Mohon tunggu...
sagalabro
sagalabro Mohon Tunggu... Kaum Marjinal -

Uang bukanlah segalanya, tapi uang bisa membeli segalanya dan segalanya butuh uang, sehingga karena uang kita kenyang, tapi ingatlah ini, uang bisa jadi bumerang, dan kita bisa hancur karena uang, tidak ada lagi rasa sayang, yang ada hanya perang. - Marginal Class -

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Perang Tagar, Siapa yang Salah?

3 Mei 2018   15:36 Diperbarui: 4 Mei 2018   02:53 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.google.co.id/search?q=perang+tagar%3F&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwjI8aePkOnaAhWLRY8KHcMACZUQ_AUICigB&biw=1366&bih=637#imgrc=Yl86wmkwQjZymM:

29 April 2018 di bundaran Hotel Indonesia pada momen Car Free Day terjadi sebuah peristiwa 'konyol' yang sangat mengiris hati kita sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi BHINEKA TUNGGAL IKA. Momen CFD tersebut dirusak akibat pemikiran 'Sumbu Pendek' para oknum yang mudah terpicu oleh hal hal yang kecil dan spele. Entah apa yang ada dikepala para oknum tersebut sehingga menyebabkan tangisnya seorang anak kecil akibat persekusi yang dialami dia dan ibunya. Anak kecil tersebut tidak seharusnya menangis di acara CFD yang menyenangkan tersebut.

Lalau bagaimana?

Bukan membela atau berpihak kepada siapapun, karena tidak ada orang yang salah pada peristiwa tersebut, melainkan yang salah itu ialah cara berpikir mereka yang kekanak kanakan.

Mengapa seperti itu?

Coba lihat anak anak ketika sedang bermain, hal hal kecil seperti ejek mengejek dan ganggu mengganggu bisa membuat mereka berkelahi satu sama lain. Tidak jauh berbeda dengan tingkah laku beberapa orang dewasa pada acara CFD kemarin.

Dewasa ini, kita sangat mudah di provokasi oleh hal hal kecil dan sepele seperti itu, itu hanyalah kaos yang bertuliskan #2019GantiPresiden dan #DiaSibukKerja, tapi mengapa bisa mengacaukan tali persaudaraan kita sebagai orang Indonesia?? Dulu kita pernah diprovokasi dengan politik adu domba atau bahasa gaulnya 'Devide et impera' dan itu bukanlah karena sebuah atribut maupun kaos yang bertuliskan tagar (Hashtag) yang belum diketahui kebenarannya. Tapi, dengan melihat dinamika yang terjadi kemarin membuat saya berpikir bahwa sekarang ini kita semakin mudah diprovokasi oleh hal hal yang kecil dan spele. Banyak yang belum menyadari hal tersebut sebagai hikmah yang dapat kita ambil dari peristiwa CFD di bundaran HI kemarin.

Lalu siapa yang harus bertanggung jawab?

Ini harus dibedakan dengan siapa yang salah dan siapa yang harus bertanggung jawab. Jika tadi yang salah adalah cara berpikir dari oknum oknum tersebut, maka sekarang yang harus bertanggung jawab adalah MEDIA.

Mengapa demikian?

Kita lihat sekarang ini, banyak media yang menggembar gemborkan hashtags ini sebelumnya dengan ditambahkan bumbu bumbu yang dapat memicu orang awam untuk berspekulasi. Tidak tahu spekulasi apa yang terdapat pada setiap orang yang melihat berita berita tersebut dan tidak peduli spekulasi apa yang akan ditimbulkan di masyarakat, namun media tetap berlomba lomba untuk memberitakan hal tersebut. 

Dengan hitungan detik saja, pemberitaan di media sudah dibaca oleh ribuan orang atau bahkan jutaan orang, mulai dari anak anak hingga dewasa. Ditambah lagi, ketika seseorang telah membaca berita tersebut, ada kemungkinan dia akan memberitahukannya kepada orang lain sebagai bahan pembicaraan, semakin cepat dan luasnya berita tersebut beredar di masyarakat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun