Mohon tunggu...
Saeran Samsidi
Saeran Samsidi Mohon Tunggu... Guru - Selamat Datang di Profil Saya

Minat dengan karya tulis seperi Puisi, Cerpen, dan karya fiksi lain

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ngarit Cari Rejeki Saat Pilkada

14 Juni 2018   16:00 Diperbarui: 14 Juni 2018   16:08 584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Musim ngarit telah tiba, seiring musim bertaburannya baliho, spanduk, banner di jalan-jalan, di perempatan di gang-gang sampai pelosok desa. Ngarit kali ini akan lebih heboh. Musimnya panjang dari tahun 2018 sampai 2019. Ya, para pengarit akan memanfaatkan waktu panjang pada hajatan demokrasi dua tahun berturut-turut.

Tukang ngarit enggak perlu ke lapangan cari rumput atau ke kebun cari dedaunan untuk makanan ternak, tapi lebih simpel dan meluas karena pakai HP android. Cukup berbusa-busa jadi tim hore di dunia maya, khususnya di facebook. Murah, meriah,  tanpa keluar keringat dan jauh dari kontak fisik karena hanya perang status dan ujaran.

 "Eiit ... Wa Rakim. Mau ke mana ini? Sore-sore ko klimis sekali.  Klinthung ke mana, si?" Mbak Bad alok-alok Wa Rakim yang sore itu berbaju batik, pakai sepatu sandal, berpeci, beli rokok di warungnya Mba Bad.

"Biasa, ngarit .... pan musim ngarit telah tiba?" jawab Wa Rakim rada gemagus sambil menyobek bungkus rokok, ngejes, menyalakan rokok, klius pergi dan berpapasan dengan Pak Banjir.

"Eiit, Jangan nabrak orang, ya! Mau ke mana nih, ko kayanya gipyak pisan !" Pak Banjir juga ikut tanya ketika mau pesan mendhoan sama Mba Bad.

"Biasa, ngarit ... pan musim ngarit telah tiba? " jawab Wa Rakim sambil ngeloyor pergi.

"Ngarit ... ngarit ... sebenarnya ngarit itu si apa, ko Wa Rakim semangat banget, Pak Banjir? " tanya Mba Bad.

"Engga tahu, ya. Kalau ngarit rambanan, kayanya Wa Rakim nggak piara kambing atau kerbau. Ngarit ko sore-sore, lagi pula dandan pakai  batik, sepatu sandal" Pak Banjir ikut bingung. "Nah, ini ada Bung Yoko. Kebetulan sekali Bung!" tiba-tiba nongol Bung Yoko, politikus desa yang berkumis putih dan berkaca mata tebal mau beli koyo cabai buat nempel tengkuknya yang cengklungen pegel.

"Ada apa nih, ada apa?" Bung Yoko serius.

"Anu, Bang Yoko. Itu tadi Wa Rakim pergi, ditanya mau ke mana, jawabnya mau ngarit" Mba Bad memanggil Bang pada Bung Yoko.

"Iya, itu. Jawabnya, ngarit. Pan musim ngarit telah tiba?" Pak Banjir memperjelas. Bung Yoko jadi tertawa meringis sambil membetulkan kaca mata tebalnya. Lalu, mulailah pidato soal ngarit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun