagi perempuan. Hal ini demi mendukung kesiapan para pemuda dalam menyambut usia pernikahan.

Di dalam islam Negara sangat berpengaruh besar dalam menyiapkan warganya dalam memasuki jenjang pernikahan. Jika yang ditakuti saat ini adalah kurangnya ilmu, maka Negara harus mengedukasi mengenai hukum terkait aspek berumah tangga, seperti membangun hubungan suami istri, pola asuh, pemenuhan gizi keluarga, ekonomi keluarga, dll. Inilah yang tidak ditemui dalam sistem yang diterapkan saat ini. Sehingga mengakibatkan berbagai kekhawatiran untuk menapaki jenjang pernikahan. Padahal, gejolak syahwat begitu sanagt besar, tetapi Negara malah melakukan pembatasan usia pernikahan. Gak nyambung bukan?

Apalagi berbagai perspektif negatif muncul terkait pernikahan, inilah problem masa depan negri -- negri muslim saat berkiblat pada pemikiran barat. Bukan hal yang tidak mungkin jika resesi seks akan melanda negri -- negri muslim. Maraknya kasus permohonan dispensasi pernikahan di kalangan remaja seharusnya menjadi bahan perenungan ulang kebijakan secara sistem. Di tengah problem syahwat yang meneror dan mengontrol generasi, upaya terkait pembatasan usia pernikahan butuh revisi sistem. Dimana untuk mewujudkan generasi yang berkualitas yang sesuai dengan fitrah manusia.

Sehingga, Negara harus berperan dalam menyiapkan mental dan kesanggupan para pemudannya untuk menikah. Akhirnya Negara wajib memadamkan pemicu syahwat di ruang-ruang umum, seraya aktif melakukan edukasi pernikahan sesuai syariat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun