Mohon tunggu...
Saeran Samsidi
Saeran Samsidi Mohon Tunggu... Guru - Selamat Datang di Profil Saya

Minat dengan karya tulis seperi Puisi, Cerpen, dan karya fiksi lain

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Srie

23 Januari 2019   16:01 Diperbarui: 23 Januari 2019   16:01 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 

Sore itu, sisa panas masih menyengat walau Sang Mentari mulai meredup pelan-pelan tertatih hendak menuju ke peraduannya. Awan kadang tersibak menyapu langit mungkin mengabarkan bahwa hujan akan tiba. Namun rasanya musim ketiga masih berkepanjangan menambah makin rentanya sawah yang kering  merekah dipenuhi rumput yang kadang disela gendhot. Sawah masih tetap kerontang.

Bagda mahrib, para penduduk keliling desa membunyikan segala tetabuhan alat-alat dapur seperti panci, wajan, soled, dandang dll. sambil membawa obor untuk penerang. Mereka mencari seseorang yang hilang entah ke mana tak tentu rimbanya. Mereka berteriak-teriak memanggil nama orang tersebut. Seseorang yang sangat penting dan berarti bagi kehidupan dan kesejahteraan penduduk desa. Tanpa orang itu maka bencana akan masih melanda desa. Kemarau melanda, kekeringan menyiksa. Akhirnya desa itu gagal panen, paceklik dan bahaya kelaparan mengancam.                                                                      

 "Sriiiiii ... !  Sriiiiii ...! Sriiiii ... !" Anak-anak, bapak-bapak ada pula emak-emak memanggil-manggil. 

"Sriii ... cepat pulang Sriiii!"  seorang emak sambil mencincingkan tapih yang dikenakan berteriak dengan memukul-mukulkan soled pada wajan yang dibawanya.

"Sriiiiii ... pulang Sriiiiii ... kamu si ke mana? Sudah malam begini ko kamu belum pulang? Itu, ninimu, Nini Dul Mupid jan                              bingung kasihan sekali mencarimu, Sri?" seorang lelaki paruh baya beriket wulung berteriak sekerasnya.

Seorang anak perempuan yang membawa tampah sambil tengok kanan kiri ikut berteriak-teriak, "Sriiii .... kamu ke mana? Minggat apa? Sudah enggak  betah di  desa ini apa, ha?

"Sriiii .... pulang Sriii ...! Sriiii ... pulang ...! Jan, kalau Sriii hilang,                 desa ini  bisa kena sambekala. Pasti nanti desa   ini kena apa-apa. Kenang bencana" lelaki beriket wulung kembali memanggil-manggil Sri.

Rombongan thundan belis pun berkeliling desa untuk mencari Sri seorang prawan kencur desa itu. Ya, thundan belis adalah musik beralat perkakas dapur seperti dandang, panci, wajan, soled, irus dll. Thundan belis ditabuh berombongan berkeliling desa untuk mencari anak yang hilang dibawa kelong atau lampor.

"Siriii ... Sriii ... pulang, Sriii...! Sebenarnya kamu ini ke mana, si?" Begitulah bersahut-sahutan rombongan thundan belis berkeliling desa, blusukan ke tempat-tempat yang mungkin Sri bersembunyi di sana. Gardu siskampling, lumbung padi, angkruk di warung desa di pinggir jalan dekat pasar, sambil terus menabuh alat dapur. Preeeng .. preng ..  preng klonthang breg ... breg suaranya cempreng mencari Sri si prawan kencur desa. 

Menjelang isya, terdengar bedhug langgar dipukul untuk memanggil orang menghadap Allah. Rombongan thundan belis pun menghentikan tetabuhan. Jumlah rombongan semakin berkurang, mereka bergegas pulang  untuk menuju langgar untuk menuaikan sholat Isya. Sisa rombongan yang umumnya anak-anak pun tetap berkeliling tapi tabuhannya dilirihkan. Akhirnya bebunyian alat dapur makin meredup  lalu mengilang di telan malam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun