Mohon tunggu...
Mr Sae
Mr Sae Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti

Pemerhati sosial dan kebijakan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Benih Unggul Perkebunan untuk Petani

2 Oktober 2018   16:04 Diperbarui: 2 Oktober 2018   16:10 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

whatsapp-image-2018-09-25-at-14-19-42-2-5bb3340d6ddcae2c58607622.jpeg
whatsapp-image-2018-09-25-at-14-19-42-2-5bb3340d6ddcae2c58607622.jpeg
Upaya membangun sektor pertanian bukanlah pekerjaan yang mudah, aplagi kalau dilihat dari kompleksitas permasalahan yang ada baik di hulu dan hilir. Membangun sektor pertanian tidak bias dilepaskan oleh paran dan dukungan sektor lain, karena hamper 60 % lebih sektor yang berperabn utama di Indonesia adalah pertanian terutama sektor perkebunan. Tidak hanya memiliki kontribusi besar dalam devisa, namun sektor ini dinyakini sebagai sumber kebuthan jangka panjang dunia. Keberadaan dan eksistensinya menjadi tumpuan kehidupan sebagai sumber pangan dan energi.

Berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) terkait pertumbuhan ekonomi triwulan II 2018 menyatakan kontribusi pertanian pada laju pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) mencapai 13,63 persen, artinya berada di posisi teratas kedua setelah industri pengolahan. Fakta tersebut mengindikasikan bahwa sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dalam pengembangan ekonomi rakyat Indonesia.  

Data yang diterbitkan BPS mencatat seluruh lapangan usaha tumbuh positif sepanjang kuartal II 2018. Namun pertumbuhan tertinggi ditempati sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan dengan angka pertumbuhan 9,93 persen dibandingkan kuartal pertama 2018. Hal itu dipicu oleh meningkatnya produksi seiring berlangsungnya masa panen raya untuk beberapa komoditas di beberapa subsektor seperti hortikultura dan perkebunan dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 22,86 persen dan 26,73 persen.

Badan Pusat Statistik (BPS) memprediksi penduduk Indonesia pada 2018 mencapai 265 juta jiwa, meningkat 12,8 juta jiwa dibanding 2014. Artinya, setiap tahun terjadi pertambahan penduduk mencapai 3,2 juta jiwa atau tumbuh 1,27 persen per tahun. Pertambahan penduduk ini secara makro berimbas pada kebutuhan bahan pokok yang tentu meningkat dan harus tersedia sepanjang waktu. 

Ekspor sektor pertanian pada 2017 mencapai Rp 441 triliun, naik 24 persen dibandingkan 2016 yang hanya Rp 355 triliun. Begitu pun dalam bidang investasi pertanian yang mencapai Rp 45,90 triliun pada 2017, atau naik 14 persen per tahun dari 2013 hingga 2017. Di tengah lesunya ekspor Indonesia, justru volume dan nilai ekspor sektor pertanian meningkat dan Indonesia mengalami surplus dalam perdagangan produk pertanian, begitu pun pertumbuhan investasi pertanian, ini menjadi catatan penting dalam sejarah.

Dampak kinerja sektor pertanian juga terlihat dari menenurunnya jumlah penduduk miskin secara nasional. Pada Maret 2015 penduduk miskin di Indonesia masih sebesar 11,22 persen, sedangkan pada Maret 2017 turun menjadi 10,64 persen. Hingga September 2017, penduduk miskin di Indonesia masih di angka 10,12 persen atau 26,58 juta jiwa. Sementara pada Maret tahun ini, angka penduduk miskin berhasil ditekan hingga menembus angka satu digit, yaitu 9,82 persen atau 25,96 juta jiwa.

Sejalan dengan semangat Nawacita, Kementan akan terus berupaya mengenjot produksi pertanian dalam penyediaan pangan ke depan untuk mewujudkan kedaulatan pangan yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan petani dan pendapatan yang lebih merata di wilayah perdesaan.

Kementan juga akan terus berkomitmen menggulirkan program terobosan, seperti membangun sektor pertanian pada wilayah perbatasan. Selain itu, Kementan memperluas jangkauan program #Bekerja (Bedah Kemiskinan Rakyat Sejahtera) sebagai upaya menekan angka kemiskinan penduduk Indonesia terutama di desa yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani, hal sesuai dengan rencana strategis Kementan yaitu: (1) peningkatan nilai tambah, daya saing, ekspor dan substitusi impor, (2)  penyediaan, (3) peningkatan bahan baku   bioindustri dan bioenergi, dan (4) peningkatan kesejahteraan petani.

Tahun 2018 menjadi tahun perbenihan Indonesia. Masalah perbenihan akan lebih diprioritaskan pada tahun ini, setelah tahun lalu berhasil menghentikan ketergantungan terhadap impor tanaman pangan strategis seperti padi dan jagung. Berbagai langkah dan strategi sudah dipersiapkan pemerintah untuk mendukung pengembangan perbenihan ini. Hal ini karena sudah sejak lama perbenihan menjadi masalah sektor pertanian Indonesia.

Masalah perbenihan selalu muncul karena Indonesia masih belum bisa memproduksi benih, bagi secara kuantitas maupun kualitas. Benih sangat menentukan hasil budidaya, oleh karena itu jika benih yang diproduksi belum memiliki kualitas terbaik maka hasil produksinya pun tidak akan maksimal. Dengan adanya benih yang berkualitas akan sangat mendukung terjaganya ketahanan pangan Indonesia.

Belum semua petani di Indonesia menggunakan benih yang berkualitas. Petani di Jawa memang mayoritas sudah menggunakan benih unggul, namun di luar Jawa dan daerah terpelosok sangat banyak yang hanya mengandalkan benih produksi sendiri. Contoh kasusnya adalah pada komoditas padi yang membutuhkan sekitar 400 ribu ton benih dan baru 60%-nya yang telah bersertifikat atau unggul. Begitu pula dengan jagung dan kedelai yang masing-masing membutuhkan 60 ribu ton dan 35 ribu ton benih unggul.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun