Mohon tunggu...
Hr. Hairil
Hr. Hairil Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis itu kebutuhan, bukan hiburan.

Institut Tinta Manuru

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Efek Kekacauan Wawasan, Negeri Tak Punya Laut

1 November 2017   13:15 Diperbarui: 1 November 2017   13:48 2141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Padamu.net. Pada gambar Peta Indonesia ini, laut dan darat dapat dibedakan dengan dua warna (Biru dan Hijau). Tapi pada kenyaataanya, warna biru di peta Indonesia ternyata bukan laut tetapi Mitos.

"Kita pasti masih ingat tentang kemarin, ibu-ibu hampir saja menggunakan gula sebagai pengganti garam dapur. Nah, Sebagai catatan refleksi beberapa waktu lalu saat garam didapur rumah tidak bisa digantikan dengan gula oleh ibu-ibu. Saya mengajak kita semua kembali selangkah untuk tetap terjaga"

Indonesia - Negara merdeka yang pada 17 Agustus 45 di proklamasikan oleh Proklamator. Negara yang telah bebas dari kecaman penjajahan, penindasan atas agresi-agresi tentara putih.

Itu dahulu, dengan sekuat keyakinan dan semangat merdeka, republik ini menjadi.

Ada darah, tangis, asap hitam, bau hangus terbakar dan kerja rodi. Asumsi sederhana, semua itu terjadi karena keinginan besar tokoh revolusi dan rakyat di negeri ini menginginkan kemerdekaan. Apapun bentuk pengorbanan pasti di terima. Alhamdullillah capailah tujuan itu dan Negeri ini menjadi damai, aman dan tentram. 

Sejahtera saat awal merdeka adalah hal mustahil, kita tau sendiri. Ekonomi saat itu tidak sehat, demam berdahak dan batuk menyerang negeri yg baru merdeka. Belum lagi politik Nasional dan internasional merongrong keadaan fisik negara yang baru merdeka saat itu.

Usaha demi usaha, kerja keras, menguras keringat kecerdasan pendiri negeri (bangsa) ini untuk keluar dari efek ketidak stabilan ekonomi dan politik Internasional memang belum menggapai hasil rill tapi setidaknya Deman Indonesia atas kedua hal itu menjadi berkurang.

Orde lama beralih kepemimpinan ke orde baru mengisi kekosongan usaha pendahulu negeri ini yg belum tercapai. Repelita mengusung perkembangan permbangunan Indonesia mendorong laju gerak Tri Sakti orde lama yg masih tertahan sebab efek ekonomi dan politik menjadikan ruang kemiskinan dan pengangguran sulit di atasi. 

Krisis besar menerpa, keadaan menjadi goyah. Begitu beralih orde lama ke reformasi, negeri ini berusaha menutup lubang-lubang kecil (Utang Luar Negeri) dan sampai saat ini belum kelar beban negara. Rakyat di berikan tanggung jawab melalui pajak (Usaha membantu kelirkan lunas negara), itu masalah kita.

Sudah lupakan hal kemarin? Lalu sekarang yanh terjadi di depan mata?

Indonesia 2017, Seperti kapal pecah. Kemiskinan, pendidikan, hukum, regulasi, ekonomi, sosial, dll dll dll terakumulasi dalam satu wadah kekacawan di Negara ini. Siapa yg bertanggung jawab? 

Dari kenyataan yg terjadi, ada beberpa problem pokok yg menjadi dasar dan bermulanya Kekacauan wawasan diantaranya, Isu Teroris, korupsi, politik, Wolk out saat pengesehan UU, air keras dan kedua hal lain tak dapat di bayangkan dengan daya nalar; Impor Garam dan Dana haji.

Semua problem diatas mengarahkan kita pada konsentrasi yg tidak beraturan. Rakyat kecil di buat panik dan elit saling lempar senyum, siapa yg punya nyali.

Kita fokuskan pikiran kita pada problem yang baru saja terjadi, meski kasus air keras masih samar arah penyelesaiannya (Sudah ada kabar dari istana rumah rakyat) pelaku masih dalam tebakan ciri2nya.

Terakhir ini sebelum satu agustus, dua isu itu masih hangat; impor garam dan dana haji, tapi hari ini kabar dari istana menutup karung garam dan clock isu dana haji. Indonesia seakan tak punya laut. Padahal luas wilayah Indonesia 2/3 adalah lautan. 

Ah, andai saja lautan bisa jadikan gula. Laut Indonesia yg tidak dianggap ini kita buatkan saja gula. Biar Indonesia terus manis, selalu manis dalam semua problem. Manis, ya manis di bibir saja.

Akhirnya kalau kita sepakati bersama. Kita sebut laut Indonesia adalah mitos. Sebab lautnya tidak terlihat dan garam harus di impor dari negara tetangga. Takutnya, besok2 air juga nanti di order dari negara tetangga. Padahal korban Kasus air keras sudah serahkan kasusnya pd penyelesaian berwajib. Ah, mestinya Tuhan yg menangani.

Problem2 di negara ini seperti cerita rakyat ada mitos2nya gitu. Eh, ini bercanda. Negara ini terpukul telak dengan segenab problem. Mungkin terlalu banyak, negara sampai bingung yg mana harus diselesaikan lebih dulu. Maksudnya, problem yg terjadi bukan salah negara. Ini salah orang2 yg di percayakan mengurus negara. Negara ini tidak sekecil dapur di rumah elit kan? Mengapa harus negara?

Kita tidak bisa berkhianat bahwa wawasan negara inn di kendalikan oleh negarawan. Tapi orang2 basar di negara ini terlalu pelit berbuat baik antara sesama, semacam itu kenyataannya.

Artinya, orang elit di negara ini ko biarkan masalah menjadi beranak pinak. Ini sama halnya bahwa ternyata mereka yg di berikan legitimasi oleh rakyat nemun dalam bentuk amanat tidak bisa di percaya. 

Negara ini hanya percaya pd orng benar dan orang baik. Ah, orang benar dan baik yg bicara resikonya kalo bukan air keras berbicara maka digeser dikit ke sudut (Mutasi jabatan, poncopotan,dll). Kalaupun wawasan elit yg ada di negara ini saling geser, maka yg ada nantinya saling gesek. Kebakar kalo lama2 saling gesek. Masalah baru lagi.

Intinya, bukan soal pemimpin atau kepemimpinan. Sebab dalam sebuah organisasi, pemimpin selalu ada orang khusus (belakang layar) bukan belakang panggung. Nah, orang2 inilah mendesign segalanya untuk kepemimpinan. Sangat teratur dan butuh kehati-hatian. Namun, pada kenyataan yg kita lihat sekarang?

Kebijakan impor garam kurang lebih 70-75 ton dari australia di apresiasi (ada bisikan dari orang belakang layar)

Kesimpulannya, problem di negara ini bukan salah nahkoda, ini salah awak kapal yg menangani kompas. Karena jelas, semua aktivitas nahkoda harus di programing dulu oleh lalu tetapkan arah kompas dan selanjutnya melakukan. Toh, masalah ini tidak terlepas dari benturan masalah masalah baru akan datang.

Angin segar, politik 2019 juga mulai siapkan landasan bergerak. Yah, jangan sampai problem lama belum kelar dan lahir lagi problem baru yg itu kemudian lebih mengacaukan wawasan kita. Mestinya, list masalah sudah tertata rapi. Bukan belajar mempelajari masalah atau baru mengalisa masalah. Kita terlambat, masalah bukan lagi mengakar menjalar di kalangan bawah. 

Masalah ini sumbernya dari atas. Masalah ini di desing oleh orang2 yg ingin menghancurkan negara. Menghancurkan cita2 luhur, Indonesia yg Makmur. Saatnya teguhkan kekuatan jalani amanat UUD 1945. Indonesia tidak akan keluar dri masalah dan tidak akan pernah sejahtera kalau orang2 dipercayakan memegang negara mengabaikan atau tidak sama sekali berpegang pada amanat UUD 1945.

Indonesia selalu Merdeka, selalu sejahtra, damai dan tentram.
Indonesia di satu agustus.
Indonesia tidak sedang sakit keras. Indonesia, iya Indonesia itu sehat.

Tulisan Review,

Jkt, 01 Agustus 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun