Mohon tunggu...
Saepullah
Saepullah Mohon Tunggu... Guru - Aku adalah manusia pembelajar, berusaha belajar dan juga berbagi info yang baik untuk perbaikan diri selaku manusia. Melihat info yang kubagikan bisa melalui: https://www.ceritasae.blogspot.com https://www.kompasiana.com/saepullahabuzaza https://www.twitter.com/543full https://www.instagram.com/543full https://www.youtube.com/channel/UCQ2kugoiBozYdvxVK5-7m3w menghubungi aku bisa via email: saeitu543@yahoo.com

Aku adalah manusia pembelajar, berusaha belajar dan juga berbagi info yang baik untuk perbaikan diri selaku manusia. Melihat info yang kubagikan bisa melalui: https://www.ceritasae.blogspot.com https://www.kompasiana.com/saepullahabuzaza https://www.twitter.com/543full https://www.instagram.com/543full https://www.youtube.com/channel/UCQ2kugoiBozYdvxVK5-7m3w menghubungi aku bisa via email: saeitu543@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Film

Pancasila dan Film "Lima", Sebuah Makna Kebhinnekaan yang Utuh

12 Juni 2018   15:52 Diperbarui: 12 Juni 2018   18:30 1427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada sila Pertama, nilai yang ingin digambarkan yaitu sebagai sikap toleransi dalam beragama. Kisah kematian tokoh utama Maryam (diperankan Tri Yudiman) ini memberikan gambaran prosesi kematian sebagai rasa bertoleransi antar agama yang ada. Kisah kehidupan Maryam dan suaminya saat mereka berdua masih hidup memberikan sebuah kebebasan kepada anak-anaknya untuk bebas menganut agama apapun. 

Maryam yang awalnya Muslim, lalu pindah agama ke Kristen lalu diakhir hayatnya masih bisa menganut agama Islam ini memberikan kepercayaan kepada Fara (Prisia Nasution) anaknya untuk menganut agama Islam. Sedangkan ayahnya yang Kristen karena sudah meninggal (tidak digambarkan secara utuh) memberikan rasa nyaman kepada dua anaknya yang lain yaitu Aryo (Yoga Pratama) dan Adi (Baskara Mahendra) untuk memeluk agama Kristen.

Saat suami Maryam meninggal dilaksanakan prosesi dengan kepercayaan Kristen, lalu Fara menghormatinya dengan tidak brutal menolak prosesi tersebut. Sebaliknya, saat Maryam meninggal ini pula, Fara ingin prosesi dalam Islam, kedua adiknya Aryo dan Adi pun berusaha bertoleransi untuk mengikuti prosesinya. Diawali dengan mengahpus pewarna kuku di tangan Maryam, Adi pun rela untuk bertoleransi untuk melakasnaakn prosesi dalam Islam. 

Pun saat Maryam dikuburkan, Aryo ikut menggotong ibunya ke liang lahat sebagai tanda cinta kepada ibunya, Fara pun mengijinkan karena prosesi penggotongan mayat hanya sebagai nilai sosial bukan dalam sisi aqidah. Begitupun saat berdoa berlangsung setelah prosesi penguburan di liang lahat. Prosesi diawali dengan umat Muslim mendoakan Maryam, lalu fara memberikan kebebasan kepada umat Kristen yaitu Aryo dan Adi serta keluarga besarnya untuk mendoakan berdasarkan Kristen. Kisah ketegangan dalam prosesi kematian yang akhirnya menjadi dalami dengan rasa nilai toleransi beragama ini unik dan patut dijadikan contoh dalam kebebasan beragama.

Kisah yang mencerminkan sila kedua ini digambarkan dengan kisah Bi Ijah (Dewi Pakis) dengan dua anaknya Agus dan Noni. Kedua anaknya yang mencari keadilan karena diawali mencuri bibit pohon, namun sudah dikembalikan, tapi tetap terkena imbas harus masuk penjara. Agus disidangkan selayaknya orang dewasa, sedangkan Noni disidangkan dengan sidang perkara anak.

Agus mencari keadilan dari sisi kemanusiaan dengan rasa tulus. Ternyata masih ada rasa tulus dari sang hakim untuk mencari keadilaan bagi Agus dan Noni tersebut. Agus dan Noni merupakan cermin rasa kemanusiaan dengan rasa adil dimana yang kecil seharusnya sudah diberikan pelayanan secara beradab.

Kisah pada sila kedua ini diawali dengan pencarian rasa kemanusiaan dari seseorang pencuri yang mencuri sebuah buku untuk adiknya yang sekolah. Dalam hal ini, Adi membela agar pencuri bisa diserahkan ke pihak berwajib untuk ditangani kasusnya. Namun, nasib naas bagi sang pencuri dengan dibakar hidup-hidup di depan mata Adi yang melihat untuk memberikan pembelaan namun ditolak massa. Kisah dalam main hakim sendiri adalah sikap yang salah, sedangkan sikap yang benar adalah dalam kisah Agus dan Noni yang akhirnya dibebaskan meski harus bertahan dalam pencara dalam beberapa hari.

Lalu, kisah dalam sila ketiga pancasila digambarkan dengan kisah Adi dengan rasa iba kepada Agus dan Noni dengan kisah pencuriannya tersebut namun tetap harus dibela dan diberikan rasa indahnya persatuan. Kisah ini juga tergambar dalam kisahnya dukungan terhadap olahraga yaitu Asian Games dengan makna kesatuan yaitu Indonesia bukan kepada pembelaan daerah tertentu.

Adi dalam hidup di sekolah tidak membeda-bedakan teman meskipun ada beberapa temannya yang membully dirinya dengan sikap perbedaan yang mencolok. Kisah Adi dengan mematuhi nilai peraturan yang ada justru semakin terjalin utuh dengan makna Pancasila yang mendalam.

Kisah dalam sila keempat justru digambarkan indah dengan Fara yang serasa sebagai tokoh sentral dalam kisah ini. Fara diberikan sebuah rasa tidak enak berupa kurang bijaksana dari atasannya. Fara yang seorang pelatih renang diberikan wewenang untuk melatih dan memilih anak didiknya untuk mewakili Indonesia di Asian Games. 

Kisah anak didiknya Fara yaitu Kevin dan Andre justru bukan saling berebut untuk bisa mewakili di Asian Games, namun bersama berlatih untuk bisa bersaing sehat. Namun, pilihan Fara yang tetap pada Kevin mendapat pertentangan dari atasannya untuk tetap memilih Andre.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun