Mohon tunggu...
Safitri Ahmad
Safitri Ahmad Mohon Tunggu... Arsitek - arsitek lansekap, urban planner, penulis

Saya senang menulis, terutama tentang arsitektur, arsitektur lansekap, perkotaan, selain mengerjakan proyek lansekap dan kajian. Lahir dan besar di Bukittinggi, dan info tentang kota ingin saya bagi untuk pembaca, yang mungkin bermanfaat untuk pembaca yang ingin mampir ke kota itu. Saat ini, saya punya 3 web pribadi, safitriahmad.com, jamgadang04.com, dan cemilanminang.com.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ruang Kota dan Gerobak Kaki Lima

17 Juli 2022   09:34 Diperbarui: 17 Juli 2022   09:39 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bagi yang bermukim di tempat kos di pinggir jalan lebih mudah. Tapi, bagaimana dengan pedagang yang bermukim di dalam gang? Tidak ada tempat memarkir gerobak dagangan mereka, karena tempat yang terbatas. Mereka dengan mudah memarkir gerobak itu di mana saja, di lahan yang tidak bertuan, tidak diawasi (tidak ada pihak yang melarang). Atau, di tempat yang telah disepakati antara pedagang dan warga di sekitar tempat mangkal, misalnya di lahan kosong, taman, di tanah/area yang kosong, di pinggir jalan (tempat mangkal) yang penting tidak mengganggu jalur jalan pejalan kaki dan jalur kendaraan.

Ketika 7- Eleven di salah satu ujung jalan masih beroperasi, lahan parkir bangunan digunakan hanya untuk pengunjung waralaba itu. Setelah tutup, tidak ada lagi yang mengawasi dan lahan parkir digunakan untuk parkir motor, pedagang kaki lima (penjual pecel lele), dan di sudut lahan parkir ada gerobak pedagang kaki lima. Gerobak diparkir dengan rapi, tidak mengganggu motor atau kegiatan lain di lahan itu. Ini menunjukkan pemiliknya pulang kampung.

Bagi pedagang kaki lima yang menyewa rumah kontrakan dan cukup luas, gerobak dimasukkan ke dalam rumah, agar awet dan tahan lama, tidak terkena hujan dan panas.

Pedagang kaki lima bergerobak tidak bermukim di Jakarta. Mereka ke Jakarta hanya untuk berdagang. Pedagang kaki lima yang mengunakan gerobak biasanya berjualan makanan, misalnya bakso, mie ayam, bubur ayam, siomay, jamu, martabak, sayur, buah, bakpoa, dan masih banyak lagi. Mereka merupakan pedagang individu, bukan pedagang yang bekerja pada produsen besar, seperti penjual es krim dan roti yang menggunakan gerobak sepeda. Penjual es krim dan roti yang bekerja pada produsen besar memarkir gerobak mereka di halaman produsen itu, properti pribadi.

Pedagang kaki lima gerobak individu menjalankan bisnis dengan modal sendiri dan terbatas. Mereka membeli (membuat gerobak dagangannya), mencari tempat usaha (tempat mangkal), dan memilih tinggal (bermukim) di komunitas sesama pedagang dengan usaha sejenis, misalnya pedagang bakso akan bermukim sesamanya. Begitu juga dengan pedagang bubur ayam dan tukang sayur. Bermukim dalam satu kelompok dengan usaha sejenis membuat mereka saling membantu satu dengan yang lain, misalnya berbelanja bahan baku secara bersama-sama dengan menyewa mobil atau mengendarai motor ke pasar induk yang lebih murah.

Walau mereka bermukim dalam satu tempat (bisa berupa tempat kos, satu rumah besar yang disewa secara bersama-sama, atau rumah petak), tapi berjualan di tempat yang berbeda. Jarak antara tempat bermukim dan tempat mangkal tidak terlalu jauh. Mereka mempunyai wilayah usaha (tempat mangkal) masing-masing, yang menetap.

Secara etika, tempat mangkal yang sudah dimanfaatkan bertahun-tahun itu tidak dapat diisi atau digantikan oleh usaha sejenis. Misalnya, ketika tukang bubur ayam yang biasa mangkal di salah satu jalan perumahan tidak berdagang karena pulang kampung, maka tempat mangkal itu harus dibiarkan kosong. Atau, digantikan oleh anak atau saudaranya dengan jualan sejenis (bubur ayam).

Jika tempat mangkal atau bermukim terkena gusur atau pembangunan kota, mereka akan berpindah mencari tempat mangkal dan tempat bermukim yang baru, yang dekat dengan lokasi semula, sehingga tetap bisa melayani pelanggan lama. Begitulah dinamika, juga dilema pedagang bergerobak kaki lima di ruang-ruang kota Jakarta.

Tulisan ini pernah dimuat di https://news.detik.com/kolom/d-3902758/ruang-kota-dan-dilema-gerobak-kaki-lima.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun