Mohon tunggu...
Safa Buana Ramadhani
Safa Buana Ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga 20107030145

Masih belajar menulis maaf kalau berantakan, semoga artikel disini bermanfaat. Selamat membaca semuanyaa!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Saksi Bisu Masjid Mataram Islam Kauman Pleret Bantul Yogyakarta

23 April 2021   19:07 Diperbarui: 23 April 2021   19:12 1544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apakah kalian pernah mendengar nama Masjid Agung Keraton Pleret atau sering disebut Masjid Kauman Pleret? Memang terdengar asing dari namanya. Namun, masjid ini merupakan peninggalan sejarah Masjid dari Kerajaan Keraton Mataram Islam yang hingga saat ini masih dapat ditemui beberapa bagian struktur bangunannya.

Masjid Kauman Pleret, saat ini terletak pada daerah yang ditandai dengan toponim Kauman. Toponim Kauman sendiri sekarang terletak di sebelah utara Pasar Pleret yang secara administratif terletak di Dusun Kauman, Desa Pleret, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Saat saya berkunjung ke situs Masjid Kauman Pleret saya berkenalan dengan Bapak Rustam Afandi, beliau adalah juru peliharanya masjid ini. Bapak Rustam menjelaskan sejarah awal mula berdirinya, masjid Agung Kauman Pleret pertama kali didirikan oleh Susuhunan Amangkurat I atau Susuhunan Amangkurat Agung yang memerintah kerajaan Mataram dari tahun 1646-1677 Masehi.

Sebelum membangun masjid, pertama kali Amangkurat I mulai mendirikan keraton baru karena menerima titah (perintah tetapi biasanya dari raja) agar memindahkan pusat ibukota dari Kotagede ke daerah selatan Mataram. Berdasarkan keterangan Babad Tanah Jawi dapat diketahui perintah perpindahan ibukota dari Kerto ke Pleret. Setelah ditetapkan sebagai raja Mataram, Amangkurat I tidak mau menggunakan rumah yang dulunya ditempati ayahnya yaitu Sultan Agung yang berkuasa di Kerto lalu, memberikan tugas kepada rakyatnya membangun sebuah istana baru di Pleret yang saat ini terletak di Dusun Kedaton sekitar 500 meter hingga 800 meter yang tak jauh dari lokasi masjid.

Pleret dianggap sebagai tempat lokasi yang pas digunakan sebagai ibukota kerajaan dan memang telah direncanakan sebagai pengganti Mataram yang baru. Karena diapit dua sungai yaitu sungai Gajah Wong dan Sungai Opak, terdapat pasar tua yang masih lestari, tanah di daerah Pleret juga bagus untuk membuat batu bata. Batu Bata ini kemudian digunakan sebagai dasar untuk membangun istana yang dibangun mulai sekitaran pada tahun 1647.

Setelah membangun Keraton Pleret sebagai pusat pemerintahan, dilanjutkan pembangunan sarana keagamaan sebagai pemenuhan kebutuhuan religi bagi masyarakat yaitu Masjid Kauman Pleret. Masjid dibangun setelah Amangkurat I pindah ke Pleret selama 2 tahun, dalam Serat Babad Momana dan Babad ing Sakala juga menyebutkan bahwa pada bulan Muharram tahun 1571 J tahun sekitar 1649 Masehi adalah waktu pembangunan Masjid Agung Kauman Pleret, dua babad tersebut merupakan sumber tertulis yang banyak menyebutkan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di Kerajaan Mataram Islam termasuk pendirian Masjid Agung Kauman, tentunya cukup untuk dijadikan dasar informasi mengenai waktu pembangunan masjid ini.

Masjid ini untuk luasnya diperkirakan 40 x 40 meter untuk bangunan utamanya, dibangun dengan bahan bata dan batu putih dengan teknik pengerjaan tanpa spesi atau teknik kosod. Dahulu masjid ini ditopang dengan 36 umpak (penyangga atau pondasi tiang-tiangnya) tetapi hingga saat ini umpak yang ditemukan baru berjumlah 25 buah.

dokpri
dokpri
Saya juga diajak berkeliling untuk melihat situs peninggalan Mataram ini dengan Bapak Rustam sebagai petugas penjaga situs sekarang ini. Hingga saat ini yang tersisa atau baru ditemukan hanyalah bagian pengimaman, dinding sisi utara yang di sisi tengahnya terdapat tangga dari bahan batu andesit, pada bagian timur terdapat bak air dan sumur serta temuan umpak. 

Jika dilihat sekarang sudah ada atap yang menutupi bangunan tersebut tetapi atap tersebut bukan atap asli yang digunakan pada masa itu dengan kegunaan sebagai pelindung dari cuaca panas dan hujan agar tidak merusak. Waktu melakukan eskavasi atau penggalian kembali  mencari barang yang tertimbun tanah, ditemukannya satu buah keris yang diberi nama "Kyai Sabuk Inten" yang saat ini disimpan di Museum Pleret.

Ketika Lons berkunjung pada tahun 1733 Masehi, dan masih bisa menyaksikan langsung bahwa masjid Kauman Pleret ini berbentuk segi empat, berukuran besar, tetapi sudah rusak. Lons juga melihat bahwa mempunyai tiga pintu di sebelah timur dan mempunyai serambi depan yang besar, dan masjid dikelilingi tembok tinggi dan tebal. Jika informasi ini benar bentuk masjid seperti yang ditulis Lons, kita bisa membayangkan bagaimana besar dan megahnya masjid ini jika masih lengkap hingga sekarang.  "Orang-orang bisa mengetahui bentuk masjid ini dari catatan Belanda jadi setiap kesini mereka menulis dari bentuknya, kondisinya, lingkungannya, apapun itu pokoknya mereka tulis. Sayangnya catatanya masih disimpan disana enggak boleh dibawa pulang" kata Pak Rustam.

dokpri
dokpri
Pada saat penyerangan Trunojoyo ke Pleret dapat diketahui bahwa masjid dalam keadaan utuh dan sempat digunakan sebagai tempat beribadah. Kemungkinan masjid rusak pada masa kolonial Belanda untuk membangun Pabrik Gula Kedhaton Pleret. Masyarakat mengatakan bahwa material yang mereka gunakan mengambil dari Masjid dan Keraton seperti batu bata nya.

Akhir masa Keraton Pleret sebagai pusat pemerintahan Mataram Islam ditandai dengan serbuan pasukan Trunajaya pada tahun 1677 Masehi yang mengakibatkan Amangkurat I pergi. Setelah berhasil dikuasai Trunajaya memerintahkan pasukannya untuk menghancurkan bangunan yang ada disekitar masjid, namun ada beberapa bangunan yang tidak dihancurkan seperti keraton itu sendiri, masjid besar, istana milik Pangeran Purboyo, Pangeran Sampang, Pangeran Cirebon dan Pangeran Aria Panular.

Seperti pada umumnya masjid tua yang berada di Jogjakarta terdapat makam-makam para panglima, prajurit dan para Ulama yang dimakamkan disitu. Dekat masjid tepatnya di dalam salah satu makam terdapat pohon randu yang sangat besar, pohon itu ada setelah pembangunan masjid dan memang tidak ditebang karena merupakan warisan budaya jadi tidak boleh diapa-apakan, perkiraan umurnya 300 hingga 400 tahunan. Saat itu pohon randu ada 2 tetapi yang satu sisi utara sudah mati pada tahun 2013.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun