Mohon tunggu...
Hr. Hairil
Hr. Hairil Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis itu kebutuhan, bukan hiburan.

Institut Tinta Manuru

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ego Sektoral Mengorbankan Kaum Kecil

29 November 2017   04:34 Diperbarui: 29 November 2017   05:51 1195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Negara ini, hukumnya lagi sakit. Pejabat-pejabat publik yang notabenenya pelaku kerugian rakyat masih berkeliaran seperti masia pada biasanya. Inilah fakta yang menjadi poin pertama sebagai rakyat kecil Menjadikan contoh bahwa negara dan hukum di negara ini sering menyalahkan orang kecil yang tidak berdaya. 

Beberapa dari pelaku korupsi kelas kakap, mangkir dari panggilan hukum. Lari dan berlindung ke negara tetangga, sakit-lah ini lah itu lah,  dab banyak lagi alasan jika mereka di panggil berhadapan dengan hukum. 

Kalau hal ini terjadi pada rakyat kecil, luar biasa sibuknya negara ini sangat sibukkan diri, keamanan diarahkan secepat mungkin agar keadilan berbicara meski itu pada akhirnya semua tanggungan proses sebagai vonis terakhir akan di terima pelaku dari rakyat kecil. 

Data Indonesian Corruption Watch (ICW), mengutip KOMPAS.OM- menunjukan koruptor rata-rata hanya dihukum di bawah dua tahun. Pada 2010, sebanyak 269 kasus atau 60,68 persen hanya dijatuhi hukuman antara 1 dan 2 tahun. Sedangkan, 87 kasus divonis 3-5 tahun, 13 kasus atau 2,94 persen divonis 6-10 tahun. Adapun yang dihukum lebih dari 10 tahun hanya dua kasus atau 0,45 persen.

Hal ini dia akui Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqqodas bahwa " Hukuman untuk koruptor memang rendah. Pengadilan, seakan-akan tak mencerminkan ideologi hukum yang baik, 'Putusan hakim kehilangan roh untuk berpihak pada kepentingan rakyat'.

Dari pernyataan diatas setidaknya memberikan kita pengetahuan dan hal ihlwal yang masih sering dilakukan oleh pejabat pelaksana hukum di negara ini. Roh hukum sebagai perlindungan rakyat telah hilang. 

Pernyataan pada hal proses hukum yang sering kita temui seperti kasus diatas pun disampaikan oleh Guru Besar Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana bahwa " Kini hukum hanya tajam jika kebawah dan tumpul jika berhadapan dengan kalangan atas. Pemerintah, seharusnya peka terhadap rasa ketidakadilan yang terus dialami rakyat".

Kedua pernyataan diatas adalah bentuk prihatin terhadap putusan hakim terhadap rakyat kecil yang lemah. Hal demikian berarti keadilan hukum menjadi tidak lagi memiliki ruh perlindungan untuk rakyat yang benar-benar dan harus mendapat perlindungan hukum. Jadi, benarkah keadilan restoratif berlaku untuk kasus-kasus seperti kedua kasus diatas? 

Sedikit mendefinisikan Keadilan restoratif adalah konsep pemidanaan yang mengedepankan pemulihan kerugian yang dialami korban dan pelaku, dibanding menjatuhkan hukuman penjara bagi pelaku. 

Artinya hal ini dimaksudkan agar penyelesaian kasus-kasus kecil tak perlu sampai ke pengadilan, tetapi diselesaikan cukup dengan mediasi. Peradilan anak telah digagas pemerintah belandaskan azas ini. Azas inilah memperkuat perlindungan terhadap kasus-rakyat kecil. Lalu, kita kaitkan dengan kasus dan penyelesaian kasus hukum seperti pada kasus diatas, apakah konsep hukum restoratif masih berlaku? Jawabannya "Tidak"

Mengutip di sampaikan Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menyarankan agar aparat penegak hukum menggunakan restorative justice (keadilan restoratif) sebagai penyelesaian alternatif dalam sejumlah kasus kecil seperti yang menimpa AAL maupun Nenek Minah seperti yang dilansir Kompas.com.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun