Mohon tunggu...
Muhammad Saddam Isra
Muhammad Saddam Isra Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Berprestasi FEM IPB 2020

Be the best version of yourself

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pengoptimalan Kelapa Sawit dalam Menghadapi Polemik Kelembagaan Guna Mewujudkan SDGS

24 April 2019   23:32 Diperbarui: 19 Mei 2020   14:15 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Kelapa sawit (Elaeis) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Di Indonesia penyebarannya terdapat di daerah Aceh, pantai timur Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Industri perkebunan dan pengolahan sawit adalah industri kunci bagi perekonomian Indonesia: ekspor minyak kelapa sawit adalah penghasil devisa yang penting dan industri ini memberikan kesempatan kerja bagi jutaan orang Indonesia. 

Produk kelapa sawit yang diekspor indonesia kepada negara tetangga, yaitu minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya, biodiesel serta oleokimia Dalam hal pertanian, minyak sawit merupakan industri terpenting di Indonesia yang menyumbang di antara 1,5 - 2,5 persen terhadap total produk domestik bruto (PDB).

Selain menjadi komoditas ekspor unggulan, Kelapa sawit memiliki peranan yang sangat penting terhadap pembangunan berkelanjutan (SDGS). Beberapa tujuan SDGS yang dapat dicapai dengan pengoptimalan kelapa sawit antara lain: decent work and economic growth (pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi), no poverty (tanpa kemiskinan), reduce inequalities (berkurangnya kesenjangan), dan zero hunger (tanpa kelaparan). Pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi akan berkembang pesat seiring meningkatnya ekspor kelapa sawit. 

Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penyediaan lapangan pekerjaan yang layak karena pemanfaatan kelapa sawit. Menurut BPDPKS, Tingkat kemiskinan di Indonesia telah berkurang secara signifikan dari 60% pada 1970 menjadi hanya 9,82% pada Maret 2018. Selain itu, Koefisien GINI juga menurun dari 0,4 menjadi 0,3 dalam tiga tahun terakhir.

Pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi memiliki multiplier effect terhadap nilai SDGS lainnya. Pertumbuhan ekonomi yang signifikan akan menyebabkan meningkatnya GDP atau pendapatan nasional. 

Peningkatan tersebut juga dapat terlihat dari Jumlah Net Ekspor, yaitu Selisih antara nilai ekspor dengan nilai impor. Meningkatnya pendapatan nasional menyebabkan pendapatan perkapita meningkat dan menurunnya angka kemiskinan Indonesia dari 0.41 menjadi 0.391 . Penurunan Genie Ratio (Indonesia) tersebut terjadi
karena beberapa aspek, salah satunya ialah pemanfaatan kelapa sawit. Oleh karena itu, Pengolahan kelapa sawit yang efektif dan efesien dapat menekan angka kemiskinan di indonesia.

Berkurangnnya kesenjangan dapat terimplementasi dikarenakan pengolahan dan pemanfaatan kelapa sawit yang efektif dan efisien. Kesenjangan merupakan aspek yang dapat mengancam keutuhan NKRI. Dengan pengolahan dan pemanfaatan kelapa sawit sebagai komoditas ekspor unggulan, pembangunan ekonomi, sosial, dan politik akan merata. Daerah daerah seperti Kalimantan dan Sumatera dapat memajukan industrinya dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Sehingga, tidak ada lagi anggapan dan streotype bahwa pemerintah hanya fokus terhadap pembangunan Pulau Jawa. 

Produk kelapa sawit di bidang pangan memiliki dampak positif terhadap pengimplementasian zero hunger (tanpa kelaparan). Zero hunger bertujuan mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan perbaikan nutrisi, serta menggalakkan pertanian yang berkelanjutan. Melalui program peremajaan sawit rakyat, diharapkan lebih dari 50 juta ton kelapa sawit bisa diproduksi pada 2025. Ini memberikan pasokan yang cukup bagi industri makanan, termasuk minyak goreng dan makanan berbasis sawit.

Disamping sisi positifnya,. Perkebunan kelapa sawit juga memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. Dampak negatif tersebut terjadi karena ketidakbijaksanaan pihak tertentu yang menyampingkan 3 aspek penting produksi, yaitu kualitas, kuantitas, dan keberlanjutan. Kesalahan yang terjadi di Indonesia yaitu pelaku industri sawit terkadang hanya memperhatikan salah satu aspek. Contohnya ialah kegiatan ahli fungsi lahan pertanian menjadi perkebunan kelapa sawit dan deforestasi. Sisi negatif ini menyebabkan terjadinya polemik kelembagaan yang nantinya dapat merugikan Indonesia.

Polemik ekspor komoditas kelapa sawit ke Uni Eropa merupakan suatu permasalahan yang belum dapat terselesaikan hingga saat ini. Padahal Uni Eropa merupakan salah satu pangsa ekspor terbesar komoditas ini. Tercatat pada kuartal pertama 2018, jumlah ekspor kelapa sawit ke Uni Eropa mencapai 1,58 juta ton atau sekitar 16,3% dari total ekspor kelapa sawit. 

Namun pada Juni 2018 Parlemen Uni Eropa merilis kebijakan proteksionisme bernama Renewable Energy Directive II (RED II) yang salah satu poinnya secara implisit melarang penggunaan kelapa sawit sebagai bahan campuran biofuel yang akan berlaku mulai tahun 2030. Hal ini tentu mengurangi jumlah ekspor kelapa sawit ke Uni Eropa secara signifikan, mengingat sekitar sepertiga dari jumlah total ekspor ke kawasan tersebut digunakan sebagai salah satu komposisi bahan bakar nabati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun