Mohon tunggu...
Kelompok 13
Kelompok 13 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Economics Student-IPB

Dosen 1. Dr. Irna Rahmayani Johan, SP, MM 2. Dr. Megawati Simanjuntak, SP, MS Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, FEMA IPB

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membangun Supporting System pada Orangtua dengan Anak Berkebutuhan Khusus

26 Oktober 2021   21:03 Diperbarui: 1 November 2021   11:58 845
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hadirnya anak dalam sebuah keluarga tentu merupakan kabar gembira bagi pasangan, namun akan berbeda jika anak yang dilahirkan memiliki kebutuhan khusus. Kehadiran anak berkebutuhan khusus dalam keluarga dapat mengubah banyak hal dalam keluarga. Perubahan yang dialami keluarga yang memiliki anak berkebutuhan khusus yaitu terkait dengan ekonomi atau pekerjaan. Jerome bruner (1975) menyatakan dengan kemampuan berkomunikasi dapat lebih mengetahui kebutuhan psikososial anak, kualitas-kualitas individu yang memiliki kebutuhan, keinginan, temperamen, kepribadian dan keterampilan. Komunikasi yang diberikan kepada anak disabilitas memang sedikit berbeda tergantung dengan jenis disabilitas anak.

Saluran YouTube Orami Entertainment dalam edisi Mom Story menayangkan video yang berjudul 'Kisah Ibu Besarkan Anak Dengan Cerebral Palsy'. Ibu Lis R Soelaeman adalah seorang ibu dari tiga anak, dengan salah satu dari anaknya merupakan anak berkebutuhan khusus yang mengidap cerebral palsy. Ibu Lis meninggalkan karirnya di dunia media untuk pengurus anaknya, Rana. Cerebral palsy atau lumpuh otak adalah penyakit yang menyebabkan gangguan pada gerakan dan koordinasi tubuh.

Kehidupan keluarga Ibu Lis menjadi sangat berbeda setelah Rana didiagnosa sebagai pengidap cerebral palsy, Bu Lis harus mencurahkan semua waktunya untuk merawat Rana. Permasalah mulai timbul ketika Bu Lis harus mencurahkan semua perhatiannya ke Rana tanpa mengabaikan dua anaknya yang lain.

Masalah lain timbul ketika lingkungan sekitar tidak bisa sepenuhnya menerima kondisi Rana, bahkan hingga menganggap kondisi Rana adalah penyakit menular. Hal itu membuat keberadaan Rana pernah ditolak beberapa kali di tempat umum. Hal-hal tersebut sempat membuat Bu Lis merasa sangat jatuh, sehingga dia berpikir bahwa orang tua dengan anak berkebutuhan khusus seperti cerebral palsy memerlukan support system yang besar baik dari lingkungan keluarga maupun sosial. Untuk mewujudkan hal tersebut Bu Lis membangun komunitas Rumah Cerebral Palsy, yaitu suatu wadah bagi ibu-ibu dengan anak yang mengidap cerebral palsy untuk membangun support system. Anak difabel harus dipahami sebagai anak dengan kondisi spesial yang memerlukan perhatian khusus bukan sebagai anak cacat yang harus dikucilkan.

Orang tua yang saling mendukung, serta mendapatkan dukungan dari teman dan lingkungan sekitar akan mampu mengurangi tekanan dalam membesarkan anak dengan kebutuhan khusus (ABK). Keluarga dengan ABK akan memiliki kesejahteraan psikologi dan peningkatan mutu kualitas hidup keluarga jika mendapatkan dukungan sosial dari lingkungan sekitar. Tantangan utama dari keluarga ABK adalah stigma negatif dari masyarakat. Dukungan sosial dapat berupa dukungan yang diberikan oleh orang-orang yang berada di sekitar individu dimana hasil dari pemberian dukungan tersebut mampu membuat individu merasa nyaman baik secara fisik maupun psikologis dan sebagai bukti bahwa mereka diperhatikan dan dicintai.

Bagi orang tua yang bekerja tentu memiliki beberapa keterbatasan dalam memperhatikan pola tumbuh kembang anak. Orang tua harus dapat membagi perhatian, waktu, serta harus memberikan pemahaman yang jelas kepada anggota keluarga yang lain. Sebelum menangani anak, tentu orang tua haruslah lebih terbuka pemikirannya mengenai anak-anak berkebutuhan khusus. Sikap keterbukaan ini akan menunjukkan rasa menerima anak di segala kondisi yang dari hal inilah yang akan menjadi cara yang tepat dalam mendidik anak dan proses adaptasi dapat berjalan dengan baik untuk memahami kondisi serta potensi anak.

Beberapa hal yang menjadi hambatan atau duka yang terkadang dialami orang tua adalah ketika anak ingin meminta sesuatu yang mana itu harus langsung dilakukan agar anak tetap senang dan dalam kondisi mood yang baik. Orang tualah yang bertugas mendidik baik potensi psikomotor, kognitif maupun potensi afektif. Sehingga sebagai orang tua tentu diharapkan agar selalu dapat memberikan perhatian yang khusus kepada anak. Sebagai faktor pendukung, orang tua serta lingkungan yang selalu memberikan semangat serta menerima bahwa anak adalah anugerah yang akan menjadi penyemangat orang tua dengan anak berkebutuhan khusus dan yakin dengan adanya keberhasilan anak yaitu dengan memfasilitasi dan mendukung proses pendidikan sesuai dengan kebutuhan anak. Jika keluarga sebagai tahap awal sebagai tempat pertama belajar anak sudah tidak mendukung, dikhawatirkan pada tahap berikutnya yang lebih luas anak akan mengalami hambatan. Dan hal tersebut dapat berdampak pada terhambatnya perkembangan anak baik potensi maupun psikologis anak. Oleh karena itu, membangun Supporting System sangatlah penting. Namun, informasi terkait bagaimana supporting system dapat dibangun dengan efektif bagi orang tua anak berkebutuhan khusus yang bekerja, masih sangat sedikit.

Berdasarkan Artikel Resmi dari Komisi Perlindungan Anak ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk membangun Supporting System bagi orang tua anak berkebutuhan khusus yang bekerja. Pertama, memaksimalkan peran anggota keluarga lain di rumah ataupun sekitar rumah. Hal tersebut sangatlah penting karena baik ibu dan/atau ayah membutuhkan alokasi waktu lebih untuk bekerja. Kedua, memberi kesempatan bagi anak berkebutuhan khusus untuk bersekolah. Sekolah bisa menjadi rumah kedua bagi anak istimewa. Sangat penting bagi orang tua yang ingin mencoba membangun Supporting System dari lingkup sekolah untuk melihat kondisi anak, kondisi lingkungan sekolah, kurikulum di sekolah, dan guru serta teman sekolah anak berkebutuhan khusus. Ketiga, memanfaatkan kehadiran organisasi, lembaga, atau komunitas disekitar lingkungan yang fokus pada kesejahteraan anak berkebutuhan khusus. Saat ini sudah hadir dan berkembang beberapa komunitas resmi seperti rumah Cerebral Palsy, Peduli Kasih ABK, Sahabat Anak's House, dan Pusat Pelayanan Autis. Keempat, memilih jenis pekerjaan dengan intensitas bekerja di luar rumah rendah. Ini merupakan pilihan umum orangtua anak berkebutuhan khusus yang harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Ada beberapa pekerjaan yang dapat ditekuni orang tua anak berkebutuhan khusus diantaranya, pedagang kios, penjual di marketplace, penjahit, penulis buku, usaha catering dan sebagainya.

Membesarkan anak dengan kebutuhan khusus bukanlah hal yang mudah, perlu adanya dukungan atau support system penuh dari keluarga dan lingkungan sekitar. Support system ini sangat diperlukan agar orang tua juga semangat dalam merawat anak yang memiliki kebutuhan khusus. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk membangun Supporting System bagi orang tua anak berkebutuhan khusus yang bekerja seperti memaksimalkan peran anggota keluarga lain di rumah ataupun sekitar rumah,memberi kesempatan bagi anak berkebutuhan khusus untuk bersekolah yang bisa bisa menjadi rumah kedua bagi anak istimewa,memanfaatkan kehadiran organisasi, lembaga, atau komunitas disekitar lingkungan yang fokus pada kesejahteraan anak berkebutuhan khusus, memilih jenis pekerjaan dengan intensitas bekerja di luar rumah rendah. Ini merupakan pilihan umum orangtua anak berkebutuhan khusus yang harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun