Mohon tunggu...
Fauzi Efendi
Fauzi Efendi Mohon Tunggu... - -

Lahir di Sumenep, 24 September 1994. Buruh halus di Barisan Pembela Santri Jomblo (BPSJ)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengenang Tarian Demokrasi Liberal

11 Oktober 2016   04:15 Diperbarui: 11 Oktober 2016   04:28 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sejarah perkembangan demokrasi di Indonesia ini cukup menarik untuk kita kaji. Dalam sejarah perkembangannya, ternyata hampir semua negara terkecuali negara yang menerapkan sistem monarki absolut yang menanamkan sistem pemerintahannya dengan hanya memberi atribut demokrasi. Hanya saja ciri-ciri khas tersebut yang mereka terapkan, di mana masing-masing-masing-masing negara dalam pelaksanaannya memiliki ciri dan karakter yang berbeda dengan menambahkan embel-embel di belakang kata demokrasi sperti Demokrasi Nasional, Demokrasi Rakyat, Demokrasi Terpimpin, Demokrasi Proletar, Demokrasi Pancasila dan lain sebagainya. Dalam upaya mencari bentuk-bentuk demokrasi yang paling tepat untuk diterapkan dalam sebuah Negara seperti di Indonesia khususnya ada semacam bentuk trial and error (coba dan gagal). Akan tetapi jika kita renungkan secara mendalam, ternyata untuk menuju pada sebuah sistem demokrasi yang ideal amat sangat membutuhkan waktu yang panjang bahkan tak cukup hanya dengan kurun 30-40 tahun. Sebagai riset perbandingan coba kita lihat kembali sejarah perkembangan konsep demokrasi yang berkembang di Amerika Serikat yang dinilai sebagai negara demokrasi yang ideal, meskipun sebenarnya di negara ini demokrasi masih sangat marak dengan keborokannya. Bahkan dalam sejarahnya disebutkan bahwa Amerika memerlukan waktu 11 tahun dalam upaya menyusun konstitusi dan 89 tahun untuk menghapus perbudakan. Dengan demikian jika bangsa Negara Indonesia dalam mencari bentuk demokrasi yang tepat dimulai sejak tahun 1945 sampai sekarang masih sangat jauh dari kata layak, bahkan tak jarang timbul pertanyaan-pertanyaan semacam “Demokrasi apa Oligarki”? hal ini bukan semata karena ketidak seriusan para petinggi negara ini. trial and error seperti ini membuktikan bahwa sampai saat ini telah hadir beberapa macam demokrasi yang diterapkan di Negara Indonesia ini. salah satunya adalah demokrasi liberal

Demokrasi liberal atau sering juga disebut sebagai demokrasi parlementer berkembang dan diterapkan di Indonesia sejak tahun 1945 sampai pada tahun 1959. 

 Sistem ini cendrung disebut sebagai sistem parlementer dikarenakan dalam setiap lembaga yang berkuasa menentukan dewan menteri atau kabinet sepenuhnya di tangan Parlemen atau DPR. Perkembangan negara diawal kemerdekaan tidaklah berjalan dengan mulus. Tak lama setelah proklamasi berlangsung yang terjadi saat itu bukan jepang yang memegang tampuk kekuasaan di Indonesia, melainkan sepenuhnya di bawah kendali Indonesia. Hingga ketika tentara sekutu pada saat itu bermaksud untuk mengambil alih kekuasaan dari Indonesia, maka dengan tegas Indonesia menolak dengan keras dan siap menerima risiko apapun yang harus dihadapi. 

Hingga akhirnya terjadilah perang trbuka antara sekutu dengan para pejuang negeri ini dari berbagai blok dan wilayah. Singkatnya, pada waktu itu usia negara Republik Indonesia Serikat (RIS) tidak berlangsung lama. Dalam waktu yang realtif singkat, bentuk serikat ini sudah mulai goyah.

Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa negara bagian yang satu demi satu mulai menggabungkan diri pada negara bagian RI Proklamasi. Dalam hal ini ada beberapa nama negara saat itu seperti Negara Indonesia Timur (NIT) dan Negara Sumatera Timur (NST) dibuktikan dengan munculnya amandemen dari Muhammad Nasir bersama beberapa orang lainnya yang mengusulkan agar bagaimana bentuk negara serikat tersebut dirubah kembali menjadi bentuk negara kesatuan. Usulan tersebut dikenal dengan sebutan “Mosi Integral Muhammad Nasir dan kawan-kawan” akhirnya diterima dengan baik oleh parlemen maupun oleh pemerintah saat itu. Menindak lanjuti usulan tersebut lahirlah sebuah perundingan antara pihak RIS dengan pemerintah RI Proklamasi. Dengan cara bulat mereka dapat kembali meluruskan negara Republik Indonesia dalam bentuk negara kesatuan. Sesungguhnya demokrasi liberal atau demokrasi parlementer itu sendiri secara objektif tidak bisa dikatakan sebagai sebuah sistem yang dari dirinya sendiri terkesan tidak baik dan amat tidak layak. Faktanya jelas bahwa dari sekian banyak negara yang dalam sistem pemerintahannya menerapkan sistem parlementer. Namun sistem ini berjalan dengan apik dan lancar dan tetap dapat memberikan jaminan tercapainya sebuah pemerintahan yang stabil dan terkendali. Karena bagi mereka sistem demokrasi ini tidak membawa pada ranah terguncangnya politik dalam sebuah negara, tidak seperti yang terjadi di Indonesia saat ini. Bahkan tidak mempengaruhi adanya kabinet yang jatuh bangun dalam waktu yang relatif singkat. Oleh karena itu, jika pengalaman sejauh ini yang terjadi di Indonesia menunjukkan hal-hal sebaliknya, dapat dipastikan kiranya ada beberapa faktor lain yang menjadi penyebab gagalnya sebuah sistem pemerintahan parlementer di Indonesia. Pembaca yang budiman tentunya dapat mereka-reka apa saja faktor-faktor yang Saya maksud di atas. Pernah dimuat pada laman jatimaktual.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun